36: Uni Wulan

5.5K 368 111
                                    


Enggak. Aku enggak mau mikirin Norman.

Aku cuma mau mikirin Kail.

Tiba-tiba saja Kail terasa seksi. Tapi sayangnya Kail sedang rapuh. Sedang menghadapi rasa takut ke Mang Asep yang mendadak muncul dalam hidupnya setelah sepuluh tahun terakhir menghilang.

Karena aku tak sanggup menangani libido sensual yang mendera selangkanganku, kuundang Chairil untuk menjemput kami ke kafe.

Kail tidak sedang dalam kondisi fit untuk menyetir.

Apalagi aku. Takutnya aku bukan pindah gigi sambil nginjak kopling, melainkan pindah posisi batang kontolku.

"Baa, Bang?" sapa Chairil setelah turun dari GoJek. Dia menyugar rambutnya dengan ganteng, lalu menghampiri kami di pintu depan kafe.

"Bang Chairil bisa nyetirin mobilnya, kan?"

"Bisa."

"Padahal mah teu nanaon, A. Ku saya ," usul Kail.

"Ck! Jangan. Bang Kail jangan nyetir dulu. Mending sekarang tenangkan diri, kita pulang ke hotel, terus Bang Kail istirahat."

Kail hanya menuruti perintahku.

Chairil menyetir mobil rental. Aku duduk di sampingnya. Kail duduk di jok belakang, bersandar ke jendela dan menatap ke luar mobil. Mungkin melamunkan lagi keluarganya. Tuh, kan, untung aku meminta Chairil untuk menyetir. Kebayang kalau Kail yang menyetir. Bisa-bisa dia melamun sepanjang jalan.

Sesampainya di hotel, aku mengantar Kail ke kamarnya. Karena enggak mungkin kami berempat tidur satu kamar dengan kondisi Ido masih cedera, aku memesan satu kamar tambahan untuk Chairil dan Kail. Nanti, aku yang akan tidur bareng Ido. Begitu masuk kamar, Kail duduk di tepi tempat tidur dengan tatapan kosong.

"A, saya pengin mandi," gumamnya.

"Bang Kail mau mandi di dalam bathtub?"

Kail mengangguk. "Tapi A Endra bisa pasangin enggak? Saya takut salah pencet."

"Oke."

Aku bergegas ke kamar mandi untuk mengucurkan air hangat, melempar bath bomb, dan menyiapkan sabun. Sepanjang aku menyiapkan itu semua, Chairil masuk ke kamar mandi dan pipis di toilet. Tanpa sengaja aku melihat kontolnya yang sedang menyemburkan air kencing.

"Asu!" gumamku terkejut.

Aku melempar pandangan dengan wajah memerah malu. Chairil menoleh.

"Mangapo, Bang?"

"Enggak."

"Bohong."

Aku berdecak. "Kenapa Abang tiba-tiba kencing di situ?"

Chairil kebingungan. Dia celingukan ke lubang lain di dalam kamar mandi. "Di mano lagi, Bang, awak bisa buang air?"

"Kan aku masih di dalam kamar mandi!" sahutku.

"Kan samo-samo lalaki," Chairil terkekeh. "Awak kira Abang suka."

"Kan aku jadi pengin," gumamku pelan. Dengan sebal aku bergegas keluar dari kamar mandi. Aku pergi ke kamar sebelah, ke kamarku sendiri. Mungkin dalam lima menit aku akan kembali untuk mematikan air.

Namun, ketika aku masuk ke kamar, Ido sedang terlelap di atas ranjang.

Telanjang.

Kontolnya setengah ngaceng. Kepala kontolnya sudah setengah keluar dari kulupnya.

Dua Sopir GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang