Dua puluh tiga.
Apa yang kalian harapkan dikala matahari mulai tenggelam?
Berharap akan melihat bintang? Atau kalian berharap akan melihat Bulan di malam hari? Kalian bisa saja mengharapkan itu semua. Berbeda dengan Alzea, setiap matahari mulai tenggelam ia memiliki suatu harapan yang tidak mungkin. Harapan yanh ia tahu akan sia-sia nantinya. Alzea berharap senja dapat meluluhkan hati Fandy bersamaan dengan terbitnya malam.Alzea menyukai senja. Tetapi Fandy tidak. Alzea berada didekat Fandy. Tetapi Fandy menjauh. Alzea berharap kepada Fandy. Tetapi Fandy tidak ingin diharapkan. Alzea selalu bersikap baik terhadap Fandy. Tetapi Fandy tidak. Alzea selalu perhatian dengan Fandy. Tetapi Fandy tidak.
Fandy selalu bersikap tidak.
Mata Alzea mulai berubah menjadi sendu. Dia sudah menjadi anak yatim piatu, tidak ada keluarga sama sekali yang ia miliki sekarang. Ingin rasanya ia bertemu dengan ibunya, ya meski hanya ibu tiri tetapi Sandra menyayangi Alzea dengan tulus. Seminggu sudah ia melalukan pernikahan tanpa dasar rasa Cinta. Tidak ada hal yang berbeda, setiap harinya selalu sama.
Setiap pagi suara pecahan piring terdengar nyaring bersamaan dengan airmata yang menetes dengan kesedihan. Setiap siang rasa kesepian yang selalu menghampiri diri Alzea. Setiap sore yang kelam, menyaksikan sang suami tengah bermesraan dengan kekasihnya dulu. Bahkan setiap malam diberikan ucapan dingin yang menusuk hati. Setiap hari Alzea selalu mendapatkan itu semua. Perlakuan yang menjadi resiko ini.
Secangkir kopi menemani Alzea di malam yang dingin ini. kini, ia tinggal menunggu apakah Tuhan akan mengabulkan permintaannya di kala senja?
"Kalo memang tidak mengenakan hati, kenapa kamu masih lanjutin pernikahan itu Alzea? Kamu tau kan gimana sikap dia selama beberapa hari ini?"Kini Zidan mulai memberikan nasihat kepada Alzea yang tengah terdiam.
Alzea menatap langit-langit. "Ini bukan sebuah paksaan atau apapun. Hanya saja aku masih penasaran gimana endingnya. Karena itu aku masih bertahan, Zidan. "
"Bukan masalah paksaan atau apapun itu. Masalahnya cuman satu, aku takut kamu tidak bahagia, Alzea."
Alzea terdiam menatap wajah Zidan. Mencoba mencerna kalimat yang baru saja ia dengar.
"Ada alasan kenapa aku bisa bilang seperti itu. Fandy engga Cinta sama kamu. Dan ending nya mudah, kalian akan berpisah."kini Zidan berhasil membuat Alzea membelalakkan matanya.
Alzea menyeruput kopi nya itu. "Gak ada yang tau gimana ke depannya. Aku akan terus berusaha untuk menghangatkan sikap Fandy. Meski resikonya bikin sakit hati."
Zidan tertawa malas. "Sekarang udah saatnya main logika. Fandy tidak mudah untuk kamu taklukan."
"Sekarang kita main pake hati. Batu aja yang keras bisa lapuk jika terkena air terus-menerus. Aku tidak akan menyerah. Bahkan jika harus menunggunya."
"Satu hal yang harus kamu tau, menunggu itu melelahkan."Kata Zidan yang penuh dengan suatu makna.
***
Reneta menatap kertas-kertas keadaan ibunya itu dengan nanar. Tidak ada kemajuan sama sekali. Bahkan dokter yang mengurus ibunya itu berkata bahwa harapan ibunya akan kembali normal sangat dikit. Peluang yang tercipta tidak terlalu banyak. Setetes air mata jatuh membasahi kertas yang dipegang nya itu.
"Tidak ada harapan lagi. Kemungkinan tidak bisa disembuhkan. Pikiran serta sarafnya sudah hampir 60% rusak. Ibu kamu tidak bisa merespon apa yang kami perintahkan. Bahkan hanya sekedar menanyakan salam."
Kalimat itu masih saja terngiang di telinga nya. Tidak ada harapan. Lalu, apakah ibunya akan meninggalkannya?
Zidan baru saja tiba di rumah yang ia tinggali. Kali ini, Reneta pulang dengan wajah yang sendu. Baru saja Zidan memarkirkan mobilnya, ia melihat Reneta tengah menatap sendu kertas yanh dipegangnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult (dalam REVISI)
RomanceCERITA INI DI PRIVATE Sulit sekali untuk mendapatkan sikap baik darinya. Sikap yang kasar dan dingin kepadaku. *** Kisah Zea dan Fandy yang terikat dalam suatu perjanjian bodoh. Namun, sayangnya Zea masih saja memiliki harapan ada rasa cinta dianta...