4: Mendung Tanpo Udan

6.8K 252 29
                                    


Bagaimana aroma tubuh kedua cowok itu?

Aku berharap, aku bisa ilfeel menghidu aroma keringat laki-laki jantan. Kamu tahulah, cowok yang bekerja pakai otot, kepanasan, enggak pake baju, keringat menetes dan merembes selama lebih dari satu jam, dan cowok itu bukanlah cowok metroseksual yang high maintenance dengan skincare atau parfum mahal, aromanya pasti bikin muntah, kan?

Ngaku.

Bahkan meski bau badan kuproy itu fetish kamu, kamu harus setuju bahwa "secara general" aroma keringat mereka tuh enggak enak. Campuran bakteri di kulit karena sabun mandi mereka bukan sabun mahal, lalu debu, lalu lembap Jakarta, belum hormon testosteron mereka ... aromanya asam dan bikin muntah.

Seharusnya begitu.

Jadi, ketika semua barangku masuk ke truk, lalu truk dikunci, lalu pintu gudang kukunci, aku menahan napas. Aku tak mau menghidu apa pun dari tubuh Kail maupun Ido. Mereka sedang selonjoran di selasar ruko, menyedot Teh Botol yang kubelikan lima menit sebelumnya. Masih telanjang dada, masih memamerkan hamparan kulit yang mengilat oleh keringat.

Tubuh mereka hangat. Yang kalau kita berada satu meter saja dari mereka, kehangatan tubuh karena kelelahan memindahkan boks-boks itu langsung terasa.

Otomatis aku menahan napas. Karena aku enggak mau ilfeel. Aku enggak mau rasa cintaku pudar gara-gara bau badan. Tidak setelah adegan romantis bikin baper, yang membuatku enggak konsen bekerja, sehingga sepanjang mereka memasukkan barang ke truk aku malah duduk di kabin sambil mengunyah kerah kaus yang kukenakan.

Ya. Aku malah merengek-rengek seperti uke sambil membayangkan pelukan mendebarkan tadi. Kepalaku berfantasi liar akan kehidupan bahagiaku bersama Kail dan Ido—sesuatu yang mustahil terjadi. Ujung-ujungnya aku tak mengerjakan apa pun di depan laptop. (Yang ada justru aku meratapi iPhone-ku sambil berkata, "Akan kujaga kamu seumur hidup wahai iPhone, karena Ido telat memperjuangkanmu dengan taruhan nyawanya.")

Ya. Lebai. Tapi jangan munafik. At some point of your life, kamu pun pernah begitu, kan? Ketika apa pun hal yang berkaitan dengan cowok straight yang kamu cintai saat remaja, mendadak menjadi hal paling penting di dunia.

Nah, karena lagi kasmaran-kasmarannya, aku rela menahan napas agar aku tidak ilfeel oleh bau badan itu. Sejauh ini aku berhasil. Aku menghindari mereka dengan duduk duluan di dalam kabin pengemudi.

Lalu, keduanya masuk ke dalam truk.

Namun aku lupa menahan napasku.

Dan apa yang terjadi?

Asu.

Aroma mereka lebih enak setelah keringetan maksimal begini.

"Hareudang kénéh, A," kata Kail, duduk bertelanjang dada di depan setir, sambil memasang sabuk pengamannya. "Gapapa kan A kalau saya enggak pake baju?"

"Iye, Bang!" balas Ido, duduk bertelanjang dada dan memasang sabuk pengaman juga. Dia mengibas-ngibaskan amplop cokelat berisi surat jalan yang ada di atas dasbor. "Kite-kite kagak bisa pake AC, Bang. Kulit orang kampung. Gampang masuk angin."

Mampus.

Aku malah menghirup napas sangat panjang.

Aroma Ido seperti yogurt yang manis.

Aroma Kail seperti croissant.

WHERE THE FUCK IS YOUR BAU ASEM, ANJENG?!

Aku menepuk jidatku sendiri saat truk berjalan meninggalkan komplek ruko dan gudang itu. Aku mengendus udara di sekitar Ido, untuk memastikan dia sedang memegang yogurt manis yang aromanya mengalahkan bau badannya.

Dua Sopir GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang