And all the roads we have to walk are winding
And all the lights that lead us there are blinding
Alexandra
"Yakin lo?"
Bella tengah berdiri, bersandar pada meja kerjanya. Ini adalah kali ketiga dia melontarkan pertanyaan yang sama.
"Iyaa, bawel. Nanggung ini, mumpung lagi dapet inspirasi," jawabku sekenanya.
"Ya, udah. Gue duluan, ya, kalo gitu. Udah ditungguin." Bella memasang senyum lebar, menunjukkan gigi putihnya yang berderet rapi.
"Have a nice dinner date!"
Bella melayangkan cium jauh dan bergegas melenggang menuju tangga ke lantai satu.
Aku kembali fokus kepada layar komputer yang berpendar menerangi wajah. Suasana di luar perlahan mulai menggelap. Dengan dinding kaca tebal sebagai pemisah, aku bisa melihat taman yang mulai diterangi cahaya lampu hangat di bawah.
Aku masih harus menyelesaikan desain proyek one stop living yang sedang kupegang. Grand Adelard, proyek berupa tiga tower apartemen, hotel, mall, dan perkantoran. Glanz Architecture Firm—tempatku bekerja sekarang ini—dipercaya untuk memegang proyek ini setelah memenangkan tender yang dibuka berbulan sebelumnya.
Setelah rapat kemarin, owner proyek—PT. Gama Property—menginginkan beberapa perubahan di area terbuka dan mall yang memakan area satu hektar yang disediakan. Tiba-tiba saja mereka mengusulkan ide untuk menambahkan danau atau lagoon buatan di area taman dan playground. Hal itu berakhir memberikanku sedikit sakit kepala untuk mengubah desain awal.
"Mbak Alexa, gue duluan, ya." Suara Niko, junior arsitek yang bergabung beberapa bulan terakhir membuatku mengalihkan fokus dari layar.
"Oh, iya, Nik. Hati-hati, ya," balasku.
"Siap, Mbak. Jangan malem-malem, lho, Mbak, ngelemburnya." Dia memberikan cengirannya dan berlalu.
Ruang kerja milik kami memang terbuka atau mudahnya bermodel open space. Tidak ada ruangan khusus per divisi seperti kantor pada umumnya, kecuali untuk ruangan direktur. Area kerja hanya tersekat rak besi bercat hitam dengan tanaman hijau yang tertata bersilangan—memisahkan area ruang kerja dengan area workshop.
Pandanganku terpaku pada layar komputer hingga bunyi ponsel membuyarkan fokus.
I Razeta: masih di kantor lo?
Aku melihat jam ternyata masih menunjukkan pukul delapan. Ada apa dengan anak ini? Tumben sekali cerewet. Padahal jika memang diperlukan, lembur bisa sampai jam dua belas. Bella pun juga tahu akan hal ini.
Alexandra E: iyaa
Alexandra E: kenapa sih lo?
Aku memilih untuk merenggangkan otot-otot tubuhku sebentar. Jika dulu berkuliah biasanya kami disebut mahasiswa jompo, kali ini sepertinya aku berubah menjadi literally jompo.
I Razeta: ya nggapapa
I Razeta: buruan pulang deh lo
I Razeta: nggak urgent juga kan?
Area antara kedua alis di keningku berkerut. Memang benar bahwa aku masih mempunyai waktu beberapa hari.
Alexandra E: iya iyaaa
Alexandra E: ini gue pulang
Alexandra E: lo masih sama argis?
Memilih mendengarkan nasihat Sang Bijak Bella, aku menutup layar yang menampilkan AutoCAD berisi desain yang tengah kukerjakan dan mematikan daya komputer.
KAMU SEDANG MEMBACA
not an option [completed]
Chick-Lit"She was special to you, dude. Bukan, bukan. She is special to you." "Ngada-ada lo." "Dih! kalau nggak spesial, mana mungkin lo dulu mau digantungin satu semester. Satu semester woy! Setengah tahun!" "Lo nggak tahu? Someone wise once said, if you co...