Kebahagiaan Awal

10 1 0
                                    

#Aksamerta
#Minggu, 27 Februari 2022
#Bab8_KebahagiaanAwal
#TereLiyeTia

  Pagi itu sudah jam lima, Raga tengah menggosok gigi, sementara Adhira sudah memasak nasi goreng kesukaan keluarganya. Keseriusan aktivitas mereka dikejutkan oleh ponsel Raga yang berdering kencang, hingga Tia yang masih tertidur menggerutu dan menggosok telinganya.

"Mas Raga!" panggil Adhira sambil mengambil ponsel suaminya.

"Mahesa telepon, nih," lanjutnya sambil berjalan ke arah kamar mandi.

"Esa? Tumben banget biji manggis telepon pagi-pagi," gerutunya sembari kumur-kumur.

"Mas Ragaaa!" Adhira dengan emosi mengetuk pintu kamar mandi.

"Hm--hm--hm," balas Raga sambil membuka pintu kamar mandi. Adhira segera memberikan ponsel Raga, kemudian Raga-pun mulai berbicara dengan Mahesa.

"Maap lama, gua masih gosok gigi tadi," jawab Raga sembari mengelap bibirnya yang masih basah.

"Pak Hendy meninggal, Ga," lapor Mahesa dengan suara lirih.

"Seriusan lu? Kan' masih muda banget, anjrit," timpal Raga dengan suara kaget.

"Iya, namanya juga usia--ga ada yang tahu, Boy. Ayo ke sana bareng," ajak Mahesa disambut dengan suara motor-motor teman-teman mereka.

"Anjir, lu pada ngapa ga ngasih tahu dari tadi, sih? Gua belum mandi juga, ah!" Raga mendorong kecil tubuh Adhira seolah meminta diambilkan handuk yang tergantung di gantungan tembok di atas karpet tidur mereka.

"Dih, cowok jam segini kok belum mandi! Mental pengangguran banget!" sindir Mahesa lalu menaikan bibir atasnya. Raga yang mendengar itu hanya memiringkan kepala dan menggaruk rambut dengan malu.

"Ya udah, deh ... gua ke apartemen lu sekarang. Gais, kalian pergi duluan, ye! Raga belum mandi soalnya," oceh Mahesa dibalas anggukan paham oleh teman-teman sekantornya.

  Kini mereka sudah sampai di rumah duka. Pak Hendy usianya belum lima puluh tahun, pantas saja Raga amat terkejut mendengar berita kematiannya. Rupanya, Pak Hendy meninggal karena penyakit asam lambung diakibatkan keseringan meminum kopi di luar dosis umum.

  Istri dan anak tunggal Pak Hendy nampak menangis sedih, sementara itu para karyawan menyayangkan kepergian atasan mereka. Sungguh, Pak Hendy adalah atasan yang baik dan sabar, serta tidak pernah pelit dalam memberikan sesuatu kepada anak buahnya.

  Tiga hari pasca kematian Pak Hendy, notaris beserta istri Pak Hendy, Ibu Venny, membacakan hasil warisan selanjutnya di FineJek. Seluruh karyawan berkumpul dan mereka dengan saksama mendengar isi dari surat warisan tersebut.

"Untuk selanjutnya, nama dari pengganti Pak Hendy adalah, Mahesa Solivendo Deondy," ucap notaris, membuat Mahesa kaget bukan main.

"Cocok sih--cocok!" Teman-teman Mahesa saling berbisik-bisik, sementara Raga bertepuk tangan paling kencang atas keberhasilan sahabatnya.

"Se-rius, Pak?" tanya Mahesa lagi, ia tak percaya jika Pak Hendy telah menjadikan dia penggantinya.

"Kaya mendadak, nih," bisik Raga sembari mendorong-dorong kecil tubuh Mahesa.

"Iya, Pak. Memang yang namanya Mahesa Solivenda Deondy, siapa, sih?" tanya notaris penasaran.

"Sa-ya, Pak," jawab Mahesa dengan gugup.

"Oalah, soalnya wajah Masnya ga cocok jadi orang kaya, sih," ledek notaris sambil tersenyum penuh ejekan.

"Wajah orang kaya kek mana, yak?" tanya Mahesa sambil menatap Raga.

Tere Liye Tia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang