Lima belas

7.6K 434 0
                                    

Bagian kelima belas.

Kata orang, cinta itu bisa datang karena rasa terbiasa. Jika aku dan kamu akan terbiasa suatu saat nanti. Apakah kamu bisa mencintai aku?

ΠΠ

Alzea menatap jauh kearah depan. Tidak adakah yang salah dengan perasaannya ini. Dia hanya merasakan jatuh cinta, dia hanya merasakan apa yang ada didalam hatinya. Bisakah lelaki itu merasakaannya? Tentu saja tidak. Bahkan lelaki itu tidak pernah mau bertemu dengannya, karena sebuah kebencian.

Sudah sejak setengah jam yang lalu, Alzea menunggu lelaki itu depan didepan gedung besar itu. Tidak berani ia memasuki gedung besar itu. Beribu kali ia memikirkan sesuatu, ia tidak berani karena bisa menjadi sesuatu yang akan menjadi bencana. Karena tidak berani untuk menetang Fandy.

Alzea melirik kesana kemari, menunggu Fandy keluar dari perusahaan yang sedang ia pimpin. Alzea sudah mencoba menelpon Fandy, namun tidak ada niat untuk diangkat. Alzea menghela nafas sejenak, bahkan tidak ada niatan Fandy untuk menemuinya.

Dengan keberanian, Alzea memasuki perusahaan dimana fandy bekerja. Ia menanyakan Fandy dimana karena ada hal yang ingin dibicarakan penting.

"Maaf mbak, Fandynya ada? Saya ingin bertemu dengannya. "Kata Alzea dengan ramah.

"Pak Fandy nya sedang ada meeting, bu. Mungkin sekitar satu jam lagi. " Jawab seorang wanita itu dengan ramah.

"Ya sudah, kalau begitu terima kasih"lirih Alzea singkat.

´□

Zidan menatap foto keluarga kecilnya dulu. Foto itu penuh dengan kebahagiaan, penuh dengan kasih sayang,serta foto itu penuh dengan rasa saling takut kehilangan. Seorang lelaki dengan sebuah bola di tangan nya tersenyum kearah depan. Itu adalah Zidan.  Nampak sekali aura kebahagiaan mengelilingi keluarga kecil itu.

"Entah mengapa, saya malah membenci keluarga ini. Saya membenci Mama. "Zidan menggerutu.

Matanya menatap kearah wanita yang berpakaian merah itu, senyuman wanita itu sangatlah bahagia. Bahkan wanita itu memeluk erat dirinya. Dulu, wanita itu sayang kepada dirinya. Entahlah bisa berubah seperti itu.

"Bahkan, dulu Anda yang selalu ada di dekat saya. Anda selalu menemani saya. Hanya karena harta, semuanya berubah. Anda menjauh dari saya. "Gumam Zidan kembali. Hatinya sudah hancur berkeping-keping.

Telepon miliknya berbunyi. Nada dering menggema seakan menandakan seseorang berusaha untuk berbicara kepadanya. Zidan menekan tombol yang berwarna hijau itu. Terdengar suara perempuan itu sedikit menangis. Suara serak miliknya membuat Zidan bingung.

"Kak, sekarang aku ada dimana. Kakak bisa tebak?"katanya dengan isak.

"Reneta? Kamu kenapa? Kenapa kamu menangis?"tanya Zidan dengan heran. Adiknya terlihat sekali menahan kesedihan yang sangat mendalam.

"Coba kakak dengerin suara ini. "Sahut nya dengan sedih. Perlahan, Zidan mendengar suara yang tidak asing baginya. Suara seorang yang pernah ada dikehidupannya. "Zi--dan... Zi--dan.." lirih wanita itu.

Zidan menahan rasa sedihnya. Itu suara ibunya. Ya, wanita yang sudah masuk ke rumah sakit jiwa itu. Itu suara milik ibunya. "Kenapa kau mengirimkan itu? Reneta, sudah sakit hati kakak ini. Untuk apa kamu berada disana? Dia sudah tidak perduli dengan kita, Reneta!"kata Zidan dengan kesal.

"Tidak kak, dia tidak salah. Keadaan yang salah! Andai aja keadaan tidak berubah. Kakak dan Mama masih akan bersama, masih akan bahagia. Bukan seperti ini!" Balas Reneta

"Terserah kamu. Tapi yang jelas, saya tidak akan pernah mau mendengar atau bertemu dengannya lagi. "Ancam Zidan. 

"Please, Mama butuh Kakak. Kakak cukup datang kesini dan itu bisa buat mama perlahan sadar. Please kak, demi aku."lirih Reneta kembali.

"Sampai kapanpun, aku tidak mau!"

ヽ(´□`。)ノ

"KELUAR KAMU DARI SINI!" Teriak Fandy dengan kesal. Untuk apa wanita bodoh itu kemari. Ia hanya membuat keributan disini.

Tubuh Alzea masih berada dilantai. Beberapa detik yang lalu Fandy mendorongnya dengan keras hingga membuatnya terjatuh. Sudah pantas Alzea mendapat perlakuan seperti itu. Setidaknya ia sudah mencoba mengantarkan makan siang ini untuknya.

"Aku tau kamu akan memperlakukanku seperti ini. Sudah bisa aku tebak sebelumnya. Maaf sudah menganggu waktumu hanya untuk mengantarkan makanan ini. "Kata Alzea dengan sedih.

Bahkan sulit sekali mendapatkan sikap baik darinya, sikap kasar dan dinginnya terhadapku. Bagaimana aku bisa menaklukan hatinya? Pikir Alzea.

"LO NUNGGU APA LAGI? CEPET KELUAR! GUE GAK BUTUH MAKANAN ANEH INI! YANG ADA GUE SAKIT PERUT."Kata Fandy dengan kasar.

Alzea berusaha bangun dari jatuhnya.  Ia mulai membereskan makanan yang berserakan karena dibuang begitu saja oleh Fandy. Lauk dan nasi yang sudah ia bawakan hancur sudah tidak bisa dimakan lagi. Tidak ada senyuman sedikitpun dari bibir Fandy. Apakah lelaki itu tidak bisa tersenyum untuknya?

Alzea ingin sekali menangis. Namun pikirannya berusaha menghilangkan sugesti itu, ia tidak boleh menangis karena Fandy. Ia harus berjuang meski itu sakit. Bagaimana pun keluarga fandy sudah baik untuk nya.

Alzea masih saja sibuk dengan membersihkan makanan yang tumpah itu. Fandy kemudian menghampirinya, menarik paksa pergelangan tangannya itu. Segaris kebencian terlihat jelas di mata nya. Gadis itu sudah menghancurkan mimpi - mimpi miliknya. 

"Berapakali gue harus bilang? Lo itu akan percuma melakukan ini semua! Gue sama sekali ga bisa jatuh hati sama lo!" Kata Fandy dengan sinis.

"Saya hanya ingin memberikan kamu makan siang. Apakah itu salah? Lagipula bukankah kita seharusnya saling kenal dan dekat?"

Fandy tersenyum sinis. "Dekat? Itu cuma ada di mimpi lo! Lagipula gue ga mau sama lo. Gadis aneh yang tidak memiliki teman. Bahkan itu mata juga udah ga bener. Udah jelek, cupu lagi lo!"

Alzea menahan segala amarahnya. "Kau boleh saja menyebut saya apapun itu. Satu hal yang kamu tau, saya melakukan semua ini karena saja respect sama kamu. Seharusnya seorang pemimpin itu memiliki rasa saling menghargai. Lalu, kenapa kamu tidak?"

Bruk! Fandy kembali mendorong Alzea kembali. Gadis itu sudah berani membalas perkataannya. "Sayangnya untuk gadis seperti lo tidak perlu dihargai! Sekarang gue minta lo pergi dari sini!"

Sebuah cairan bening itu perlahan turun dari mata coklat miliknya. Untuk kesekian kalinya, Alzea menangis karena Fandy. Untuk kesekian kalinya ia mendapat perlakukan kasar Fandy. Bisakah Alzea bahagia suatu saat nanti?

"Apa yang kamu lakukan ke saya hari ini, belum ada apa-apanya.  Karena saya belum menyerah."Kata Alzea dengan mantap lalu meninggalkan ruangan itu.

Seluruh jiwanya seakan meluap begitu saja. Menghadapi sikap Fandy yang sedingin hujan membuatnya pusing. Dengan cara apa lagi agar bisa membuat hati Fandy luluh.

Setidaknya tidak saat ini

Difficult (dalam REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang