7 | past is past

3.6K 372 10
                                    

I've been trying to hide

We held our breath to see our names are written


Alexandra

Aku melangkahkan kaki menuju meeting room untuk pelelangan penyedia jasa—kali ini bagian kontraktor—proyek Grand Adelard. Di depanku adalah orang-orang dari pihak lain yang terlibat, seperti dari owner, PPK, procurement specialist, dan WPM. Di belakangku juga ada Pak Rio sebagai team leader dari pihakku, konsultan perencana.

Aku mengalihkan pandangan ke sekeliling ruangan. Sudah ada belasan orang yang memenuhi meeting room. Kemudian, penglihatanku menangkap sosok yang familiar. Otomatis saja langkahku terjeda. Mataku sedikit membesar.

"Kenapa, Lexa?" bisik Pak Rio dari belakang.

Aku memberikan senyum sopan dan menggelengkan kepala. Cepat saja aku melanjutkan untuk mengambil langkah.

Rapat dimulai dengan Pak Yudi dari owner menyambut tamu dan memperkenalkan dirinya, dilanjutkan dengan kami yang memperkenalkan diri satu per satu.

"Perkenalkan, saya Alexandra dari Glanz Architecture sebagai salah satu senior arsitek di proyek ini," jelasku singkat kepada peserta rapat.

Dapat kutangkap tatapan Rama yang lurus tertuju kepadaku. Seperti saat aku melihatnya tadi, aku bisa melihat ekspresi kagetnya. Hal yang tidak jauh berbeda dengan ekspresi di wajahku.

Hari ini terhitung kurang lebih satu bulan sejak terakhir aku melihatnya. Terhitung tiga bulan sejak pertama kali kami berpapasan—di coffee shop lalu.

Jika kalian bertanya bagaimana perasaanku ketika bertemu dengannya, dengan berat hati aku pun tidak bisa menjelaskannya. Kalau gantian aku yang bertanya, bagaimana perasaanmu ketika bertemu mantan yang sama sekali tidak pernah kamu temui dan hubungi selama hampir delapan tahun? Mungkin jawaban paling gampang adalah...rasanya Nano Nano.

Mengapa aku putus dengannya? Well, not every relationship works. Some are last and some are just meant to break. Hubunganku dengan Rama termasuk dalam kategori kedua.

Kami menjalin hubungan ketika aku telah mendapatkan lampu hijau untuk melakukan exchange ke seberang benua—tepatnya di Columbia—dengan durasi satu tahun lamanya. Bersamaan dengan itu juga, Rama tengah menjalani kerja praktik dan tugas akhirnya.

Adirama Widjaya. Seorang senior satu tahun di atasku dari Teknik Sipil. Aku mengenalnya lewat unit kegiatan mahasiswa fotografi di kampus.

One thing led to another. Long story short, we decided to try to be together. But, as I said before, we were not meant for each other.


--


Rapat berjalan tanpa ada halangan. Setelah dari owner menutup pertemuan kami di hari pertama aanwijzing, kami membubarkan diri.

"Berarti kamu ini nggak ke kantor, ya, Lex?" tanya Pak Rio saat kami menaiki elevator.

"Iya, Pak. Saya masih ada janji," jawabku. "Tenang, Pak. Saya udah balik nanti jam makan siang selesai."

Pak Rio memberikan tawanya. "Santai aja. Kalau dimarahin Darian nanti bilang aja ke saya."

Aku terkekeh dan memberikan hormat. "Siap, Pak."

Darian adalah bosku di kantor. Beliau seumuran dengan Pak Rio. Sebenarnya kami cukup dekat karena aku bergabung di Glanz pada tahun awal firma didirikan. Dari yang hanya puluhan menjadi ratusan karyawan.

not an option [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang