27. The Storm

228 36 12
                                    

Warning! Aku belum cek typo, jadi mohon maaf.

---

Azka membuka matanya perlahan. Rasa pusing langsung menyerangnya. Setelah mengerjap-ngerjapkan matanya sedikit, Azka baru bisa melihat jelas. Langit-langit yang familiar menyapanya. Azka mendudukkan badannya dan melihat ke sekeliling. Ini kamarnya. Kamarnya yang ada di rumah Mamanya. Itu berarti dia ada di rumah Mamanya.

Kejadian-kejadian sebelum dirinya pingsan terputar kembali. Ia ingin pulang dan sedang menghampiri jemputannya setelah mengisi acara di sekolah. Tapi tiba-tiba dirinya dibekap dari belakang. Saat akan berteriak minta tolong, sebuah suntikan berisi obat bius disuntikkan ke dirinya. Seketika ia mulai kehilangan kesadaran, hal yang terakhir dia ingat adalah dirinya dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa pergi. Jadi, Mamanya adalah pelakunya.

Azka bangkit dari kasurnya dan mencari-cari tasnya. Ia perlu ponselnya untuk menghubungi Mahen dan Papanya. Tapi tak terlihat dimanapun ponsel itu. Azka mendesah berat, Mamanya pasti sudah mengambil tasnya. Azka terduduk di kursi meja belajar. Pandangannya berkeliling, sudah lama juga ia tidak ada di sini. Azka berjalan menelusuri rak bukunya. Kini barang yang sering disentuhnya dulu sudah berdebu. Kentara sekali kamarnya ini tidak pernah tersentuh.

Azka menuju pintu kamarnya dan hendak keluar. Saat memutar knop pintu, pintu terkunci. Tidak ada kunci yang menggantung. Azka panik. Ini namanya penculikan. Azka berjalan mondar-mandir sambil meremas-remas ujung kemejanya. Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan? Papa dan Mahen pasti khawatir. Sekarang sudah pukul 11 malam.

Saat Azka sedang sibuk memikirkan jalan keluar, pintu dibuka dari luar. Tampak sosok Mamanya masuk ke dalam lalu mengunci pintunya lagi. Azka berdiri mematung dan tanpa sadar mundur beberapa langkah.

"Kamu udah bangun? Baik-baik aja, kan?" tanya Mama dengan senyum. Azka hampir meneriakkan bahwa dirinya tentu saja tidak baik-baik saja. Ia diculik. Dan pelakunya adalah ibu kandungnya sendiri.

Tapi akhirnya Azka hanya bisa mengangguk. "Aku baik-baik aja."

"Bagus. Kamu istirahat dulu. Besok ikut Mama." Mama membuka kunci dan akan berjalan keluar.

"Dimana ponsel aku?" tanya Azka sebelum Mamanya hilang dari balik pintu.

Mama berhenti. "Kamu nggak butuh itu Azka." Terdengar suara pintu dikunci dari luar.

Azka menjatuhkan dirinya di kasur. Sempurna sudah. Kini ia diculik, tidak bisa berbuat apa-apa. Azka melirik segelas air yang ada di atas meja belajar. Azka menghampirinya, ia haus. Tanpa ragu Azka meminumnya. Tak lama kemudian, entah kenapa dirinya merasa sangat mengantuk. Ia berbaring di kasur dan tidur.

---

"Kita harus cari Azka, Pa!" Mahen berucap panik pada Papanya.

Azka hilang. Pak Tinton atau supir Azka bilang kalau dia sudah menunggu Azka selama berjam-jam tapi Azka tidak muncul juga. Akhirnya Pak Tinton pulang dan memberi kabar tersebut pada Mahen dan Papa. Mahen yang memiliki nomor Je dan Kevin (Mahen memintanya pada Azka untuk mengirimkan instrumen lagu) langsung menghubungi keduanya. Je dan Kevin berkata bahwa Azka sudah pulang sebelum jam 6 sore. Bahkan pihak sekolah juga mengatakan kalau Azka sudah keluar dari sekolah menurut data dari kartu pelajar yang selalu di-scan saat seluruh siswa akan masuk dan keluar dari area NUSA.

"Papa tahu, Hen. Tapi kita harus tahu jelas dulu kemana Azka pergi. Supaya pencarian kita juga nggak melenceng jauh." Papa masih berusaha tenang.

"Sekarang udah jam 11 malem, Pa. Azka nggak mungkin pergi kemana-mana sebelum ijin. Temennya juga cuman Je sama Kevin. Apa kita lapor polisi aja?" Mahen terlihat gusar daritadi. Ia tidak bisa melacak Azka dari GPS-nya. Ponsel Azka mati. Ia sudah menelponnya ratusan kali, tapi semuanya dijawab oleh operator.

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang