Dua puluh empat

9.2K 448 14
                                    

Awan kelabu akan berubah menjadi awan biru.
Kalian pernah mendengar kata-kata itu?

Alzea pernah mendengarnya. Tidak ada yang salah dengan ucapan itu. Hanya saja kesabaran yang harus lebih ditingkatkan. Bersabar menunggu awan itu berubah warna. Alzea menatap dirinya di depan cermin. Senyuman manis ia tunjukkan disana. Hari ini ia dengar, Fandy akan merayakan ulang tahunnya. Sebenarnya Alzea tau jika Fandy akan merayakan ulang tahunnya bersama teman kantornya itu. Hanya saja ia takut jika Fandy akan melarangnya.

Seperti pagi-pagi sebelumnya. Tidak ada yang berbeda. Suasana rumah yang dingin ini terasa begitu menusuk. Terlebih lagi ketika Fandy sudah terbangun dari tidurnya yang hampir panjang itu. Bunyi suara pintu terbuka terdengar jelas di sebelah kamarnya. Alzea tersenyum singkat. Fandy sudah terbangun dan hendak beraktivitas.

Alzea tau jika lelaki sedingin Fandy tidak mungkin akan berlari kearahnya. Memeluk Fandy dengan erat adalah hal yang tidak mungkin terjadi. Fandy sangat sulit untuk ia raih dan ia dapatkan. Hatinya tertutup segumpalan kabut tebal yang teramat dingin. Segala cara ia lalukan namun hanya sia-sia.

"Heh! Lo udah bangun belom? Gue mau makan."Teriak Fandy dari luar pintu.

Alzea segera membukakan pintu itu. Senyuman mengembang di bibirnya ketika melihat Fandy begitu tampan. "Sebentar, Fandy. Aku siapkan dulu."

"Buruan. Gak pake lama! Lihat nih, udah kesiangan gue."Katanya tanpa berhenti.

Alzea mengangguk cepat. Lalu ia segera mempersiapkan makanan pagi untuk Fandy.

Tidak begitu banyak bahan makanan yang ada di kulkas ini. Sepertinya hanya nasi goreng yang bisa Alzea buatkan untuk nya. Tidak apa, semoga Fandy suka dengan masakan nya itu. Lagipula Fandy juga jarang mau memakan makanan Alzea ini. Beruntung sekali hari ini Fandy mau memintanya untuk memasakan sesuatu. Alzea mengiris bawang merah dengan halus, mencampurkan segala bahan-bahan yang sudah ia siapkan semua lalu memasukannya ke dalam penggorengan.

Aroma mulai tercium dengan enak. Alzea kemudian mengambil sedikit nasi goreng itu untuk dicicipi. Tidak begitu buruk. Kemajuan untuk keahlianku. Dengan segera aku menaruhnya ke dalam tempat makan.

"Wahh! Mba Alzea udah masak nasi goreng toh?" Sahut Azka dengan tertawa.

Alzea tertawa kecil. "Ini hari keberuntungan ku. Lihat saja si Fandy menyuruhku untuk memasak. Tidak seperti biasanya, kan?"

"Kalau ada sisa, aku mau meminta satu boleh?"

"Tentu saja."

Kotak berwarna merah itu sudah dipersiapkan. Kini hanya tinggal menunggu Fandy yang tengah bersiap-siap. Alzea menunggunya di ruang makan sembari terduduk. Terkadang sikap Fandy baik, namun terkadang juga tidak sebaik itu. Alzea tidak peduli dengan apapun yang ada di depannya. Ia hanya berharap sekarang, esok, dan seterusnya. Ia akan tetap menjadi seorang istri Fandy Putradito. Meski tidak dianggap sama sekali.

Tak lama, Fandy keluar dengan menenteng beberapa berkas yang sengaja ia bawa kemarin. Alzea langsung menghampirinya untuk menyerahkan bekal makannya ini.

"Fandy. Ini ada nasi goreng untuk kamu bawa ke kantor. Mau taro dimana?"Tanya Alzea dengan lembut.

"Taro dimobil aja. Gue masih repot."Katanya dengan datar .

Alzea segera menaruh kotak bekalnya itu. Senyuman kegembiraan sedari tadi tidak bisa ia kelak kembali. Alzea memperhatikan suami nya itu kerepotan dengan barang-barang yang akan ia bawa. Alzea segera membantunya. Ia tidak peduli jika Fandy menatapnya sedingin kristal es. Alzea hanya ingin membantu suami nya itu.

Satu per satu barang-barang dimasukkan Alzea ke dalam mobil Fandy yang berwarna merah itu. Alzea menaruhnya dengan hati-hati agar ia tidak kena marah oleh Fandy. Seringkali ia ceroboh yang akhirnya akan membuat Fandy marah. Setelah selesai semua, Fandy kemudian menyalakan mesin mobilnya itu. Tanpa mengucapkan terima Kasih karena sudah ditolong oleh Alzea.

Difficult (dalam REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang