40: Yamet Kudasi

3.7K 309 174
                                    


Perjalanan dari Banda Aceh ke Medan akan ditempuh sekitar 13 – 14 jam, tergantung lalu lintas. Kami akan menggunakan Jalur Lintas Timur Sumatra melewati Lhokseumawe, Langsa, Pangkalanbrandan, dan Binjai. Truk berangkat minggu pagi, diperkirakan tiba di hotel di Medan pada malam hari.

Keke dan Sonia akan ikut ke Medan bersama kami, tetapi mereka menumpangi pesawat. Mereka berangkat setelah makan siang dan akan tiba di hotel lebih dulu dibandingkan kami. Semua laki-laki menaiki truk, kecuali Yusuf. Buronan itu mengendarai motor CBR 250 cc dengan penampilan ganteng dan maskulin, seperti sepatu bot, jaket kulit, kacamata hitam, membuat Keke bersikukuh untuk dibonceng saja sampai Medan.

Yang akan menyetir truk adalah Chairil, meskipun dia masih perlu menyesuaikan lagi dengan dimensi truk yang panjang. Hal itu membuat perjalanan kami agak sedikit lambat. Truk ini lebih panjang dua kali lipat dibandingkan truk kelapa sawit yang biasa Chairil kemudikan.

Ido duduk di depan, di jok bagian tengah. Tampak sudah baikan, tetapi aku tak mengizinkannya menyetir karena dia masih dalam masa pemulihan. Kail duduk di belakang, beristirahat dan mengawasi jalannya truk. Kail duduk tepat di belakang Chairil, membisikkan kata-kata seperti, "Kurang, kurang maju. Jangan dihabisin beloknya, sekali putar aja. Ambil ke kanan, supaya enggak kena kabel listrik. Lembut aja beloknya, kita pakai power steering." Seolah-olah Kail adalah instruktur Chairil.

Tenang saja, aku akan membayar Chairil dengan honor yang pantas.

Kail sebenarnya kuminta terbang bersama Sonia dan Keke, supaya Kail bisa beristirahat lebih banyak. Lelaki itu menolaknya. Dia bersikeras bahwa perjalanan truk ini dari Jakarta kembali ke Jakarta adalah tanggung jawabnya, sehingga dia merasa perlu ada di truk ini dalam setiap perjalanan.

Kail masih cukup syok setelah dia siuman dan bangun. Dia tak mau mengatakan apa pun. Kami juga tak membebaninya dengan berbagai pertanyaan. Malah, kami memastikan topik penculikan itu tak pernah terangkat kecuali Kail yang membuka obrolan.

Lalu, di mana aku duduk di dalam truk?

Di jok penumpang, samping pintu. Karena aku akan menjadi kernetnya. Ketika ada tanjakan atau turunan di mana truk mungkin membutuhkan pengganjal di rodanya, aku akan turun dan berlari untuk mengganjal ban. Ido sudah menawarkan diri untuk melakukan itu, tetapi aku menolaknya. Aku bersikeras aku akan menjadi kernet. Karena ... karena itulah yang seorang top akan lakukan dalam situasi seperti ini. Yaitu ..., menjadi kernet.

[ ... ]

Truk melaju mulai pukul enam pagi. Langit masih sangat gelap di Banda Aceh, karena secara geografis harusnya lokasi ini sudah masuk ke timezone berikutnya. Kami berempat check out dan melaju ke Jl. Medan – Banda Aceh, tak dapat menggunakan jalan tol ke Sigli karena belum tersambung sepenuhnya. Jalan raya antar provinsi ini mulus dan hijau. Lalu lintas pun lengang.

Pukul sembilan pagi kami sudah tiba di Sigli untuk menyantap sarapan. Karena kota ini berdampingan dengan laut, Chairil membawa kami ke tepi pantai untuk menikmati le bu peudah (bubur pedas khas Aceh) yang kebetulan tersedia. Biasanya makanan ini disajikan saat Ramadan sebagai panganan berbuka puasa. Namun sebuah warung menyajikannya sejak pagi sehingga Chairil bersikeras mengajak kami semua mencobanya.

Kami beristirahat selama dua jam karena aku sibuk berkoordinasi dengan Andina, officer di Jawa yang sedang membantu menangani kasus "video porno"-ku. Ada beberapa kesepakatan yang dibuat. Yang pertama, aku tidak akan mengisi acara. Andina setuju untuk membiarkan Chairil mengisi acara di Medan, asalkan aku tetap hadir untuk memantau. Akan ada alat komunikasi jarak jauh yang ditempel ke telinga Chairil, yang terhubung kepadaku di sebelah ruang workshop. Kalau-kalau ada pertanyaan teknis yang diajukan guru, dan Chairil tidak bisa menjawabnya, aku akan standby membantu Chairil menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sonia, Keke, dan Ido akan standby membantu apa pun di luar mengisi workshop. Seperti misalnya membagikan handout, menangani mikrofon, lembar absensi, mengarahkan untuk makan siang dan coffee break, menyebarkan tablet, hingga berkeliaran ke setiap meja untuk membantu para guru memahami aplikasi dalam tablet.

Dua Sopir GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang