16. Aksa?

267 39 12
                                    

Paginya Azka bangun dengan kepala yang sakit dan juga pening. Azka melihat ke arah matahari yang sudah terlihat tinggi dari jendela. Jam berapa ini? Sepertinya sudah lewat tengah hari. Azka menyibakkan selimutnya dan melangkah keluar kamar.

Rumahnya terlihat sepi. Azka melihat buntelan bulu hidup yang sedang tertidur di ruang tengah tanpa minat. Ia mendengar suara-suara di dapur. Azka mendekati suara tersebut. Terlihat seseorang yang sedang memasak mi instan di sana.

"Eh, Azka udah bangun? Gimana keadaannya?" tanya Mahen yang melihat adiknya masuk ke dapur.

Azka mengabaikan perkataan Mahen dan mengambil air dingin di kulkas. Mahen yang tidak mendapatkan jawaban dari Azka pun menghampiri adiknya itu.

Setelah kejadian sore itu, Azka mengalami demam malamnya. Maka dari itu, Papa menelpon wali kelas Azka untuk mengatakan Azka tidak bisa berangkat karena sakit.

Mahen meletakkan telapak tangannya di dahi Azka untuk mengecek suhu badannya. Azka berjengit kaget dan menepis tangan Mahen dengan kasar.

Plak

"Diem dulu, Abang mau cek demamnya udah turun belum," uluran tangan Mahen berhenti saat mendengar suara dingin Azka.

"Jangan sentuh," ucap Azka dingin sambil menatap Mahen dengan tajam.

Mahen terkejut mendengar suara Azka. Ada apa dengan adiknya? Apakah demam tinggi semalam membuat otaknya bergeser?

Azka meminum air dinginnya dan hendak melenggang pergi dari dapur. Mahen buru-buru menahannya, ia tadi diberi pesan oleh Papa untuk jangan lupa memberikan makan kepada adiknya.

"Tunggu dulu, kamu belum makan apa-apa dari semalem. Mau makan apa?" tanya Mahen sambil menarik Azka untuk duduk di meja makan.

"Aku bilang jangan sentuh!" Azka menaikkan suaranya dan menarik tangannya kasar. Mukanya memerah tanda kesal.

Mahen benar-benar terkejut melihat sikap Azka. Azka tidak pernah marah ataupun berbicara dengan nada tinggi kepada yang lebih tua. Ia bingung menghadapi situasi ini.

"Oke, Abang nggak bakalan pegang kamu. Tapi sekarang Abang bener-bener bingung sama kelakuan kamu. Kamu ini lagi puber atau gimana, mood swing atau apalah Abang nggak tau bahasa remaja jaman sekarang," Mahen meracau kebingungan menghadapi adiknya yang tiba-tiba bangun tidur dan bertingkah laku aneh. Bahkan sekarang Azka menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Oke, kita ke dokter sekarang, kayanya demam kamu parah trus jadi nggak jelas kaya gini. Oke, Azka kita siap-siap," pinta Mahen ia mematikan kompor bekas merebus mi instannya. Mahen mengesampingkan niat awalnya yang ingin makan.

"Kamu siapa berani perintah aku? Jangan panggil Azka karena aku bukan Azka," ucap Azka tegas sambil berlalu pergi dan meninggalkan Mahen yang tercengang.

Sungguh ia sekarang sudah bukan bingung lagi, tapi takut. Terjadi sesuatu pada adiknya. Bagaimana bisa Azka berubah 180° dalam semalam?

Mahen mengejar Azka yang kini sudah di kamarnya dan sedang berganti baju.

"Azka kamu jangan ngerjain Abang, yah. Kamu ini kenapa berubah?"

Ucapan Mahen hanya dianggap angin lalu oleh Azka. Azka mengganti piyamanya dengan setelan kemeja dan celana bahan. Dua kancing teratas ia biarkan terbuka. Lalu mengambil kacamata berbingkai hitam di laci meja belajarnya dan memasukkan beberapa barang ke dalam tas kecil.

"Mau kemana kamu sekarang, Azka? Hei! kamu semalam baru aja demam tinggi. Istirahat di rumah. Trus sejak kapan kamu pake baju begitu?" Mahen terus mengoceh di belakang Azka. Azka terus mengabaikannya, seolah-olah tidak ada eksistensi Abangnya itu.

Setelah selesai, Azka keluar dari kamar dan bergegas pergi. Mahen benar-benar kelimpungan sekarang.

"Azka, kamu nggak boleh pergi! Berhenti di situ!" Mahen meninggikan suaranya, ia kesal dengan adiknya yang berubah dan tidak mau mendengarkan kata-katanya.

Mahen terkejut saat melihat Azka yang mengambil kunci motor miliknya. Ia tidak tahu kalau Azka bisa mengandarai kendaraan bermotor roda dua tersebut. Terlebih lagi motornya adalah jenis Kawasaki Ninja ZX-25R. Motor dengan badan Azka saja, masih jauh lebih besar motornya.

Mahen menggengam kencang tangan Azka, "Azkara, dengerin Abang!" Kali ini emosi Mahen sudah tidak bisa ditahan lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mahen menggengam kencang tangan Azka, "Azkara, dengerin Abang!" Kali ini emosi Mahen sudah tidak bisa ditahan lagi.

Brak

Azka mendorong kuat badan Mahen hingga terjatuh. Mahen benar-benar terkejut saat didorong keras oleh adiknya.

"Berisik! Aku bukan Azka! Jangan panggil aku, Azkara! Namaku Aksara!" ucap Aksa tegas lalu keluar dengan cepat dari rumah sambil membawa kunci motor Mahen.

Mahen membelalakkan matanya tidak percaya. Ia masih shock hingga tidak bisa menahan Azka pergi. Ia tersadar saat suara motornya yang dinaiki Azka berlalu.

Mahen mengambil ponsel di sakunya dengan tangan bergetar. Ia berniat menghubungi Papa. Ada yang salah dengan Azka. Azka yang barusan bukanlah Azka yang ia kenal. Bahkan ia menyebut dirinya 'Aksara' bukan 'Azkara'.

Mahen mendekatkan ponselnya ke telinga. Saat nada sambung terhenti, ia bisa mendengar suara Papa.

"Halo, Mahen. Ada apa?" tanya Papa di seberang sana.

"Pa..." nada suaranya tercekat.

"Kenapa, Mahen? Apa terjadi sesuatu?" suara Papa terdengar panik.

"Azka aneh, Pa. Dia kaya bukan Azka," akhirnya keluar juga suara Mahen.

"Maksud kamu? Azka ada di rumah, kan?"

"Barusan dia pergi. Dia bawa motor aku, Pa. Azka yang naik. Aku nggak tahu. Tadi Azka bilang dia bukan 'Azkara' tapi 'Aksara'," jelas Mahen dengan suara panik.

Terdengar hening beberapa saat di seberang sana.

"Motor kamu dipasang GPS, kan? Pantau dari situ. Papa sampai di rumah 1 jam lagi. Kita samperin adik kamu bareng-bareng."

Sialan. Karena terlalu terkejut Mahen jadi lupa kalau motornya dilengkapi GPS. Mahen seringkali menaruh motornya di sembarang tempat dan lupa. Papa sudah berulangkali memarahinya, tapi Mahen terus mengulanginya. Oleh karena itu, Papa memasangkan GPS di motor Mahen.

"Tapi, Pa, Azka baik-baik aja, kan?" tanya Mahen khawatir.

Terdengar helaan napas di sana.

"Papa harap begitu."

Setelahnya sambungan terputus. Mahen duduk di kursi ruang tengah sambil buru-buru melihat GPS motornya. Azka belum pergi jauh dari sini. Tapi, Azka pergi kemana Mahen juga tidak tahu.

Sebenarnya apalagi yang terjadi pada adiknya itu?

Kepada Angkara, bisakah aku egois dan berharap untuk diberikan banyak kebahagiaan setelah semua masalah ini berlalu?

---

Hai! Aku update bab baru hari ini untuk pengganti hari kamis kemarin (◕ᴗ◕✿)
Maaf banget untuk ketidaknyamanannya karena kemarin aku kelewatan beberapa detail kaya di awal aku pake sebutan 'Ayah' tapi setelahnya berubah jadi 'Papa'. Tenang aja udah aku revisi (◔‿◔)
Selebihnya nggak ada yang berubah, jadi kalian nggak perlu baca ulang dari awal.

Terima kasih juga yang udah nemenin Azka, eh Aksa di bab ini. Kalau bingung, ditunggu bab selanjutnya, yah (。•̀ᴗ-)✧

Jakarta, 8 Mei 2022
Hari ini liburan terakhir ㅠㅠ

(1) Aksara Azkara (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang