6. Sisi Lain Azka

355 44 6
                                    

Azka sampai di rumah pukul 4 sore. Ia langsung membanting tubuhnya di sofa ruang tamu. Sungguh, ia lelah sekali di hari pertamanya sekolah. Baru hari pertama saja ia sudah mendapat masalah dan mempermalukan dirinya sendiri.

Azka memukul-mukul sofa dengan frustasi. Ia rasanya ingin teriak saja. Saat sedang merutuki nasib jeleknya, ia mendengar pintu utama terbuka.

"Azka, baru pulang?" sapa Abangnya sambil membawa beberapa tote bag berisi belanjaan.

Azka reflek berdiri dan membantu Abangnya membawa satu tote bag.

"Iyah, baru banget sampe."

Tote bag berisi belanjaan itu ditaruh di atas meja makan dapur dan mulai dibongkar satu persatu oleh sang Abang untuk diletakkan pada tempatnya. Azka ingin membantu tapi ia masih merasa asing dengan rumah yang baru ditempatinya dua minggu ini. Bahkan ia pernah mencari gunting selama satu jam dan ternyata digantung pada dinding dapur.

"Mandi dulu sana, abis itu turun makan, nanti Abang bikinin mi instan yang baru aja rilis rasa baru," pinta Abangnya yang masih sibuk membereskan barang belanjaan.

Azka hanya mengangguk dan bergegas menuju kamarnya. Ia menaruh tasnya di meja belajar. Lalu keluar kamar lagi untuk mandi. Sebelumnya ia menyiapkan piyamanya terlebih dahulu di atas kasur agar nanti langsung pakai saja.

Setelah selesai, Azka kembali lagi ke dapur untuk menghampiri Abangnya yang tadi bilang ingin memasakkan mi instan rasa terbaru.

"Azka, kamu suka yang rare, medium, atau well done?" tanya Abangnya saat melihat Azka masuk ke dapur.

Azka mengernyit bingung. Bukannya tadi Abangnya itu ingin memasak mi, mengapa sekarang bertanya begitu, memangnya sedang memasak steak.

"Maksudnya tingkat kematangan mi, kamu ini bener-bener amatir banget masalah mi instan, bisa-bisanya," Abangnya melanjutkan karena melihat Azka yang planga-plongo.

Azka mengangguk paham. Ia baru tahu ada tingkat kematangan mi. Maklum, terakhir kali makan mi instan saja dia sudah lupa.

"Azka ikut Abang aja gimana enaknya."

Abangnya mengangguk-ngangguk paham. Lima menit kemudian semangkuk mi instan berkuah dengan aroma khas micin diletakkan di depan Azka.

Azka mencium baunya. Tiba-tiba perutnya keroncongan. Tadi siang ia tidak mengambil jatah makan siangnya di sekolah, ia terlalu malas untuk makan, sudah terlanjur malu di depan dua teman sekelasnya. Ia takut bertemu mereka lagi di kantin. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bersembunyi di perpustakaan hingga waktu istirahat selesai.

Azka mengambil garpu dan sendok. Lalu mengaduk mi-nya sebentar. Mengambil sedikit kuah yang baunya sangat menggoda itu, meniupnya beberapa kali, lalu memasukkannya ke mulut. Mata Azka seketika membesar saat rasa micin yang nikmat menyatu di mulutnya. Apa ini?. Kenapa rasanya seenak ini. Tanpa basa-basi lagi ia mulai memakannya dengan lahap.

Sang Abang yang duduk di hadapannya tersenyum senang saat adiknya begitu menikmati mi instan buatannya. Ia pun mulai menikmati semangkuk mi di depannya juga.

"Kamu beneran jarang banget makan mi?" tanya Abangnya di sela-sela menyantap mi-nya.

Azka mengangguk cepat. Ia tidak mau berbicara sekarang, ia ingin menikmati mi-nya dengan hikmat. Tak butuh waktu lama ia sudah selesai menghabiskannya. Meneguk segelas air putih dan membawa mangkuk bekas makannya untuk langsung dicuci. Sementara Abangnya masih makan.

"Kamu kalo di rumah Mama emang nggak boleh makan mi?" tiba-tiba Abangnya bertanya.

Saat ditanya seperti itu, Azka jadi menghentikan tangannya yang sedang mencuci mangkuk. Ia terdiam sejenak. Ia jadi rindu dengan Mama dan rumah lamanya. Biasanya ia akan dimarahi berjam-jam jika ketahuan makan makanan tidak sehat atau sembarangan.

"Heh, malah bengong."

Azka tersadar dari lamunannya dan melanjutkan aktivitas mencucinya yang sempat tertunda.

"Iya, Mama paling nggak suka ada makanan instan dan nggak sehat di rumah," jawab Azka singkat.

"Mama itu gimana sih waktu tinggal sama kamu?"

Pertanyaan kedua dari Abangnya sontak membuat Azka semakin mengingat sosok wanita cantik yang selama ini selalu ada untuknya. Ralat, dulu selalu ada untuknya.

"Gitu deh," jawab Azka singkat tanpa mau menjawab lebih panjang lagi. Ia tidak mau memori yang dulu-dulu hadir kembali. Ada banyak hal buruk yang coba Azka lupakan

"Azka ke kamar dulu yah, Bang, ada PR. Makasih mi-nya, enak," Azka buru-buru pergi ke kamar bahkan sebelum Abangnya menjawab.

Hal itu pun menimbulkan tanda tanya besar di benak sang Abang. Mengapa Azka menghindar?.

---

Setelah sampai di kamarnya, Azka langsung membanting tubuhnya di kasur. Ia menyelimuti semua badannya. Banyak memori buruk tiba-tiba terlintas di pikirannya. Ia berusaha membuang jauh-jauh, tapi semakin berusaha dilupakan, semakin banyak yang berdatangan.

Azka menyibak selimutnya dan bangkit untuk mencari ponselnya. Ia mencari musik klasik di ponselnya, memasang earbuds dan memutar musiknya dengan volume yang cukup keras, berharap bisa membuat fokusnya ke musik tersebut dan bayangan memori-memori buruk hilang dari kepalanya.

Berhasil, tak sampai 15 menit, Azka sudah bisa mengusir bayangan memori buruk itu. Sekarang matanya memberat dan pada akhirnya ia memutuskan untuk tidur.

---

Entah berapa lama ia tertidur. Tiba-tiba Azka terbangun dengan napas yang terengah-engah dan tubuh berkeringat. Earbuds yang tadi terpasang di telinganya sudah entah kemana. Ia baru saja mimpi buruk. Ia berusaha duduk dan menenangkan dirinya dengan mengambil napas dalam-dalam, tapi tetap tidak bisa. Tangannya bergetar dan matanya sudah buram sekarang.

Selesaikan.

Sebuah suara entah darimana tiba-tiba terdengar di telinga Azka. Sontak Azka menutup telinganya dengan kuat. Ia juga menutup matanya. Kini tubuhnya sudah bergetar dengan hebat.

Selesaikan semuanya, Azka.

Suara itu semakin terdengar keras, Azka menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Tidak mau," ucap Azka lirih.

Sekarang! Selesaikan!

"Arghhhh," Azka berteriak seperti kesakitan.

Tak lama kemudian badannya berhenti bergetar walau napasnya masih memburu. Ia berdiri dan berjalan keluar kamarnya. Matanya sudah berkabut. Ia tidak bisa berpikir apa-apa lagi sekarang. Pada akhirnya, ia menyerah dan mengikuti suara-suara itu.

Ayo, Azka. Kita selesaikan semuanya. Sekarang juga.

Azka melangkah ke dapur. Ia bahkan menghiraukan Abangnya yang bertanya ia kenapa. Azka melewatinya seolah-olah tidak ada siapa-siapa. Tujuannya hanya satu, mengakhiri semuanya.

Azka mengambil pisau paling besar yang ada di dapur. Samar-samar ia mendengar teriakan panik Abangnya. Tapi, seluruh tubuhnya terasa tenggelam di palung terdalam. Semua suara di sekitarnya seolah-olah ditenggelamkan oleh air.

Azka mengangkat pisau tersebut dan menggoreskannya dengan kuat ke arah nadi tangannya. Semuanya terjadi begitu cepat. Darah menggenang dengan cepat, begitu juga tubuh Azka yang terjatuh didekapan Abangnya.

Matanya sudah tidak bisa melihat apapun, semuanya buram dan berwarna merah. Ia tersenyum di sisa kesadarannya. Tugasnya sudah selesai. Azka sudah menyelesaikannya.

Untuk terakhir kalinya, kepada Baskara, tugasku sudah selesai. Tolong rengkuh aku dalam kedamaian.

---

Hai, ketemu lagi sama aku (✯ᴗ✯). Pelan-pelan konflik cerita ini mulai dikupas. Mungkin cerita ini bakalan panjang sampai 30 episode lebih, aku masih belum tahu. Pokoknya tetap ikutin Azka sampai ia bahagia yah. Terima kasih. ( ꈍᴗꈍ)

Jakarta, 7 April 2022
Aku yang pura-pura ga kenal sama skripsi.


Revisi: 5 Mei 2022

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang