Setelah melihat kepergian mobil ayahnya yang akan berangkat ke Surabaya, Wonwoo menaiki motornya, membawa barang-barangnya dari rumah tersebut.
Sebelum melaju, ia menoleh, menghela napasnya karena ia harus meninggalkan rumah yang sudah ia tinggali sejak kelahirannya dua puluh tahun yang lalu.
Motor itu mulai melaju keluar dari area perumahan tersebut, menuju indekos yang akan Wonwoo tinggali selama beberapa hari saja, setelah itu ia akan pindah ke rumah Mingyu.
Sampai di sana, Wonwoo membenahi barangnya, bukan mengeluarkan tapi memasukkan beberapa barang yang sekiranya tak akan ia gunakan selama di indekos. Agar memudahkan dirinya saat pindah nanti.
Lalu ia membersihkan diri, keluar dari indekos sekitar jam dua siang menuju kampus. Ia hanya memiliki satu kelas untuk hari ini. Ia hanya membutuhkan waktu sepuluh menit sampai ia berhenti di tempat parkir fakultas.
Wonwoo turun setelah melepas helm, berjalan memasuki gedung utama dan naik lift ke lantai empat, ia masuk ke ruang kelas yang masih begitu sepi, hanya ada tiga orang selain dirinya di sana.
Pantatnya ia dudukkan di kursi pojok paling belakang, ia terdiam, memikirkan mengenai keluarganya. Ini begitu tiba-tiba tentu, dari kecil ia tak pernah merasa kurang, bahkan selalu lebih.. Tapi mulai saat ini, ia harus menghemat, bagaimana pun caranya.
Beruntung motornya tak ikut di jual, sedangkan mobil ayahnya hanya di sisakan satu. Wonwoo juga masih memiliki tabungan, sisa-sisa uang bulanan yang tak terpakai sejak ia memiliki tabungan sendiri.
Beberapa mahasiswa memasuki ruang kelas tersebut, termasuk Junhui yang sekarang berjalan ke arah Wonwoo dengan tatapan bingung karena melihat temannya itu duduk melamun dengan tatapan kosong.
Ia mendudukkan diri di samping Wonwoo. "Lo kenapa?"
"Ah! Juna, ngagetin aja." Protes Wonwoo setelah menoleh, karena Junhui tapi menepuk pundaknya cukup keras.
Junhui terkekeh. "Kenapa emangnya, ngelamun gitu, kesurupan sama setan kampus baru tau rasa lo." Balasnya.
Wonwoo mendengus kesal, ia lalu menunduk menatap meja di depannya. "Nggak papa." Balasnya, tapi wajahnya ditekuk dan mengkerut seperti kertas yang diremas.
Junhui mengernyitkan dahinya bingung. "Kalo nggak papa kenapa mukanya di tekuk gitu Arka, cerita sama gue.. Siapa tahu gue bisa bantu." Ucapnya dan Wonwoo menggeleng untuk menanggapi. "Kenapa? Lo lagi ngincer cewek? Urusan kuliah? Atau apa?" Tanya Junhui lagi.
Wonwoo menghela napasnya. "Urusan keluarga.. Tapi udah ada solusinya kok, nggak papa." Balasnya sembari menoleh dan menatap lekat Junhui.
"Gue kira urusan cewek, kalo iya kan mau gue bantu." Kekeh Junhui, ia menepuk pundak Wonwoo. "Lo kan udah banyak bantuin gue, jadi kalo ada apa-apa, bilang aja." Lanjutnya lalu ia meraih ponselnya dan fokus pada benda kotak itu.
Kedua mata Wonwoo masih menatapnya dengan intens, meminta bantuan Junhui? Apakah bisa? Tapi.. Wonwoo sebenarnya takut, takut bahwa ia akan melewati batas dari statusnya sebagai teman biasa.
Ia takut jika Junhui tidak menyukai sikapnya, apalagi jika berakhir dengan Junhui tahu tentang perasaanya dan Junhui akan membencinya, ah, Wonwoo bahkan tahu jika Junhui itu tidak tertarik dengan laki-laki.
•
"Pagi tadi ayah kamu nemuin saya." Mingyu menatap Wonwoo yang berdiri di depannya, keduanya berada di depan gedung perpustakaan. Tak sengaja bertemu dan Mingyu menghentikan langkah Wonwoo.
Kepala Wonwoo mengangguk, ia masih menunduk, sebenarnya ada perasaan malu dan enggan. Tinggal bersama dosennya? Bukankah itu akan membuat canggung keduanya? Eh, tapi kenapa harus canggung?
KAMU SEDANG MEMBACA
second lead
FanfictionMINWON • COMPLETED - dedicated to 'mas arka wonwoo' that have sad ending Local Fanfiction "Kamu tahu kan kalo lidah itu nggak bertulang?" "Tahu.." "Tapi bisa ngangkat pinggang kamu." "Huh?" • Dylan Wonwoo Arkana • Mingyu Alvaro Mahendra start :...