Rumah Baru

12 2 0
                                    

#Aksamerta
#Sabtu, 26 Februari 2022
#Bab7_RumahBaru
#TereLiyeTia

  Arvan dengan menggendong Tia berjalan menuju podium pengantin. Dengan jahilnya ia menoel paha samping Raga. Hal itu tentunya mengejutkan Raga yang masih beradu kasih dengan Adhira. Raga langsung salah tingkah, "Ngagetin bae, lu!"

"Cie udah sah," goda Arvan sambil menurunkan Tia. Dengan manjanya Tia meminta Raga untuk mengangkat tubuhnya.

"Iaghh!" Raga dengan gesit menggendong Tia dan diletakan di pangkuannya.

"Makasih ya, Pan. Udah mau nungguin Tia," ucap Adhira lalu tersenyum simpul.

"Yoi, sama-sama. Eh, foto yuk! Gua mau pamerin kalian ke pacar gua," ajak Arvan sembari meronggoh ponsel di sakunya.

"Eh, dah ada pacar lu pitekan PLN?" Raga amat kaget karena baru tahu Arvan sudah memiliki kekasih.

"Udahlah," jawab Arvan sinis.

"Mana?" tanya Adhira dengan mata yang sibuk mencari keberadaan kekasih hati Arvan.

"Di Rusia," jawab Arvan sementara tangannya sibuk mencari filter kamera yang terbaik.

"Gila, dapet cewe Rusia, lu?!" tanya Raga dengan heboh, bahkan bola matanya hampir keluar mendengar berita terbaru tersebut.

"E-enggak, dia orang Indonesia--kerja jadi teller bank di Rusia," jelas Arvan.

"Buset, jauh-jauh Indonesia-Rusia cuma buat jadi teller bank? Luar biasa," ucap Raga dilengkapi dengan kepala yang menggeleng kagum.

"Yee, ketimbang lu! Cita-cita dapet cewe modelan Merline Monroe, eh dapetnya anak tentara," ledek Arvan lalu menaikan ponselnya.

"Siap? 1-2-3!"

Cekrek!

***

  Dua tahun kemudian, di apartemen Adhira dengan perabotan yang semakin bertambah guna memenuhi kebutuhan keluarga kecil ini. Tia sudah berusia lima tahun, ia sudah diperbolehkan bersekolah di taman kanak-kanak. Raga masih bekerja di FineJek dan Adhira adalah ibu rumah tangga yang sempurna.

  Siang itu, Adhira sudah menyiapkan makan siang untuk dirinya dan Tia. Terdengar dari lorong ruangannya, suara sepatu Tia yang sengaja diseret olehnya.

"Mama, Tia pulang!" salam Tia dengan nada lemas. Tubuh kecilnya langsung dibanting ke karpet, tangannya yang kurus terlipat dengan emosi.

"Eh, Tia kenapa?" tanya Adhira dengan lembut.

"Kapan kita punya rumah? Kenapa kita tinggal di ruangan kecil dan sempit ini? Temen-temennya Tia sudah punya rumah semua," keluh Tia dibalas senyum ramah oleh Adhira.

"Rumahnya lagi diperjuangkan sama Papa, Sayang," bujuk Adhira sembari melepaskan sepatu beserta kaos kaki Tia.

"Perjuangannya lama banget, sih? Tia kesel tahu diledekin ga punya rumah sama temen-temen!" lanjut bocah polos itu, tanpa tahu sesusah apa ayahnya mencari uang untuk ia bersekolah.

"Kalau diledekin, jawab aja gini, 'Kalau kalian punya rumah besar, Tia punya Papa yang luar biasa yang berjuang agar punya rumah bagus untuk Tia.' bilang gitu, oke?" saran Adhira membuat Tia tersenyum dan tidak sedih lagi.

"Yee, ayo makan! Mama masakin ayam kecap sama sayur sop kesukaan Tia." Adhira dengan senyum sumringah mengambil pentungan paha ayam dan sayur sop untuk menambah gairah makan Tia.

"Asik, ayam!" Tia menggelengkan kepala lalu memakan masakan Adhira.

"Enak banget?" tanya Adhira sambil menirukan cara makan Tia.

Tere Liye Tia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang