21. Kembali ke Rutinitas

238 37 12
                                    

"Nanti pulangnya Mahen yang jemput, yah. Kamu telpon aja nanti," ujar Papa yang mengantar Azka ke sekolah.

"Iya, Pa. Azka masuk dulu." Azka memakai tasnya dan hendak membuka pintu mobil.

"Eh, fist bump dulu," kata Papa sambil menyodorkan kepalan tangannya pada Azka.

Azka tertawa singkat dan melakukan fist bump dengan Papa. Setelahnya masuk ke dalam sekolahnya.

"Ets, Dek Azka udah sembuh," sambut Je saat Azka sampai di kelasnya.

"Bagus, deh. Nanti pas istirahat kita bisa latihan berempat lagi. Kemaren cuma gua, Je, sama Aci," kata Kevin yang memindahkan fokusnya dari buku catatan ke kedua sahabatnya.

"Oke," jawab Azka. "Kevin, boleh liat catetan pas aku nggak masuk?" Azka mengubah topik.

"Oh, boleh. Bentar, lu ketinggalan matpel apa aja, sih? Gua ambilin buku gua di loker, nih." Sekolah Nusa memang meninggalkan semua bukunya di loker yang tersedia. Murid hanya membawa pulang buku yang dibutuhkan untuk mengerjakan PR saja ke rumah, selain itu murid juga dibolehkan mencatat dengan elektronik pendukung seperti tablet. Sehingga tas yang dibawa tidak terlalu berat.

"Kayanya Matematika Peminatan, Fisika, Bahasa Indonesia, Jerman, sama Kimia, deh," jawab Azka mengingat-ngingat.

"Cuman Bahasa Indonesia sama Jerman doang yang nyatet. Sisanya materi udah dikirim ke kita via Nusa Work." Nusa Work adalah suatu website yang dibuat khusus untuk murid-murid Nusa. Isinya seperti materi setiap pertemuan, video pendukung materi, latihan soal, rekap nilai, dan juga fitur lainnya seperti jumlah tagihan sekolah.

Kevin mengambil buku catatannya dan memberikannya ke Azka. "Nih, kalo tulisannya agak nggak jelas, sorry, yah." Kevin memberikan buku catatannya pada Azka.

"Nggak papa, kok. Makasih, yah." Azka membuka buku catatan Kevin dan menyalin beberapa catatan yang ketinggalan ke dalam tabletnya. Azka lebih suka mencatat di tabletnya ketimbang di buku, merepotkan pikirnya. Sementara Kevin mencatatnya rapi di buku, menurut Kevin, dirinya lebih terlihat belajar jika menulis di buku. Sementara Je entah dimana ia mencatat pelajaran. Azka tidak pernah melihatnya.

Je sedang memainkan ponselnya di meja sebelah Azka. Azka, Je, dan Kevin memang duduk berdekatan di putaran kali ini. Tempat duduk mereka selalu diputar setiap satu bulan sekali. Agar semua murid merasakan rasanya belajar di depan, tengah, dan belakang. Begitu kata wali kelas mereka.

"Wah, gila!" pekik Je yang membuat Azka dan Kevin menoleh.

"Ngapa lu?" tanya Kevin yang kembali mencatat sesuatu di bukunya.

"Ini gua lagi scroll berita. Ada yang lagi rame, nih. Katanya polisi lagi ngulik kasus kasus jual beli organ secara ilegal. Yang baca beritanya udah 100 ribu lebih," jelas Je singkat sambil terus menatap pada layar ponselnya.

"Ah, itu, mah, udah biasa Je. Banyak, kan, kasus kaya gitu," tanggap Kevin.

"Nggak gitu, Vin. Pelakunya katanya dokter gitu, trus target dia tuh anak-anak usia remaja."

Azka yang daritadi hanya menyimak, menghentikan kegiatan menyalin catatan Kevin. Tertarik dengan berita dari Je.

"Pelakunya dokter?" tanya Azka.

"Iya, Ka. Cuman polisi belum tau dalang aslinya siapa, masih dalam tahap pencarian. Tega banget nggak, sih?" Je terlihat emosi.

"Semoga pelakunya cepat ketemu," ucap Azka.

"Eh, iya. Kita kapan mau ngerjain Fisika?" tanya Kevin mengubah topik.

"Hari ini aja, yuk. Pulang sekolah Di rumah lu, Vin," jawab Je.

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang