Bagian kedua puluh satu.
Hujan turun dengan derasnya malam ini. Alzea menatap langit mendung itu. Tangannya memeluk dirinya sendiri karena sangat dingin sekali. Suhu udara sepertinya turun. Bodohnya, Alzea tidak membawa payung disaat penting seperti ini. Ia menghela nafas sejenak, matanya mencari dimana angkutan umum yang biasa lewat.
Berdiri sendiri di depan toko roti ini membuat Alzea sedikit risih. Ingin sekali ia melesat untuk sampai kerumah. Namun hal itu tidak lah mungkin.
"Kak Alzea! "Sapa anak laki-laki yang langsung menghampirinya. Dia Reno, salah satu anak panti Asuhan Kasih Ibu.
"Reno? Kamu disini sama siapa?"tanya Zea dengan bingung. Sudah malam begini, anak panti masih saja dibiarkan keluyuran seperti ini.
"Reno sama Pak'de Satrio kak. Reno dengar kak Alzea akan menikah ya? Pantas aja kakak sudah jarang ke panti lagi"Kata Reno dengan ramah.
Alzea memeluk Reno dengan erat. "Nanti kak Alzea akan kesana terus setiap minggu. Tapi, untuk saat ini kakak sibuk karena---"
"Lho, Reno kamu sama kak Alzea disini?"sahut seorang lelaki paruh baya yang tidak lain adalah Pakde Satrio.
"Assalamualaikum, Pakde. "Alzea bersalaman dengan Pakde Satrio.
"Alzea, Pakde ingin mengucapkan selamat karena sudah menemukan jodoh untuk dirimu. Dan tentunya, Pakde berduka karena kepergian orang tuamu. Jadi, sekali lagi. Pakde hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu"kata nya dengan lembut.
Alzea mengangguk tersenyum. Dibalik itu semua ada luka yang sudah tergores.
"Terima kasih Pakde. Oh iya, seminggu lagi Zea akan menikah dengan Fandy. Sebentar---"kata Alzea yang lalu mencari dimana undangan itu. "Mumpung ketemu Pakde disini, ini Alzea kasih undangannya. Jangan lupa datang ya" katanya kembali.
Pakde tersenyum. "Anak Pakde sudah besar rupanya ya. Oh iya, anak panti merindukanmu. Mereka selalu saja menanyakan kabarmu. "
"Alzea belum bisa kesana, Pakde. Karena masih ada hal yang Alzea persiapkan"ujarnya.
"Ya sudah tidak apa. Jaga kesehatan kamu ya, Alzea. Kami pamit duluan. Hati-hati Alzea"kata Pakde yang kemudian pergi meninggalkan Alzea. Reno sempat tersenyum kearah Alzea.
Hujan masih turun. Gemuruh suara petir menemani Alzea. Tubuhnya mulai merasa kedinginan. Perlahan, Alzea memutuskan untuk memasuki toko roti itu. Dengan pakaian yang basah terkena air hujan, ia memasuki toko roti itu. Alzea menempati meja bernomor 5 itu. Matanya mulai membaca menu apa yang ada di toko roti ini.
Selain tidak hanya menjual roti, toko ini juga menjual beberapa kopi serta makanan ringan. Desain klasik sangat mendominasi toko roti ini. Alunan musik klasik pun juga terdengar dengan indah. Terlihat seseorang yang dikenalnya. Fandy. Dia berada disini bersama dengan wanita lain.
Sakit? Untuk apa Alzea rasakan. Walau begitu ia sama sekali tidak memiliki hak untuk memarahi Fandy. Karena bagi Fandy, Alzea bukan siapa-siapa. Bahkan bukan sesuatu yang berharga. Alzea menatapnya dari jauh. Mereka sangat bahagia sekali. Terpikir oleh Alzea, ia sudah salah. Benar apa kata Fandy, ia sudah menghancurkan kehidupan Fandy.
Wanita yang berada bersama Fandy menatap matanya tajam. Reneta mulai muak dengan Alzea. Rencana yang sudah ia susun dengan rapi harus tertunda karena Fandy dipaksa menikah. Reneta masih saja menatap Alzea dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Renata mulai menghampiri Alzea yang terduduk disana sendirian. Ia membawa kopi yang baru saja di pesan nya. Masih dalam keadaan hangat.
Byur!
Tumpahan kopi membasahi rambut serta wajah Alzea. Tidak ada perlawanan dari Alzea. Disaat seperti ini ia bisa apa? Ia lemah. Alzea menunduk karena tidak mau mencari masalah dengan wanita yang Fandy sayangi itu.
"Ini belum seberapa sama apa yang lo lakuin terhadap gue ataupun Fandy! "Ucapnya dengan kasar.
Perlahan air mata Alzea turun. Sebenernya apa yang ia lakukan hinga membuat semua orang membencinya sangat dalam. "Fandy! Lihat. Dia pantas mendapatkan perhatian itu. Kau sangat cocok sekali dengan kopi yang tumpah itu haha "sahut Reneta kembali.
Tidak ada bentuk pembelaan apapun dari Fandy. Sepertinya Fandy malah menertawakan nya. "Ren, dia lebih cocok lagi kalo berdiri diluar sana terus disiram pake kopi. "Kata Fandy dengan datar.
"Udahlah sayang. Dia terlalu kasihan kalo kyak gitu. Begini juga udah cantik kok. Iya kan?"ledek Reneta kembali.
"Heh! Alzea. Kenapa sih lo selalu aja ada di kehidupan gue? Gue males berhadapan sama lo! Lo pergi aja kek. Kemana gitu"sahut Fandy dengan kasar.
Alzea memberanikan diri membuka suara. "Kalau itu takdir. Mungkin aja takdir merencanakan kita bersama. Kamu percaya takdir kan?"jawab Alzea dengan lemah.
"Takdir? Sama sekali gaada dilogika gitu apa itu takdir. Hanya omong kosong!"bentak Fandy kembali.
"Kamu tidak percaya? Fandy, meskipun untuk saat ini kamu tidak memperdulikanku atau tidak menganggap aku ada. Suatu saat nanti aku akan membuat kamu melihat ke arah ku. Tidak kearah lain. "Tekad Alzea dengan tertawa.
Fandy dan Reneta meremehkan ucapan Alzea. "Tidak mungkin, iya kan sayang?"kata Reneta dengan percaya diri.
"Kalian tau diluar itu hujan. Dan turunnya hujan membuat suhu udara menjadi dingin? Itulah sikapmu, Fandy. Lalu kalian tau mengapa orang-orang memilih berada di dalam toko ini? Mereka menginginkan sesuatu yang bisa menghangatkan mereka. Kopi. Kopi bisa menghangatkan ketika hujan turun dengan derasnya. "Kata Alzea dengan senyuman.
"Terus maksud lo apa?"Tanya Fandy dengan nada kasar.
"Aku ingin menjadi kopi. Meskipun saat ini kopi itu kalian tumpahkan kepadaku. Aku ingin menjadi kopi. Yang bisa membuat rasa dingin itu hilang. Yang bisa menghangatkan ketika rasa dingin itu ada. "Kata Alzea yang pergi begitu saja.
Sudah kesekian kalinya ia merasakan sakit. Bisakah sekali saja ia merasakan bahagia? Apakah kebahagiaan itu sangat sulit digapai? Lalu mengapa banyak sekali mereka yang berbahagia?
(✿'‿')
"Lho, Alzea? Kamu kenapa basah seperti itu?"tanya Tante Rina dengan heran.
Senyuman manis masih saja Alzea tujukan. "Oh ini tadi Alzea kena siram sama orang dari dalam mobil. Ya mungkin orang itu ingin membuang kopinya jadi kena Alzea deh"dusta Alzea.
"Tapi kamu tidak apa-apa kan?"tanya Rina khawatir.
Fandy masuk kedalam rumah dengan sikap cuek. Tidak perduli dengan apa yang ada disekitarnya.
"Lho, fandy. Dari mana saja kamu? Tadi ada orang kantor nelpon mama. Katanya kamu sudah pulang sejak jam sembilan pagi. Kamu tidak ngantor lagi ya?"tanya Rina khawatir.
"Udahlah, mama gausah urusin aku. Urusin aja tuh, si Alzea itu. Lagipula Fandy udah gede, Ma. "Katanya dengan singkat. Bahkan sikap dingin milik Fandy masih mendominasi.
"Lihat calon istri kamu. Kamu tidak khawatir dengan dia?"tanya Riina kembali.
"Gini deh, ma. Kita main logika aja. Untuk apa Fandy khawatir dengan dia? Toh dia siapa? Masih calon istri kan? Jadi berhenti sikap mama untuk perhatian sama dia!"jelas Fandy yang pergi begitu saja memasuki kamarnya.
Semua yang dilakukan Fandy berdasarkan logika. Jika logika itu hilang apakah yang dilakukannya sama persis disaat logika itu masih ada?
====
Gimana? Makin aneh dan ga jelas yak? 😂😂😂
Vote and comment ya 😊😊😊
Makasehhhh
KAMU SEDANG MEMBACA
Difficult (dalam REVISI)
RomanceCERITA INI DI PRIVATE Sulit sekali untuk mendapatkan sikap baik darinya. Sikap yang kasar dan dingin kepadaku. *** Kisah Zea dan Fandy yang terikat dalam suatu perjanjian bodoh. Namun, sayangnya Zea masih saja memiliki harapan ada rasa cinta dianta...