Kantin ramai dikunjungi siswa kelaparan. Tapi hatinya bahkan sepi bagaikan kuburan, duduk sendirian di bangku kantin ujung kiri paling belakang membuat semakin terasingkan.
Sudah seminggu setelah kejadian buruk dilabrak Marthina dan Wina. Keadaan tetap tidak berubah, Rhea menjauh. Sementara ketiga cowok berbeda kepribadian itu dia hindari sedemikian rupa. Walaupun Arka sendiri sudah tahu duduk permasalahannya.
Anastasia menolak saat ingin di bantu, apalagi dikasihani. Hanya saja memilih menikmati waktu sendirian untuk sementara. Terlalu lelah merangkai pertemanan berujung perpisahan.
Namun, kadangkala terlalu takut menghadapi takdir seorang diri.
Meringis, rawon daging sapi yang disuap terasa hambar. Entah lidahnya sudah rusak, atau kah perasaannya sendiri memengaruhi napsu makan? Anastasia Lyna tidak tahu. Ia pun bingung, sebenarnya apa salahnya pada dunia? Di kehidupan sebelum ini, dosa sebesar gunung Merapi kah yang diperbuatnya?
"Sialan banget hidupmu Anastasia," katanya lirih menggeleng prihatin atas nasib sendiri.
Tepat ditengah area kantin, orang-orang tertawa. Menunjuk-nunjuk sesuatu sembari menatap remeh. Kerumunan makin banyak, yang awalnya hanya lima sampai tujuh, kini melebar menjadi berpuluh-puluh siswa.
"Itu ... kenapa lagi? Ada korban baru kah?"
Menatap penuh tanya, Anastasia mendapat firasat tidak nyaman. Jantungnya berdegup tak karuan. Meraba ponsel yang tergeletak di meja, memasukkan dalam saku. Menipiskan bibir, perlahan kedua belah kaki melangkah sendiri menuju tempat kejadian. Sekitar lima puluh meter, karna memang SMK elit itu sungguh luas.
Ketukan kaki seolah irama, rambut sebahu itu bergoyang-goyang mengikuti deru nafas nya. Membelah kerumunan secara paksa. Begitu nampak hal apa yang menyita perhatian, tenggorokan Anastasia tercekat.
Bobby Cavero Gabriell tengah dilempari telur, kemudian di guyur menggunakan sampah kertas yang ada di tong berwarna hijau cerah.
Anastasia menatap sekitar. Orang-orang semakin terbahak. Seolah hati mereka telah menjadi abu dan ditiup angin.
Kenapa mereka jahat? Padahal sosok lembut itu sungguh baik.
Apa alasannya?
Sejenak kepala Anastasia berdenyut, telinganya berdengung.
Pandangan Wina yang tengah mendorong-dorong Bobby sekilas bersinggungan dengan nya. Melempar senyum mencemooh seolah berkata, 'Lo yang selanjutnya! Tunggu aja.'
Gadis berambut hitam sebahu hendak berbalik. Ini terlalu sulit, mustahil bagi manusia pengecut seperti nya yang tidak mampu sekedar menampar penindasnya, bisa menolong orang lain didepan semua murid.
Bobby tersungkur dilantai kantin. Memelas pada semua yang melihat. Terutama kearah Anastasia. Bibir pucat bergerak. Berkata lirih hampir tak terdengar, "T-tolong aku ...."
"Berhenti!" Geram Anastasia menegaskan pendapat. Namun, tetap saja mereka-para tukang bully tidak perduli.
"GUE BILANG BERHENTI MENINDAS DIA, BANGSAT!" Semua diam, terkecuali Marthina serta Wina dan beberapa temannya di depan sana tertawa sinis.
Si perempuan bermata tajam-Marthina bertepuk tangan tiga kali. Menggeleng dengan takjub. "Wah-wah, apa nih? Ceritanya sang Putri menyelamatkan Pangeran? Wow, gue ngerasa kagum loh." Ketahuan sekali itu jelas cibiran. Melihat lawan bicara diam, jadi dia kembali menambahkan, "Tapi kayaknya lo berdua emang couple goals deh."
Anastasia tidak paham dengan pemikiran musuh bebuyutannya. Apakah dalam benak gadis populer itu hanya ada ikatan romansa jikalau seseorang membela teman yang berbeda gender?
"Gak usah bahas hal-hal nyeleneh deh, Mar. Cukup jangan ganggu temen gue, atau kalian-"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASTASIA LYNA (END)
Romance"Hindari masalah dan cobalah pasrah. Tutup mata, tutup telinga." Dua kalimat yang selalu tertanam dalam pikiran. Dia, Anastasia Lyna. Korban bullying yang tak mampu melawan. Baginya semesta itu rumit, apalagi setelah muncul sosok tiga orang lelaki...