Tiga belas

7.7K 450 0
                                    

Bagian ketiga belas:

Sandra menunggu angkutan di halte untuk menemui Rina. Mereka sudah janjian akan bertemu di restoran dekat perumahan Rina. Bukan hanya sekedar pertemuan penting. Mereka segera membicarakan bagaimana kelangsungan rencana mereka berdua. Sudah sejak satu jam yng lalu Sandra menunggu angkutan namun tidak ada satupun yang melintas.

Tidak lama sebuah angkutan berwarna biru muda itu datang. Sandra memasukinya kemudian duduk di paling belakang. Suasana angkot sangatlah sepi. Perlahan banyak penumpang yang masuk untuk mencapai tujuan yang mereka mau.

Tibalah Sandra didepan restoran yang dituju. Tidak banyak pengunjung yang datang dikarenakan masih pagi. Hanya ada beberapa orang saja yang berada disana. Mata Sandra mulai mencari dimana keberadaan Rina. Tidak ia temukan. Akhirnya ia menunggu di meja bernomor 26.

Sandra mulai mengeluarkan dompet miliknya. Tidak sengaja sebuah foto terjatuh tepat di kaki nya. Sandra menghela nafas sejenak. Kenangan masa lalunya masih terbesit dipikirannya. Bahkan kenangan yang memaksanya untuk berbuat nekad.

"Akhirnya perjuanganku selesai juga..."lirih Sandra yang menatap kearah langit sesaat. "Setidaknya diriku pernah berjuang untuk mu, meski begitu menyakitkan"

Di masukannya kembali foto lama itu. Tidak selalu berjuang itu sia-sia. Perlahan pandangannya menyisir sekeliling cafe. Mencari kedatangan Rina yang katanya sudah ingin sampai. Sandra menghela nafas sejenak.

Tidak lama, seorang wanita yang seumuran dengannya lengkap datang menggunakan parka dengan gaya sosialitanya menghampiri Sandra. Segaris senyuman terukir di wajahnya. Keduanya saling berpelukan untuk saling melepaskan rasa rindu. Sejak pertama kali mengenalkan Fandy kepada Alzea, itu terakhir kali mereka bertemu. Kini, mereka akan membicarakan hal yang lebih penting dari apapun.

"Kau sudah lama menunggu? Maaf tadi ada kesalahan di jalan. "Ucap Rina memulai pembicaraan.

Sandra tersenyum hangat. Pikirannya melayang jauh. Nyatanya sahabatnya ini sangat beruntung didalam percintaan nya "Tidak apa, lagipula aku baru saja sampai juga. Tidak lama menunggu disini"kata Sandra.

Rina kemudian duduk di sebelah Sandra. "Aku berniat untuk menjodohkan Fandy dan Alzea. Kau sudah tau kan?"

"Aku sudah mengetahuinya. Namun ada hal yang aku takutkan, kau tau aku menikah karena dijodohkan. Aku takut Alzea akan bernasib sama sepertiku"lirih Sandra lembut. Selama ini ada hal yang ditakutkan Sandra.

Rina menghela nafas. "Aku yakin Fandy akan menjaga Alzea dengan baik. Lagipula, menurutku mereka berdua bisa saling melengkapi. "

"Tidak ada yang bisa menjamin itu semua, aku serahkan segalanya sama kamu, Rin. Aku hanya menginginkan hal yang baik untuk Alzea. Jangan sampai dia sama seperti ku"kata Sandra tersenyum.

Rina menatap Sandra berusaha untuk meyakinkan nya. "Kamu tidak usah khawatir. Semuanya akan berjalan dengan lancar. Kamu percayakan saja padaku."

Mata Sandra penuh dengan kekhawatiran. "Aku percayakan sama kamu. Kamu sudah ku kenal sejak lama. Aku minta kamu menyuruh Fandy untuk menjaga Alzea baik-baik"

‿◕✿◕✿◕✿

Fandy menyalakan rokoknya. Untuk kesekian kalinya ia mau melakukan hal itu lagi. Janjinya untuk tidak merokok lagi kini telah terkhianati. Pandangannya sangat kosong.pikirannya penuh dengan sejuta masalah. Dalam-dalam ia hisap lalu dia hembuskan asap itu ke udara. Ia tahu rokok tidak baik baginya, namun hal itu selalu saja bisa membuatnya tenang.

Masalah selalu saja menghampirinya. Fandy mengeram sesekali. Menunjukkan bagaimana rasa kebenciannya kepada gadis cupu itu. Gadis yang sudah mengganggu ketenangan hidupnya.

Fandy menggaruk kepalanya dan berteriak. "Kenapa sih, gadis itu selalu aja ada di deket gue. Kenapa semua orang maksain hal yang gak gue inginkan!"keluhnya dalam kesendirian.

Tidak lama terdapat panggilan berbunyi. Fandy melihat sebuah nama yang saat ini tidak ia dengar. Mama nya. Pasti mamanya menanyakan hal yang tidak penting itu.

Dengan berat Fandy mengangkat panggilan telepon dari Mamanya. Fandy menghela nafas sejenak. "Halo, ada apa lagi sih Ma? "

Suara perempuan disana menjawab pertanyaan. "Mama mau kamu kesini, ketemu sama mama dan Tante Sandra, ibunya Alzea."kata Rina melalui sambungan telepon.

"Ada apa lagi, Ma? Fandy gamau!"katanya dengan datar.

Rina langsung berubah menjadi bawel. "Fandy. Kalau kamu tidak datang hari sekarang. Mama akan cabut semua fasilitas kamu! Mengerti? "

"Tentang perjodohan gak jelas itu lagi? Udahlah, Ma. Fandy banyak kerjaan dan sibuk. "Katanya datar.

Rina menghela nafas. "Baiklah, mama pastikan satu menit kedepan Atm kamu tidak akan berfungsi dengan baik. Sekian"jelas Rina yang langsung menutup sambungan telepon.

Putuskan secara sepihak saja. Fandy menghela nafas kesal. Selalu saja masalah itu hadir dihidupnya. Ancamannya adalah fasilitas yang serba ada ini akan dilepas! Sungguh menyebalkan. Pasalnya tanpa fasilitas itu semua, Fandy tidak memiliki apa-apa.

Fandy menekan telepon kantornya yang sudah tersambung dengan sekretaris nya. "Jadwal siang ini batalkan, saya ada urusan lain!"katanya dengan angkuh.

Dengan tidak niat ia mengendarai mobilnya. Apakah tidak ada hal yang lebih penting lagi selain menemui dan membahas rencana pertunangan itu. Keadaan lalu lintas cukup ramai. Belum lagi lampu merah yang sering kali membuatnya terhalang. Fandy berdecak kesal.

Gadis itu selalu membuatnya sial seperti ini, gumamnya dengan kekesalan.

Restoran Zevatrosnia. Restoran masakan khas Italia. Semua menu disini kebanyakan terbuat dari pasta. Fandy memikirkan Alphard hitam miliknya dengan segera. Ia mulai keluar dari mobil lengkap dengan menggunakan kacamata hitam. Sikap angkuh ia tujukan kepada semua orang yang melihatnya.

Ia memasuki restoran yang cukup terkenal itu. Matanya menyisiri sekeliling tempat restoran. Mencari dimana Mamanya menunggu kehadirannya. Perlahan, seorang wanita paruh baya melambaikan tangan ke arah nya. Fandy melangkah malas menghampiri wanita itu.

Rina tersenyum melihat kehadiran Fandy. "Mama tau kamu akan datang. Kamu kan anak yang bertanggung jawab"kata Rina dengan tertawa.

Fandy hanya diam saja melihatnya. Bahkan sorot matanya terlihat sangat 'tidak ada niat'. "Uahlah, Ma. Mau bicara apa. Waktu Fandy tidak banyak. Lagipula Fandy ada janji dengan Reneta setelah ini."jelas Fandy.

"Reneta pacar kamu itu? Model yang belum tentu jadi itu? Fandy, mama sudah menjodohkan kamu dengan Alzea. Kenapa kamu masih saja berhubungan dengan wanita tidak jelas itu!" Sahut Rina dengan emosi.

Fandy berdecak kesal. "Persetan dengan semua itu,Ma. Kan Fandy sudah bilang kalau tidak setuju. Akhirnya apa? Mama memaksa Fandy juga kan?"

Sandra yang melihatnya hanya diam saja. Hati dan pikirannya mengenang kejadian yang sudah lampau. Sama seperti apa yang ia alami waktu dulu. Sebuah pernikahan tanpa rasa cinta, sebuah pernikahan tanpa rasa saling kehilangan. Dan apakah Alzea akan merasakan itu juga? Sandra tersenyum getir. Memori masa kelamnya masih ia ingat bahkan saat ini.

Fandy melihat Sandra dengan kebencian. "Anda orang tua dari Alzea. Apakah anak anda setuju dengan perjodohan ini? Oh, ya tentu saja. Anda ingin memperbaiki ekonomi keluarga ya? Sayang sekali. Cara anda salah!"sahut Fandy tanpa ada rasa hormat. Perasaannya sungguh penuh dengan kebencian.

Sandra terdiam. Ucapan Fandy sukses membuat hatinya sedih. Inikah yang akan menjadi suami Alzea nantinya? "Fandy! Jaga ucapan kamu itu! Sama sekali tidak ada niatan seperti itu. Mama harap kamu bisa lebih sopan."jelas Rina dengan tatapan kecewa.

"Jika mama mengingkan Fandy bersikap sopan. Jangan pernah paksa Fandy apa yang saya tidak suka. Mama yang buat aku kayak gini. Fandy capek ma! Mama selalu aja ngatur hidup Fandy! Fandy bukan anak kecil lagi." Balas Fandy dengan dingin.

Sandra meneteskan airmatanya. "Rin, sudahlah. Jika memang tidak mau ya tak usah dipaksakan. Jika kehadiran rencana ini membawa dampak yang buruk. " lirih Sandra berusaha mencairkan suasana.

"Dasar wanita licik!" Desis Fandy dengan tajam. Kini hidupnya dipenuhi dengan rasa kebencian.









Difficult (dalam REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang