2. Rumah Baru Azka

613 57 8
                                    

Azka keluar dari kamarnya sambil membenarkan hoodie berwarna abu-abu yang ia pakai. Ia turun ke bawah dan menuju ke arah teras untuk menemui Abangnya yang sudah menunggu untuk jogging bersama.

Saat ingin mengambil sepatu di rak, ia baru sadar bahwa ia tidak memiliki sepatu khusus untuk olahraga di rumah ini. Azka menghela napas dan menoleh ke arah abangnya.

"Sepatu aku belum sampai, mungkin besok barang-barang aku baru sampai semuanya," jelas Azka sambil melihat ke arah abangnya yang kini beralih fokus ke arah rak sepatu.

Memang isinya hanya sepatu dia dan Ayahnya. Lelaki berusia 22 tahun itu menepuk jidatnya sebagai tanda kelupaan. Ia baru ingat kalau Azka adalah penghuni baru di rumah ini. Lantas ia bergegas ke arah rak sepatunya dan melihat-lihat. Lalu dia mengerutkan dahinya karena tidak tahu berapa ukuran sepatu adiknya itu.

"Ukuran kaki kamu berapa?" Tanya si Abang.
"40" jawab Azka singkat.
"Yah, kaki Abang 42, kegedean buat kamu," Si Abang tampak menampilkan raut wajah kecewa.
"Ya udah kalo gitu abang jogging sendiri, aku masuk du--" belum sempat Azka melanjutkan perkataannya tapi sudah dipotong oleh Abangnya.
"Eh eh eh, tunggu dulu, kamu tunggu di sini, Abang ke gudang belakang sebentar, dulu kayanya Abang pernah beli sepatu kets tapi salah ukuran," katanya sambil menahan tangan Azka yang sudah hendak masuk ke dalam lagi, lantas ia langsung berlari ke arah gudang tanpa mendengar jawaban dari Azka.

Azka duduk lagi di teras rumah. Ia duduk di lantai sambil bersandar pada kusen pintu. Udara pagi yang dingin membuat dia ingin sekali kembali ke kasur hangatnya itu. Tapi apa boleh buat, dia harus menepati janji untuk jogging bersama Abangnya akibat kalah main game semalam.

Ia edarkan pandangannya ke sekitar rumah yang tampak asing. Ia baru pindah ke sini dua hari lalu. Itulah mengapa ia tadi mengatakan kalau barang-barangnya belum sampai ke rumah barunya ini. Ah, bukan, lebih tepatnya rumah Ayah dan Abangnya. Mengingat hal itu membuat hati Azka seperti tertusuk-tusuk, kenangan buruk sempat lewat sepintas. Tapi langsung buyar karena panggilan Abangnya.

"Azka!, kamu ngapain bengong sih, masih pagi lho ini, coba dipake sepatunya, masih bagus karena ga pernah Abang pake, kekecilan," kata Abang yang tiba-tiba sudah ada di depannya sambil menyodorkan sepasang sepatu kets keluaran brand ternama yang berwarna putih.

Azka menerimanya dan memakainya. Ukurannya sangat pas dengan kakinya.

"Pas," jawab Azka sambil berdiri dan mencoba berjalan dengan sepatu pemberian Abangnya tersebut.

"Okeh kalo gitu, yang terakhir sampe poskamling depan kompleks dia bakalan cuci piring bekas sarapan hari ini!," Teriak sang Abang sambil berlari ke depan dengan kecepatan penuh.

"Curang!," Teriak Azka yang sama sekali tidak ada persiapan, ia langsung menyusul Abangnya.

Abangnya beberapa meter di depan sana tertawa riang sambil melompat-lompat. Azka sedikit tersenyum melihatnya. Sebelumnya ia tidak pernah jogging, biasanya kalau libur ia hanya berdiam diri di kamar seharian. Tapi jogging di hari libur dan pagi pagi begini ternyata lumayan menyenangkan pikirnya.

Azka tidak berniat mengejar dan menyalip Abangnya itu, ia tahu batasan tubuhnya. Ia hanya berlari-lari kecil sambil mengobservasi lingkungan baru di sekitar rumahnya.

Rumah yang baru ia tempati ini terletak di perumahan kelas menengah yang dimana setiap rumah tidak saling berdempetan dan memiliki jarak beberapa meter. Setiap rumah memiliki halaman kecil di terasnya. Perumahan ini hanya memiliki sedikit rumah, bahkan tidak ada pembagian blok seperti perumahan pada umumnya. Karena tidak terlalu banyak rumah, oleh sebab itu kerukunannya pun terjamin.

Azka suka dengan lingkungan rumah barunya. Tidak berisik seperti rumah lamanya yang setiap pagi ia terbangun gara-gara suara gosipan ibu-ibu di tukang sayur atau suara knalpot motor yang sudah dimodif dan menimbulkan asap tebal nan bau. Dalam hati kecilnya ia bersyukur bisa pindah ke situ.

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang