Delapan belas

7.4K 425 1
                                    

Bagian kedelapan belas

"Fandy! Kita ga bisa terus-terusan kayak gini. Permainan apa lagi sih, Fan?"teriak Reneta karena merasa hubungannya dengan Fandy akan kandas secara tiba-tiba.

Fandy menengguk hot choccolate yang sudah dipesan nya. "Tidak ada niat sama sekali untuk mempermainkan kamu, Reneta. Aku tulus mencintai kamu. "

"Kalo kamu tulus, untuk apa kamu setuju dengan perjodohan itu. Semua lelaki itu sama aja! Pengecut" sahut Reneta dengan kesal.

"Ren, dengerin aku dulu. Aku memang tidak setuju dengan perjodohan itu lalu mamaku memaksa, aku bisa apa?" Fandy kini benar-benar berkata dengan sejujurnya.

Reneta masih saja tidak mau melihat kearah Fandy. "Terus dengan kamu dijodohin aku bisa terima? Kamu cinta sama aku? Disisi lain kamu nyakitin aku, Fandy. Kita ga bisa kayak gini terus"

"Lalu mau kamu apa? Udah berbagai cara aku lakuin tapi hasilnya sama aja. Perjodohan itu akan tetap terjadi."

"Kalo kamu tidak bisa mencintai aku sepenuhnya, untuk apa kita jalin ini semua? Percuma Fandy."

"Reneta, percaya sama aku. Aku janji setelah ini kita akan bahagia bersama-sama. Aku janji sama kamu. Please, percaya sama aku."Rayu Fandy dengan menggenggam erat tangan Reneta seakan tidak ingin kehilangan.

(✿

Hujan tidak kunjung reda. Bahkan petir menggelegar di malam ini. Jalan raya basah. Lampu-lampu mulai bersinar terang menerangi jalan raya kota yang ramai ini. Tidak ada yang berbeda dengan hari kemarin. Alzea berusaha menjalankan kehidupan dirinya dengan ikhlas, meski merelakan itu sulit.

Sejak siang tadi beberapa surat peringatan dari kampus menghampiri dirinya. Beasiswa ia akan dicabut karena prestasi Alzea yang mulai menurun. Belum lagi urusan kebutuhan hidupnya, mau tidak mau ia harus mencari pekerjaan yang layak untuk memenuhi segalanya.

Dibawah payung hijau langit itu Alzea mulai berjalan dibawah derasnya hujan. Sendirian di tengah hujan bisa berhasil membuatnya tenang. Hidupnya seakan termaknai dengan turunnya hujan.

Suara hujan sangatlah unik bagi Alzea. Meskipun hujan tidak selalu dibenci dibalik turunnya hujan, sangat berarti untuk kehidupan. Seperti sikap lelaki dingin itu yang bernama Fandy. Dibalik sikap dinginnya, Alzea yakin ada sikap yang menghangatkan tersembunyi. Bukan karena tidak mau membagi sikap hangat itu dengan orang lain, tetapi sikap hangat dia spesial.

"Bu, kenapa barang-barang saya dibiarkan basah kena hujan kayak gini?"tanya Alzea yang tidak mengerti.

Barang-barang miliknya dan segala sesuatu yang ada di dalam rumah mungil itu dibiarkan basah terkena hujan.

"KAMU PERGI DARI SINI!"Teriak Ibu Donda, pemilik rumah kontrakan yang Alzea tempati beberapa tahun ini.

Bu Donda terkenal dengan sikap nya yang semena-mena bahkan bisa dikatakan ia agak galak.

Alzea bingung. Matanya menatap barang-barang yang sudah basah semua. "Alasannya apa, bu? Bukankah ibu saya sudah membayar rumah ini bulan kemarin? "

"DENGER YA! IBU LO ITU UDAH NUNGGAK KONTRAKAN SELAMA TIGA BULAN! LO PIKIR INI RUMAH PUNYA NENEK MOYANG LO!"

"Tiga bulan? Saya yakin ibu sama selalu membayarnya tepat waktu. Jadi, ini semua pasti salah! "Lirih Alzea yang masih tidak percaya dengan semua ini.

"SEKARANG BAWA BARANG LO INI! PERGI DARI SINI!" Katanya yang pergi begitu saja meninggalkan Alzea yang tengah terdiam tidak memahami itu semua.

Semuanya seakan seperti mimpi.

Kemana aku harus pergi sekarang? Batin Alzea. Sungguh kehidupan seperti ini bukanlah yang ia mau. Terlalu cepat sekali semua ini terjadi.

Alzea membereskan semua barang-barang miliknya. Menyisihkan dan melindunginya dari derasnya hujan. Dingin. Itu yang Alzea rasakan. Seandainya saja mama Sandra masih ada. Seandainya saja keadaan tidak seperti ini. Ia sudah tidak kuat lagi.

Airmata Alzea pun mulai mengalir.

"Alzea? Kenapa kamu bisa ada disini? Apa yang terjadi?"tanya Tante Rina dengan heran.

Niatnya untuk membawakan makan malam untuk Alzea seakan tergantikan dengan pemandangan kesedihan gadis yang akan menjadi menantunya ini.

"Engga tau, Tante. Tapi kata ibu kontrakannya tadi...."lirih Alzea yang kemudian menarik napas sejenak. "Alzea diusir karena belum melunasi kontrakan"

"Jadi kamu diusir? Ya tuhan. Barang-barang kamu juga basah semua. Kamu sudah tau tinggal dimana? Tante khawatir sama kamu." Tante Rina sangat perhatian dengan Alzea.

"Alzea bisa tidur diluar aja, tante selama sehari aja. Besok, Alzea akan cari kontrakan baru yang lebih murah. "Kata Alzea dengan senyuman.

"Kamu ikut tante saja. Kamu sementara tinggal sama saya di rumah. Bagaimana? Jujur Tante sangat khawatir dengan kamu. Mau ya?" Ajak Tante Rina dengan ramah.

Alzea menggeleng. "Tidak usah repot-repot, Tante. Alzea disini aja lagipula kan aku gak enak juga sama anak tante. Udah tante tenang aja. Alzea akan baik-baik aja"

"Pokoknya kamu harus nginep dirumah Tante. Biar kamu engga sakit. Tante gak akan biarin kamu tidur di teras kayak gini"Sahut Tante Rina dengan serius.

"Tapi kan, Tante----"

"Pak Jono, angkat dan bawa barang-barang ini ke mobil. "Perintah Tante Rina yang menyuruh supirnya untuk membawa semua perabotan Alzea itu

(✿

Fandy masih saja menatap sinis Ibunya serta Alzea. Semuanya tidak pernah memikirkan perasaannya. Penderitaan nya sudah lengkap karena gadis di hadapan nya ini.

"Fandy gamau tidur di kamar tamu. Fandy mau dk kamar Fandy!"katanya dengan singkat dan dingin.

Rina masih saja menatap nanar anaknya itu. Anak yang keras kepala. "Kamu tidak boleh seperti itu, Fandy. Alzea sedang kesulitan dan kita harus menolongnya."

"Menolong kata mama? Ma, kita itu terlalu baik sama dia. Jadi kalo dibiarin gitu aja ya dia makin seneng deh. Pikir pake logika aja, Ma!" Sahut Fandy kembali kali ini menatap sinis kearah gadis itu.

"Fandy. Alzea ini kan calon istri kamu. Seharusnya kamu bersikap baik dengannya bukan seperti ini. Sebulan lagi kalian akan menikah kan?"

"Mama. Udah berapa kali Fandy bilang kalo saya hanya cinta dan sayang kepada Reneta! Bukan Alzea. Untuk apa mama masih mau melanjutkannya?"kali ini mata elang Fandy mulai terbentuk. Kekesalannya sudah memuncak.

Fandy mendorong koper basah milik Alzea itu. "Orang kayak dia engga pantes ada disini. Dia itu pantesnya ada di panti asuhan! Jadi lo cepet deh pergi dari sini. Dan meski nyokap gue izinin lo. Jangan berharap lebih! " kata-kata yang keluar dari mulut Fandy sukses membuat hatinya tergores.

Bukan salah siapa dan kenapa. Sudah keberapa kali hari Alzea tergores oleh pisau tajam. Dan bodohnya Alzea masih mau memperjuangkan pisau itu, karena ia tau suatu saat pisau tajam itu akan berubah menjadi tumpul jika terus digunakan.

"Lupain ucapan Fandy tadi dan lo ga boleh nangis didepan dia. Jangan jadi cewek lemah!"tekad Alzea dalam hati.

Matanya menatap punggung itu yang menghilang kearah kamar tamu. Setidaknya Alzea tinggal disini hanya beberapa hari saja, setelah itu semua akan kembali seperti semula.

=====
Hallooo. Bagaimana? Lumayanlah? Hehe ditunggu kritik dan saran wkwkw

Difficult (dalam REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang