Bagian keempat belas:
Kelas sudah usai. Langkahnya santai menghampiri Gita yang sudah menunggunya di perpustakaan kampus. Dengan membawa beberapa peralatan rajut yang sudah disarankan oleh Gita. Tumben sekali, Gita ingin belajar menjahit dan merajut dengan Alzea. Wajar saja, Gita sangat takut dengan jarum jahit.
Alzea berjalan melewati berbagai orang yang tengah berdiri di sepanjang lorong. Mereka memperhatikan begitu dalam. Semenjak kedekatannya dengan dosen muda bernama Zidan itu, semua orang seakan memperhatikannya dan menjudges Alzea dengan hal yang aneh-aneh.
"Ini dia si tukang caper biar nilainya tinggi! "Celetuk seorang wanita yang menggunakan ripped jeans lengkap dengan stripe tes berwarna hitam itu.
Alzea tetap melangkah dengan keberanian.ia berusaha menghiraukan semua perkataan itu. Bagaimanapun tekad ia berada disini adalah untuk mencari ilmu bukan hal lainnya. Seakan ucapan yang menjudges ia sudah merasa sempurna. Perlahan Alzea tersenyum sesaat. Gita sudah menunggunya di depan perpustakaan.
"COKLAT KHUSUS BUAT ALZEA!"teriak Gita dengan bersemangat. Sahabtanya sangat tau kalau Alzea sangat menyukai coklat.
Alzea langsung memeluk Gita dengan erat . "Cuma lo yang bisa ngertiin gue, Git. Disaat yang lain menilai gue dengan hal aneh-aneh, cuma lo yang selalu ada buat gue."lirih Alzea.
Gita tersenyum. "Mereka hanya nilai lo dari luar aja. Mereka gatau sikap dan hati lo itu gimana. Mereka hanya tau kalo lo itu udah merebut perhatian idola mereka. Lagian juga kenapa harus lo yang bisa ditaksir sama Pak Zidan. " ledek Gita kemudian
"Gita, gue anggap Zidan itu cuman sebagai kakak. Lagipula kan gue gamau namanya pacaran dulu"kata Alzea dengan tertawa.
"Dasar tukang modus. Bilang aja mah mau langsung dikawinin!"sahut Alzea dengan mencolek dagu Alzea. Tunggu, mengapa wajah Alzea berubah menjadi merah seperti ini.
Zidan. Lelaki itu sepertinya sudah memperhatikan Alzea dari jauh. Ia bingung harus memberikan hadiah ini atau tidak. Rasa keberaniannya begitu sedikit. Bahkan Zidan takut jika Alzea akan menolaknya karena alasan tidak suka. Zidan menghela nafas sejenak. Hatinya begitu labil.
Dalam persekian detik, Alzea melihat keberadaan dirinya. Sudah semampu mungkin ia bersembunyi namun masih saja ketahuan. Bodoh sekali, runtuk Zidan didalam hatinya. Zidan kemudian menghampiri Alzea dengan malu-malu. Sungguh, ia bisa ketawan disaat sedang mengikuti gadis itu.
Alzea membalas senyuman manis Zidan. Keduanya saling terdiam tidak berbicara apapun. Ada rasa aneh diantara keduanya. Bahkan kini terlihat sekali wajah Zidan sudah layaknya salah tingkah. Zidan mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah benda berbentuk persegi panjang. Ia menyerahkan benda itu kearah Alzea.
"Saya ada sesuatu untuk kamu. "Katanya dengan gugup. Zidan tidak bisa menyembunyikan lagi perasaannya. Ia benar-benar sudah jatuh hati dengan Alzea.
Alzea menatapnya dengan heran. "Untuk ku? Zidan, seharusnya kamu tidak perlu memberikan ku hadiah. Lagipula saya tidak mau membuat kamu merasa direpotkan. "Jelas Alzea dengan senyuman.
Zidan kemudian tertawa. Mata teduhnya menatap Alzea dengan ketulusan. "Saya sama sekali tidak merasa direpotkan oleh kamu. Ini saya belikan untuk kamu. Dan nantinya bisa bermanfaat untukmu nantinya. Terimalah"kata Zidan berusaha meyakinkan Alzea.
Alzea enggan menerimanya. Sebab, pantaskah ia menerima pemberian dari Zidan? Lagipula ia tidak mau Zidan berharap lebih kepada dirinya. "Tidak usah, saya tidak bisa menerimanya."kata Alzea yang menolak dengan halus.
Wajah kecewa Zidan tergambar jelas. Zidan terdiam sesaat. "Jika kamu tidak mau terima nya, anggap saja ini kado dari kakak untuk adiknya. Tenang, saya tidak mengharapkan apapun dari kamu"
Alzea memang tidak tegaan. Dengan tulus ia menerima pemberian dari zidan. "Terima kasih lagipula kamu tidak usah repot seperti ini, aku merasa tidak enak dengan yang lainnya. "Singkat Alzea.
"Kalo begitu sama permisi. Alzea, jangan lupa dibuka kalau sudah di rumah."katanya yang kemudian pergi meninggalkan Alzea.
Alzea menatap langkah Zidan yang semakin menjauh darinya. Asa rasa senang namun ia berusaha menjauhkan itu semua. Zidan hanyalah kakak bagi Alzea, sikap dan tingkahnya sama seperti kak Tarra. Mana mungkin ia jatuh hati dengan Zidan. Alzea kemudian memasukkan hadiahnya kedalam tas berwarna hitam itu.
"Jadi ada yang dikasih kado nih" ledek Gita dengan canda nya.
Alzea menghela nafas singkat. "Apaan sih, jangan gitu deh. Gue ga enak aja. Berhenti untuk meledek gue, terutama dengan Zidan. Akhir-akhir ini gue ngerasa canggung aja gitu"
◕✿◕✿◕✿
"Bagaimana sudah siapkan semuanya?"tanya seorang gadis di tengah kesibukannya. Pandangan matanya seakan merencanakan sesuatu. "Saya akan kesana sekitar 20menit lagi"katanya lagi.
Untuk kesekian kalinya rasa dendam itu hadir lagi. Setiap kali ia menatap dan bertemu mata elang itu. Rasanya ingin sekali ia menghancurkan kehidupan keluarga Putradito. Matanya melihat sebuah pesan yang masuk.
Fandy☎
Reneta, nanti kita akan bertemu di cafe biasa.Senyum sinis terukir dibibirnya. Segala sudah ia susun secara matang, tinggal menunggu waktu yang tepat saja dan bum! Semua akan hancur sesuai dengan rencana. Ya, sampai kapanpun dendam itu masih tersimpan. Dendam itu masih ada.
Gadis cantik itu memasuki wilayahRumah Sakit Jiwa. Membawa beberapa makanan berserta benda yang bisa membuat orang yang ia sayang itu tersadar. Hampir setiap minggu, Reneta datang kesini hanya untuk menjenguk ibunya. Ibunya yang gila karena tidak kuat menahan musibah itu.
Rambut nya tergerai dengan indah. Tidak ada yang tau kalau gadis secantik ini memiliki masa lalu yang kelam. Reneta menyusuri lorong rumah sakit dengan tergesa-gesa. Mencari kamar bernomor 15. Ibunya sudah lama depresi. Sudah berbagai cara dilakukannya, namun sama sekali tidak berhasil.
Ia menghampiri wanita itu di taman. Pandangannya kosong. Pikirannya entah kemana, wanita itu masih mengingat kejadian lima tahun yang lalu. Kadang ia tertawa sendirian, berteriak, menangis sendirian, bahkan terkadang ia sering menyakiti dirinya sendiri. Reneta tersenyum singkat. Ia sangat merindukan ibunya seperti dulu lagi.
"Hallo, Ma. Apa kabar? Hampir lima tahun mama kayak gini. Mama belum mau kembali juga? Reneta kangen sama mama" katanya lirih. Matanya mulai berkaca-kaca.
Tidak ada jawaban dari orang yang diajak berbicara. Matanya menatap seutuhnya keadaan ibu nya itu. Seorang suster menghampiri Reneta untuk memberitahu perkembangan ibunya itu.
"Perkembangan ibu Anda sama sekali tidak ada. Bahkan jika diajak masuk pun sangat susah. Lalu, sering kali ia memanggil nama Zidan. Apakah ada sesuatu yang berhubungan dengannya?"tanya suster itu dengan menaikan alisnya.
Reneta terdiam sesaat. "Mama saya tidak pernah dekat Kakak saya. Mereka ada sesuatu masalah sejak dulu. Kenapa memangnya sus?"
"Saya sarankan agar mengajak Zidan kesini. Siapa tau keadaan ibu anda semakin membaik." Saran suster itu kembali.
Kak zidan. Maukah ia menemui mama setelah mereka tidak saling berbicara sejak dulu. Bukannya kak Zidan membenci ibunya itu. Tetapi karena ibunya tidak pernah memikirkan perasaan nya. Masih ia ingat ketika Kakaknya tidak pernah mendapatkan perhatian yang lebih. Kakaknya selalu saja di nomor dua kan.
Pikiran Reneta melayang. Membawa Ka Zidan kemari untuk menemui mama? Apakah itu mungkin? Bahkan diceritakan saja, Zidan enggan untuk mendengarkannya. Reneta menghela nafas sejenak. Perhatiannya beralih kepada ibunya kembali.
"Mama kangen dengan Kak Zidan? Ma, Reneta tau kalau itu tidak mungkin lagi pula Reneta tidak yakin jika Ka Zidan akan dateng kemari. Ma, Reneta sudah menemukan siapa yang menyebabkan Papa meninggalkan kita. Reneta akan membalas semua perbuatannya itu. Reneta akan membuat mereka semua hancur. Sama seperti kita. "Lirih Reneta lembut.
Kemudian ia memeluk tubuh wanita itu. Sama sekali tidak ada perubahan. Masih diam dan termenung. Senyum Reneta terkesan sinis itu memudar.rasa rindunya perlahan hilang. Kini tinggal membuat keadaan sama. Menghancurkan saru persatu mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult (dalam REVISI)
RomanceCERITA INI DI PRIVATE Sulit sekali untuk mendapatkan sikap baik darinya. Sikap yang kasar dan dingin kepadaku. *** Kisah Zea dan Fandy yang terikat dalam suatu perjanjian bodoh. Namun, sayangnya Zea masih saja memiliki harapan ada rasa cinta dianta...