Tersingkap

17 1 0
                                    

#Aksamerta
#Senin, 13 Maret 2022
#Bab23_Tersingkap
#TereLiyeTia

Adhira menendang polisi dengan emosi yang mengebu-ebu. Ia begitu marah melihat ada seseorang yang tega menembak laki-laki yang dicintai oleh anaknya. Jurnalis hanya mengaga, sementara polisi masih kesulitan berdiri.

"Ayo, Tia--ayo Tara!" Adhira merangkul Tia, sekaligus merangkul Antara yang gemetar karena hampir terkena tembak tadi.

"Terima kasih, Tante," ucap Antara dibalas anggukan mantap oleh Adhira.

  Mereka bertiga segera menaiki mobil Polisi Ramli. Sehingga dalam mobil polisi itu terdapat tujuh orang ; Mahesa, Polisi Ramli, jurnalis, notulen, Adhira, Antara dan juga Tia. Mereka saling menguatkan dan memberikan semangat agar esekusi berjalan lancar dan sempurna.

   Sesampainya di sana, mereka segera menyeret paksa jurnalis dan notulen ke rumah ahli forensik. Polisi Ramli bahkan tak segan menyodorkan pistol yang seolah mengancam keduanya. Saat masuk, mereka sudah disambut oleh polisi-polisi bawahan Polisi Ramli. Mereka berjumlah kira-kira lima sampai sepuluh orang dan memberikan salam hangat kepada pemimpinnya.

"Kau siap, Bu?" tanya Mahesa dengan suara lembut.

"Siap." Ahli forensik melepas jasnya sekaligus peralatan medis yang ia kenakan dalam proses pencarian DNA Larni. Sementara itu, Kelinda, Tia dan Adhira membantu mengacak-acak rambutnya.

  Ahli forensik duduk tersungkur dan perlahan-lahan Kelinda mengikat tangannya. Tak lupa mulutnya disumpel dengan kain merah yang hampir lusuh total. Antara menyiapkan kamera dan bersiap memotret ketidakberdayaan sang ahli forensik.

"Oke, jangan bergerak! 1-2-3!" seru Antara lalu memotret ahli forensik dengan cekatan.

"Bagus!" Antara tersenyum lalu menunjukan hasilnya kepada Kelinda.

"Kau memang ahli, Tara--cocok jadi penari ballet," canda Kelinda dibalas tawa renyah oleh timnya, kecuali Antara yang mendengus kesal.

"Hey, mana ponselmu?!" tanya Mahesa kepada jurnalis, sementara pistol lagi dan lagi terarah di kepala jurnalis malang itu.

"Un-tuk ap--"

"Cepat!" paksa Mahesa dengan emosi, membuat jurnalis itu gemetar dan pasrah meminjamkan ponselnya pada Mahesa.

"Cuih, gambar kartun," ledek Mahesa saat melihat wallpaper ponsel si jurnalis.

"Om, itu anime--bukan kartun!" kompak Tia dan Kelinda. Bedanya Kelinda terlihat paling tidak terima karena ia menyukai tokoh anime di ponsel jurnalis itu.

"Hadeh, sama saja." Mahesa mengirimkan foto ahli forensik yang tak berdaya ke ponsel jurnalis.

  Mahesa mengirimkan foto itu kepada grup kumpulan jurnalis dengan memberitahukan bahwa ahli forensik kabur dan dirinya telah menemukannya. Tak lupa Mahesa membagikan lokasinya. Setelah langkahnya berhasil, barulah Mahesa mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya.

"Terima kasih dan maaf jika aku telah kasar padamu. Malang sekali nasibmu, demi keamanan bersama, kau menutupi kesalahan teman-temanmu. Itu bahkan lebih kejam dari pembunuh." Antara menuruti pria muda di depannya dengan nada tegas. Ia juga merasa kasihan dengannya yang harus jadi tumbal dari kasus ini.

"Bapak benar, tak seharusnya aku mengikuti hal seburuk ini. Sungguh jika ayahku adalah Pak Raga, pasti aku sangat hancur. Pikiranku selama ini telah teracuni mereka, Pak--aku menyesal," sesal jurnalis lalu memasukan ponselnya ke sakunya.

"Usiamu masih panjang, Nak. Masih ada berpuluh-puluh tahun lagi untuk bertobat dan kembali ke jalannya."

  Suara sepatu terdengar dari luar rumah. Polisi Ramli bersama salah seorang anak buah telah berjaga di depan untuk membukakan pintu bagi si tamu. Sementara polisi lain membentuk formasi lingkaran untuk menjebak mereka. Kelinda dan ahli forensik melepaskan figura-figura yang tertempel di tembok ruangan dengan cepat. Tangan Antara dengan sibuknya memasang kabel LED di laptopnya. Di dalam laptopnya, sudah tersedia file-file berisi bukti kuat yang mereka cari mati-matian selama ini.

Tere Liye Tia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang