17: Sakinah, Mawadam, Warahmah

7.5K 362 51
                                    


Malam itu, aku ngentot anus Yusuf.

Kira-kira satu jam, lah. Aku crot di menit kedua puluh, tetapi Yusuf langsung mengarahkan pistolnya ke kepalaku dan menyuruhku tetap menggenjot pantatnya sampai dia menyuruhku berhenti.

Berkali-kali dia membantuku, "Isap puting ini. Puting si kekar. Aaahhh .... Gigit dan lumat sampai kamu puas!"

Atau kalau tubuhku sedang tegak sambil menggenjotnya, aku disuruh memainkan jembutnya dengan jariku, sambil membayangkan itu jembutnya Ido. (Di mana secara teknis aku pernah melihat jembut Ido.)

Aku crot dua kali malam itu. Crot di dalam anus Yusuf. Sementara sang kriminal hanya crot satu kali, pada menit ke-60. Barengan dengan crot keduaku karena aku begitu bernafsu melihat sang kriminal mengerang tak berdaya merasakan ejakulasi.

Setelahnya aku menjatuhkan diri ke samping Yusuf.

Dan aku tertidur.

[ ... ]

Aku terbangun sekitar pukul empat dini hari, ketika kurasakan Yusuf sibuk dengan sesuatu. Saat kubuka mata, kulihat dia sedang memainkan ponselku.

Aku langsung mengangkat kepala dan memandangnya dengan ngeri. "Itu ... itu hapeku."

"Pinjam sebentar untuk menghubungi kawan saya di Bengkulu," balas Yusuf.

"Tapi gimana caranya kamu buka hapenya? Kan, itu dikunci pake fingeriprint!"

Yusuf berhenti mengotak-atik ponselku. Kepalanya menoleh dengan mata setengah menyipit, memandangku seolah-olah aku idiot. "Kan kamu ada di sini, Bencong. Saya pinjam jari kamu lah barusan untuk buka!"

Aku tersinggung. Nyaris saja aku membalas, "Yang bencong tuh Keke, ya. Bukan aku!" Namun aku mengurungkannya.

Aku menarik napas panjang dan mencoba menenangkan diri. "Terus, udah berhasil?"

"Udah. Kalau lancar, harusnya kita sampai di Bengkulu dalam dua atau tiga jam." Yusuf menggulir sesuatu. "Kenapa banyak video laki-laki mandi di toilet umum, hm?"

Buru-buru kusambar ponselku, tetapi Yusuf lebih gesit menjauhkannya. Jadi aku enggak berhasil mendapatkan benda pipih itu. "Jangan lihat galeriku!"

"Telat. Semalaman aku udah lihat galeri dan semua chat kamu."

"Enggak sopan!"

"Saya ini buronan sekarang. Ngapain saya mikirin sopan enggak sopan?!"

Benar juga.

Yusuf menggulir lagi galeri ponselku. "Yakin kamu bukan bottom, hm? Banyak foto titit juga di sini!"

"BUKAN!"

Yusuf membelalak. "Ini foto keteknya si bacot!"

Kali ini, kulemparkan tubuhku ke atas tubuh Yusuf, demi menggapai ponselku. Yusuf masih lebih lihai. Dia menangkisku, dan menggulingkanku ke atas tempat tidur. Aku benar-benar malu dia mengobrak-abrik isi galeri ponselku.

"Please. Jangan dilihat. Aku bener-bener malu."

"Memang kamu malu-maluin." Yusuf pun berhenti memainkan ponselku. Dia meletakkannya lagi ke atas nakas, tepat di atas ponsel Kail dan Ido. "Sekarang, sepong titit saya sampai keluar."

"What?!"

"Teman saya enggak ada yang belok. Mereka enggak akan bisa nyervis saya. Cuma kamu satu-satunya kesempatan saya sekarang."

Terpaksa (tapi setengah gembira), aku membungkuk di atas selangkangannya dan mulai menyepong lagi kontol itu. Aromanya bukan sabun batangan lagi. Aromanya lebih maskulin. Kontol itu ngaceng lebih cepat sekarang.

Dua Sopir GantengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang