24. Terima Kasih

215 35 8
                                    

"Yo, wasap Azka, pagi-pagi udah mantengin buku kimia aja," celetuk Je yang baru sampai kelas.

Azka yang sedang membaca-baca materi langsung mengindahkan fokusnya ke arah Je. Terlihat Je berangkat sendirian.

"Nggak bareng Kevin?" tanya Azka sambil kembali membuka-buka halaman buku kimia yang ada di mejanya.

"Nggak tau, tuh. Tadi pagi gua WA tapi nggak dijawab. Ya, udah, gua tinggal aja." Kini Je mengeluarkan ponselnya untuk mengecek apakah pesannya sudah dibaca atau belum oleh Kevin. Tapi nihil, pesannya belum dibuka oleh Kevin, bahkan info terakhir dilihatnya semalam.

"Kemana ini bocah? Dari semalem nggak buka WA," gerutu Je lalu memasukkan ponselnya ke saku.

"Mungkin dia sibuk belajar lagi kali. Tahu sendiri sekarang udah mendekati ujian tengah semester." Ucapan Azka barusan disetujui Je dalam hati, sahabatnya itu memang suka begadang tanpa ingat waktu jika sudah mendekati ujian.

"Mau belajar apa nggak juga nilainya mentok di situ-situ aja."

"Makanya itu, Kevin pasti pengen dapetin yang lebih baik lagi. Orang tuanya suka nuntut," timpal Azka yang kini sudah berganti membaca buku Bahasa Indonesia.

"Kok, lu tau, sih? Perasaan Kevin cuman pernah cerita ke gua doang kalo orang tuanya tipe yang nuntut." Je mengerutkan keningnya.

"Aku pernah nggak sengaja liat Kevin yang lagi kesel sendiri gara-gara nilainya cuman dapet delapan, abis itu besoknya dia berangkat sekolah sambil nggak semangat. Kayanya abis dimarahin orang tuanya, nggak tahu kalo beneran, aku cuman nebak doang," jelas Azka panjang lebar.

Je hanya mengangguk-ngangguk paham. Saat sudah mendekati bel masuk, Kevin baru sampai dengan napas yang terengah-engah dan keringat di tubuhnya.

"Gua kesiangan, tadi ditinggal Papi gua, semalem abis belajar," jelas Kevin ketika mendapat tatapan kedua sahabatnya.

"Untung aja masih belum bel." Azka memberikan sebungkus tisu pada Kevin untuk mengelap keringatnya.

"Thank's."

Setelah bel berbunyi dan kegiatan belajar mengajar dimulai.

---

"Waktunya tinggal seminggu lagi. Menurut gua penampilan kita udah oke. Sekarang kita pikirin mau pake baju apa." Aci memberikan feedback ketika keempatnya selesai latihan.

Ya. Azka, Je, Kevin, dan Aci baru selesai melakukan latihan pada jam istirahat. Penampilan mereka sudah layak untuk ditonton. Kini permasalahannya adalah menemukan baju untuk dipakai.

"Eh, gua kira tetep pake seragam," ucap Je sambil membereskan peralatan yang dipakai saat latihan.

"Kata si Irham, ketua pelaksana, pengisi acara dibebasin mau pake baju apa aja asalkan sopan," Aci menjelaskan sambil membereskan peralatan satu set angklungnya.

"Aku nggak ada banyak baju. Jadi, pake yang basic aja," saran Azka sambil mengingat-ingat lemarinya hanya berisi beberapa potong pakaian.

"Betul, nggak usah yang heboh-heboh gitu. Cukup keliatan rapi sama bersih. Nggak Je, gua nggak mau pake konsep rock chic," ungkap Kevin sambil memotong ucapan Je yang akan membuka mulutnya.

"Tau aja lu," kesal Je.

Je memang suka memakai baju dengan konsep rock chic dan juga hip hop street wear. Tentu saja keduanya tidak cocok untuk acara sekolah.

Azka dan Aci tertawa melihat Je yang cemberut. "Bebas aja gimana? Biar kita punya identitas masing-masing, jadi diri kita sendiri," usul Azka.

"Boleh, tuh. Kalo disamain gua juga bingung. Selera kita pasti beda-beda," timpal Je sambil melirik sinis ke Kevin.

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang