Bulan sudah lama menyembul dari balik awan, langit pun gelap gulita berwarna biru kehitaman. Pancaran sinar lampu jalan menerangi, seolah takkan habis saat melewati mereka. Kendaran hanya ada satu-dua silih berganti. Bunyi kucing mengeong samar-samar terdengar.
Anastasia menghembuskan nafas panjang. Udara dingin menyelimuti sekitaran. Toko roti tempat bekerja sudah tutup, pintu ruko yang tadi ia dorong adalah tandanya. Hari ini melelahkan, begitu berat. Mentalnya ditimpa batu besar lagi, jiwa juga seolah lepas dari raga. Telinga nya berdengung ketika pikiran kembali teringat nada membentak senior bernama Syauqi.
Lelaki berkepala plontos dengan alis tebal kentara.Flashback On
PRANG
Piring berbahan keramik warna putih hancur berkeping-keping, berserakan dilantai dekat meja pantry kitchen. Sungguh disayangkan, padahal membeli barang harus memiliki uang. Bukan daun mangga tetangga sebelah.
Ah iya, hanya ada dua orang di dalam ruangan. Satu perempuan berambut kepang serta lelaki kulit putih bermata tajam menusuk.
Syauqi terengah-engah dengan emosi memuncak, kepalan tangan kuat terbukti menakutkan sesiapa saja melihatnya. Dia menunjuk tegas orang di samping. "Lo bodoh! Bisa-bisa nya ngerusak roti yang susah-susah gue bikin!!"
Anastasia selaku korban menunduk dalam. Mengigit keras bibir, tak peduli akan luka sekalipun. "Ma-maaf Kak, tadi gak tahu. Pas lihat roti nya gosong dari luar baru gue periksa."
Berdecak, tangan si lelaki emosian bergerak mendorong Ana kasar. "Halah! Ga berguna lo emang. Udah, biarin gue buat sekali lagi. Sendirian!"
Lesu. Padahal si introvert itu ingin mencoba melakukan sesuatu yang bisa mengesankan senior, tapi malah membuat marah. Menjadi beban saja. "Iya-iya, paham Kak." Tanpa pemberitahuan, ia balik badan ingin bubar jalan. Kembali ke posisi kasir, sebab tadi sempat ada pertukaran job list.
Menepuk pelan pundak Syauqi, satu orang pria jangkung bertopi koki melirik Ana lewat ekor mata. Ia baru saja kembali dari toilet setelah dua menit. Namanya Zayn. Berbisik pelan, "Oi, di apain lagi sih, Adek lo? Mukanya yang biasa datar jadi murung gitu ...."
"Ck, biasalah dia ngeselin sama bikin repot. Males gue jadinya," sahut si koki yang sudah satu tahun berkerja itu.
Bukannya menasehati rekan kerja, Zayn yang mendengar hal ketus dari Syauqi malah terbahak-bahak. Air mata jenaka sampai lolos dari pertahanan. "Ada-ada aja kalian. Kasian tau si princess Anastasia di bully terus sama senior nya di toko. Gue aja 'nangis' loh ini."
Merotasikan bola mata jengah, Syauqi menggebrak meja menggunakan satu tangan. Melengos pergi, membuka pintu belakang toko. "Prett! Princess apaan? Najis, bangke!"
Entah mereka sadar atau tidak, dari balik dinding Anastasia mendengarkan semua pembicaraan dengan mata yang berkaca-kaca sarat akan kesedihan. "Selama ini gue bahkan nganggap mereka semua sodara ...." Gadis cantik berhidung mungil memukul-mukul dadanya menggunakan kepalan tangan berkali-kali. Namun rasa sesak masih melekat. "Dasar bodoh lo, harusnya gak kegeeran!"
Flashback Off
***
Mendudukan diri dikursi, meletakkan cup sedang beserta sebotol air mineral kemasan. Menyimpan struk kembalian berikut uang kedalam dompet coklat. Dia berada sendirian didepan Indiemart yang masih buka pada jam larut malam.Dibuka, mie lembut disedot kuat-kuat, walau kepulan asapnya masih banyak. Mau bagaimana? Makanan instan itu terlalu menggoda untuk ditunggu-tunggu. Tak ada kata sabar dalam melahapnya.
Menggelepar, mungkin ikan yang ditangkap nelayan malam-malam saja kalah. Tangan itu bergerak mengipas cepat. "PHANAS!"
Suara tawa cekikikan dari arah jam enam mengagetkan. Arka sudah berjalan menenteng keresek putih berisi satu pack roti untuk besok pagi karena disuruh sang Ibu, berhenti sembari menatap Anastasia. "Bengek gue, lo udah tahu makanan panas gitu masih diembat. Rakus!"
Meneguk tergesa air mineral yang sudah disiapkan, Anastasia mendelik. Lidahnya mendadak kebas serta perih. "Terserahlah, la-lagian lo ngetawain. Gak nolong," kata terakhir di ucapkan agak pelan. Berharap tidak didengar.
Tersentak, Arka mengelus kepala gadis berjaket putih itu. "Iya-iya, nanti ga gue ketawain deh. Ditolong juga."
Mengangguk kaku, memalingkan wajah yang agak memerah. "Enggak perlu repot-repot. G-gue cuman becanda."
Arka menatap menggoda. "Sayangnya, gue seribu rius!"
Mencebik. "Bodoh amat!" Gawat, diam-diam hatinya perlahan terhibur karena kehadiran si kapten basket. Belum pernah Anastasia di perlakukan seramah dan hangat dengan laki-laki. Biasanya mereka akan jijik dekat-dekat, bahkan menatap saja enggan. Jikalau ada tugas kelompok, pasti dipilihkan oleh guru. Merepotkan. Semua teman terpaksa mengiyakan, sedangkan beberpa pengajar akan mencap nya tidak mandiri. Bu Retno contohnya, pernah mengatakan secara gamblang. Membuat tokoh kita tidak percaya diri.
Sembari menyeruput kuah, Anastasia berkata, "Btw, makasih buat payung nya. Maaf gue taruh gitu aja dikelas."
"Hm, habisin mie nya. Gue antar pulang. Sekali-kali di boncengin cowok famous. Gapapa, dibolehin kok, nanti bisa pamer ke orang-orang." Membuka mulut hendak protes, Anastasia kembali dibuat bungkam oleh pernyataan Arka, "Gak boleh nolak, gue cuman khawatir. Di gang seberang ada preman lumayan nakutin."
Si rambut keriting menghela nafas. "Lo kan cewek, mana bisa jalan sendiri? Kalo kenapa-napa jadi ribet."
Pipi chubby gadis itu berhenti bergerak untuk mengunyah, menoleh hingga memasang muka polos. Berkedip dua kali. Menelan semua makanan, gumam lirih terdengar, "Walaupun lo banyak ngoceh kayak tetangga, tapi kadang suka bener. Syukur deh gue juga belum pesan ojol, makasih juga ya."
Alis lawan bicara bertautan tajam. "Itu pujian atau hinaan sih?!"
"Bisa di tebak sendiri. Jangan lupa bintang lima nya."
Detik berikutnya mereka tertawa berbarengan, dengan tangan Anastasia yang memukul-mukul punggung Arka sampai mengaduh. Dasar, penikmat lelucon garing.
***
Motor ninja berwarna hitam legam membelah jalanan sepi. Hanya ada beberapa pohon juga gedung-gedung bertingkat dilewati. Lampu terang dari kendaraan menyinari aspal, seperti mata burung hantu yang tajam melihat sekitaran tatkala malam hari.
Mengeratkan pegangan pada jaket kulit Arka, Anastasia agak kedinginan. Angin malam menembus kulitnya. Rambut yang keluar dari helm pun jelas terbang.
"Dingin ya? Masukkan aja tangan lo ke saku jaket gue!" Peka sekali. Dengan kaku, daripada membeku si gadis yang merangkap jadi penulis pemula pun menurut. Arka tersenyum ketika merasakan sentuhan tangan mungil menerobos sakunya.
Hampir lima belas menit mereka menempuh perjalanan. Kini motor mahal itu berbelok ke arah kanan, memasuki kompleks perumahan sederhana. Berhenti tepat di rumah berpagar kayu coklat dengan arahan si gadis introvert.
Turun dari tunggangan mereka pelan, Anastasia tersenyum masam, teringat sesuatu. "Makasih. L-lo bagusnya cepetan pergi deh, Kakak gue ada di rumah, galak. Gak bisa lihat Adik nya diantar cowok lain." Menggerakkan tangan mengusir.
Cowok penyuka pisang keju topping coklat masih setengah mencerna ucapan Anastasia. Melirik ke belakang, tepat teras rumah. "Kakak? Maksud lo cowok brewokan sangar itu?" Dia menunjuk.
Tokoh utama kita melotot horror. "Hah!?"
***
Tertanda,
Author Evanaa88.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASTASIA LYNA (END)
Romance"Hindari masalah dan cobalah pasrah. Tutup mata, tutup telinga." Dua kalimat yang selalu tertanam dalam pikiran. Dia, Anastasia Lyna. Korban bullying yang tak mampu melawan. Baginya semesta itu rumit, apalagi setelah muncul sosok tiga orang lelaki...