23. Hal yang Disembunyikan

214 35 5
                                    

Hasil konsultasi menyebutkan bahwa apa yang diungkapkan Azka adalah 50% jujur dan 50% tidak. Itu yang disampaikan Kak Deon kepada Papa Azka. Kak Deon bilang ada sesuatu yang masih disembunyikan Azka dan ia masih belum mau berbagi. Tapi tidak apa-apa seiring berjalannya waktunya pasti semuanya akan terungkap.

Papa memperhatikan Azka dan juga Mahen yang sedang berbincang di kursi belakang mobil. Azka tampak memperhatikan ponsel milik Mahen sambil tertawa, entah apa yang sedang kedua anaknya tonton itu. Walaupun keduanya sudah beranjak besar, akan tetapi Azka dan Mahen masih menjadi tanggung jawabnya penuh. Mantan istrinya itu tidak bisa lagi ia percayai setelah melihat Azka yang takut melihat sosok Mamanya.

Jujur saja, ia merasa menyesal telah menyerahkan putra kembarnya Azka dan Aksa pada mantan istrinya itu. Saat mendengar kabar meninggalnya Aksa, ia sangat terpukul. Walau sedari kecil tidak tinggal bersama dirinya, ia tetap seorang ayah yang ikut andil dalam kehidupan putra-putranya. Mantan istrinya itu memberikan informasi kepergian Aksa dengan sangat terlambat, ia baru tahu ketika sudah 2 bulan kepergian Aksa. Masih jelas diingatannya, ia dan Mahen yang mengunjungi makam Aksa.

Setelah mengabarkan kepergian Aksa, mantan istrinya itu mengancam untuk tidak membahas mengenai Aksa lagi, terutama pada Azka. Tidak jelas apa alasannya, mantan istrinya itu hanya mengatakan lewat ponsel untuk seolah-olah melupakan kehadiran Aksa. Maka dari itu, dirinya dan Mahen tidak pernah membahas terkait Aksa. Ia berniat mencari tahunya tapi tiba-tiba sosok Azka muncul di rumahnya.

Waktu itu Azka tidak mengatakan apapun selain beralasan Azka ingin tinggal bersamanya. Ia senang, hitung-hitung membalas hutang karena tidak pernah merawat anak bungsunya. Tapi ternyata semuanya di luar dugaan. Jika tahu Azka mengalami masalah saat tinggal dengan mantan istrinya, sudah dari dulu ia akan menjemputnya. Sebelum semuanya terlambat seperti ini.

"Papa!" teriak Mahen dari kursi belakang.

Seketika lamunan Papa buyar.

"Kenapa, Hen? Bikin kaget aja," tukasnya sambil memperhatikan jalanan di depan.

"Jangan melamun gitu. Mahen masih mau nikah, yah," omel Mahen ketika melihat Papa yang melamun tadi.

"Azka masih harus tampil nyanyi sama Je juga Kevin," Azka ikut-ikutan memprotes.

Papa tertawa sebentar, "Iya, iya, ini Papa fokus, kok."

Setelahnya perjalanan menuju ke rumah berjalan dengan cepat. Saat sampai, Azka langsung turun dari mobil dengan cepat, membuka pintu dan memanggil Archie. Archie ternyata sedaritadi menunggu di depan pintu. Sungguh lucu melihat Archie yang melompat-lompat kegirangan saat majikannya pulang.

"Abang, masak mi-nya sekarang, yah." Perut Azka sudah keroncongan minta diisi.

"Kuy." Mahen berkata sambil menjentikkan jari telunjuknya, pertanda menyuruh Azka mengikutinya ke dapur.

"Mau rasa apa?" tanya Mahen sambil membuka lemari yang berisi persediaan makanan.

Azka memperhatikan ada stok mi apa saja di dalamnya. Ia memilih-milih dengan antusias, membaca tulisan rasa yang tertera di kemasannya. Lalu pilihannya jatuh pada mi goreng yang bertuliskan rasa spageti.

"Yang ini." Azka memberikan satu bungkus mi pilihannya ke Mahen.

"Siap, silakan tunggu di meja makan," ucap Mahen diiringi tawa keduanya.

Azka menunggu di meja makan sembari memperhatikan bagaimana Mahen membuat mi tersebut. Ia berusaha menghapalkan langkah demi langkah agar nanti ia bisa membuatnya sendiri ketika Mahen tidak ada di rumah.

Dalam sekejap, sepiring mi instan yang beraromakan spageti saus tomat itu sudah terhidang di depannya. Dengan cepat Azka mengambil garpu, menyendokkan mi itu, meniupnya agar tidak terlalu panas, lalu melahapnya. Ajaib!. Bagaimana bisa mi instan ini rasanya benar-benar seperti spageti saus tomat?. Tanpa banyak bicara, Azka menghabiskan mi instan itu dengan cepat. Setelah selesai ia menenggak segelas air putih.

Azka mengedarkan pandangannya, Mahen sudah tidak terlihat di dapur, sepertinya ia sudah pindah ke kamar. Azka bangkit dari duduknya sambil membawa piring dan gelas kotor bekas makanannya ke bak cuci piring. Ada piring bekas sarapan di situ. Azka berinisiatif untuk mencucinya.

Sambil mencuci piring pikirannya kembali pada sesi konsultasi dengan Kak Deon. Pertanyaan yang diajukan semuanya berputar pada kembarannya, Aksa. Kepergian Aksa memang belum lama, oleh karena itu rasa sakitnya pun masih sama. Azka sadar sepertinya Kak Deon tahu jika jawaban saat konsultasi tadi tidak sepenuhnya jujur.

Azka mencuci tangannya dan bergegas ke kamar. Menutup pintu dan merebahkan dirinya di kasur. Dengan lengan kanan yang menutupi matanya, Azka langsung tertidur karena lelah, ia bermimpi beberapa tahun yang lalu. Saat dirinya masih tinggal dengan Mama dan juga Aksa.

---

"Azka, kan udah gua bilang, jangan pulang dulu ke rumah sebelum gua pulang!" bentak Aksa di depan Azka yang sedang duduk di kamarnya.

Aksa baru saja pulang dari sekolah, seragam SMP masih melekat di badannya.

"Kenapa? Kalau nungguin kamu selesai latihan sepak bola aku bosen," ujar Azka.

"Pokoknya nggak boleh! Untung hari ini Mama nggak pulang cepet. Inget, yah. Jangan ada di rumah kalo gua nggak ada, titik!" ucap Aksa sambil berlalu dari kamar Azka.

Azka hanya menatap kepergian saudaranya dengan bingung. Aksa itu aneh, Aksa tidak suka jika Azka dekat-dekat dengan dirinya di sekolah, tapi saat di rumah, Azka tidak boleh hilang dari pandangannya barang satu menitpun.

Mimpi Azka berpindah ke lain hari. Saat Azka yang terbangun tengah malam karena keributan di luar. Azka ingin keluar tapi ia takut, jadi ia hanya menguping dari dalam kamarnya.

"Aku nggak mau, Ma! Kenapa harus aku?" teriak protes Aksa.

"Harus kamu! Nggak ada yang lain! Ayo, ikut Mama sekarang ke rumah sakit! Mama butuh darah kamu!" bentak Mamanya.

Dari celah pintu kamarnya yang terbuka, mata Azka bertemu dengan Aksa. Azka ingin keluar dan menyelamatkan Aksa yang sedang ditarik paksa Mamanya. Tapi Aksa menggeleng pelan dan seolah memohon padanya untuk tidak keluar.

"Ikut Mama! Atau Azka yang Mama bawa!"

Saat mendengar nama saudara kembarnya disebut, Aksa langsung terdiam dan menurut saat ditarik oleh Mama. Dapat Azka lihat dengan jelas bagaimana tatapan sendu Aksa sebelum hilang dibalik pintu.

---

Azka terbangun dari mimpinya. Ia duduk dan merasakan keringat dingin mengalir dan membasahi bajunya.

"Kalau waktu itu aku cegah, kira-kira kamu masih ada di sini apa enggak, Aksa?" tanya pelan Azka pada dirinya

Kepada Baskara, sepertinya dirimu mulai tertutupi awan kelabu?

---

Terima kasih sudah menemani Azka di bab ini.
Jaga kesehatan, yah kalian semua. Cuaca nggak pasti banget hari-hari ini.
Semoga apa yang sedang kalian lakukan mendapat kemudahan.
Sampak ketemu di bab selanjutnya.
Ini gambaran sosok Azka yang ada di imajinasiku.

Jakarta, 2 Juni 2022
Bingung mau ngapain akhir-akhir ini

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang