Jiwa rapuh itu kembali menghadapi takdir yang seolah makin menyudutkannya.
Dari dulu, orang-orang memang silih berganti. Ada pertemuan yang membawa cerita, namun pada akhirnya akan sia-sia melalui perpisahan amat menyakitkan.
Anastasia sebenarnya tidak apa-apa jikalau di tindas satu sekolahan pun, guru-guru memberi predikat murid anti sosial pun tidak masalah.
Baginya teman sekelas hanyalah batu tak berharga. Walau terus mengganggu setiap langkah, dia masih baik-baik saja.
Dia masih kuat.
Dia ... tidak butuh mereka semua.
Jika mati sekalipun, itu bukan urusannya.Namun ...
Saat ini sosok gadis berkacamata dan poni tipisnya datang dengan amarah menggebu-gebu serta sepenggal rasa gelisah akan nasib sendiri. Terlihat egois.
"Setelah semua alesan gue, kenapa lo gak maafin?! Gue kan sahabat lo, An!" Suaranya parau, bau keringat yang menyengat muncul dari pelipis juga dahi Rhea.
Dia ketahuan menyebarkan semua foto-foto Anastasia dengan tiga orang cowok. Memancing keributan. Rhea akan dikeluarkan dari sekolah atas perintah Arka dan Gabriel sebagai ketua OSIS.
Ya lebih tepatnya, hampir. Mereka mengajukan satu syarat mutlak, yaitu Anastasia harus menerima permintaan maaf nya secara ikhlas tanpa paksaan. Jika tidak, maka berakhirlah sudah.
Memilin jari-jari, lalu menggigit bibir dalam. "Gue ... perlu waktu Rhe. Kejadian ini mendadak soalnya. Jadi, ada sedikit ketakutan-"
Rhea mengacak rambutnya. Pusing sekali. "Gue gak perduli lo mau takut, trauma, atau sedih! Gue cuman mau lo untuk bicara dan terima permintaan gue!" Ingin sekali mengatakan alasan kenapa menggebu-gebu seperti ini karena, tetapi tidak bisa. Ini bagian dari ancaman Arka juga dan jelas gadis itu sadar dia sedang di awasi sekarang.
Berani menatap mata Rhea, agaknya Anastasia sudah hilang kesabaran. "Ya lo bisa bayangin aja lah ya perasaan gue. Sahabat yang di percaya selama sekian tahun, ternyata diem-diem ngejebak gue. Gimana gue bisa langsung maafin lo?!"
PLAK.
Bekas kemerahan terpancar dari pipi Anastasia. Wajah itu terdorong ke samping kiri. Nyeri dan sakit sekali. Hampir menyaingi luka di hatinya yang semakin lama semakin membesar. Meninggalkan rongga kosong.
Rhea melangkah mendekat, menarik kerah seragam Ana. Rahangnya mengeras. "Lo kira kenapa gue sampai repot-repot gini? Heh, ini semua salah lo! Lo gak bisa mikir pakai otak, seenaknya sok nyelamatin si Bobby yang cupu itu! Mana ganjen lagi sama Arka dan Gabriel!" Mengerikan, Anastasia menggeleng tak habis pikir. Rhea yang ada di depannya bukanlah sosok yang ia kenal selama ini.
Si kacamata terkekeh seram, "Pulang-pulang dari pulau pribadi Gabriel, kalo hamil tanggung sendiri ya. Dasar pelacur! Di bayar berapa lo sama tiga cowok itu?"
PLAK.
Sebuah tamparan balasan menerpa Rhea. Hening beberapa detik, Anastasia masih mengontrol nafasnya.
"Lo gak sepantasnya bicara kayak gitu, disaat semua orang gak percaya sama gue. Harusnya lo sosok yang paling pengertian!" Mata gadis berambut hitam kembali berkaca-kaca. "GUE KECEWA SAMA LO RHEA!"
"Jangan berani bicara macam-macam sama anak saya! Sudah syukur dia mau minta maaf sama kamu, karna kalau bukan gara-gara ulahmu kami tidak akan terancam seperti ini!"
Menoleh kesamping, Anastasia tercekat. Sosok pria paruh baya berwajah arogan dengan tubuh yang masih tegap mendekat kearah mereka. Tokoh utama kita sangat mengenal siapa orang itu.
Andra. Ayah dari Rhea yang memiliki tingkat kesombongan melebihi batas serta ambisi yang begitu besar. Wajah dan sifatnya sama-sama selaras, arogan.
"Kamu itu tidak ada apa-apa nya dengan keluarga kami. Sudah miskin, cerdas juga enggak! Harusnya dari dulu saya sudah melarang Rhea untuk berteman dengan kamu!"
Anastasia yang dari tadi hanya diam, perlahan-lahan memanas juga. Gadis itu paling tak suka jika seseorang meremehkan dan menilainya seolah batu kerikil yang mengganggu. Nafas itu sontak terengah-engah, mukanya mendadak dua kali lipat lebih serius kali ini.
"Anda jangan menghina saya, ya! Lagi pula selama bersekolah di SMK Gardenia ini, semua orang juga tahu. Saya lah yang satu-satunya memihak pada Rhea! Saat dia gak punya teman."Bukannya sadar dengan perilakunya, Andra malah melotot. Menunjuk Anastasia dengan lancang. "Iya, karena dia dibully juga gara-gara kamu! Kamu yang membawa pengaruh negatif pada Rhea!"
Mengepalkan tangan, tokoh utama kita sadar. Orang semacam Pak Andra takkan pernah menerima segala ungkapannya. Namun, tetap saja hati kecil Anastasia terluka parah. Dia dituduh biang kerok semua masalah.
"Saya tau, saya hanya murid cupu yang miskin dan gak pinter juga dalam hal akademik. Tidak sebanding dengan anak Bapak yang nilainya selalu diatas sembilan puluh dan berasal dari keluarga apoteker yang terpandang." Menyentuh dadanya, ada rasa sesak disana. Si rambut sebahu menelan ludah yang terasa pahit, mata beriris cokelat terlihat berkaca-kaca. Masih menyambung kalimat, "Tapi saya juga manusia loh Pak. Saya punya hati. Gak bisa semudah membalik telapak tangan buat maafin seseorang yang udah nyakitin sampai segini nya."
Menghembuskan nafas panjang. Anastasia menatap nanar dua orang didepannya bergantian. "Dan lagi-lagi saya bilang, saya gak pernah ada niatan untuk memberi pengaruh negatif atau ngebuat sial Rhea dengan di bully Muthia juga. Mereka yang mau sendiri." Tertegun, Andra tak mampu berkata-kata begitu melihat tatapan kosong Anastasia. Seakan jiwa itu sudah terangkat pergi meninggalkan raganya yang berbicara seolah di setel. "Ah, iya tenang aja Pak. Setelah ini saya tidak akan pernah lagi mengganggu hidup kalian. Maaf buat setahun lebih udah sangat merepotkan anaknya Bapak."
Berbalik badan, berjalan tiga langkah kemudian terhenti. Anastasia menoleh kebelakang. Tersenyum sakit. "Makasih banyak Rhe udah jadi temen gue selama ini. Sekali lagi maaf, gue rasa ... lo udah berubah. Gue kecewa sama lo."
Rhea hanya pasrah disamping Ayahnya, terseret-seret saat bergegas menarik tangan untuk segera ke parkiran mobil juga. Mereka akan pindah sekolah sekaligus pindah rumah.
Si kacamata menoleh kebelakang ketika punggung Anastasia yang bergerak cepat menjauh berlawanan arah dengan nya. Semakin kecil, hingga hilang saat berbelok di lorong.
Sesaat terbesit siluet seorang lelaki berambut ikal berwarna cokelat keemasan dengan kulit eksotisnya yang khas juga. Menyandarkan tubuh di tembok, memakai tudung jaket untuk menutupi muka.
"Hm, shit! How dare they are! Mereka yang satu kali menyakiti nya akan mendapat balasan seribu kali," ucapnya sembari memainkan pisau ditangan sebelah kanan.
***
Tertanda,
Author Evanaa88.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASTASIA LYNA (END)
Romance"Hindari masalah dan cobalah pasrah. Tutup mata, tutup telinga." Dua kalimat yang selalu tertanam dalam pikiran. Dia, Anastasia Lyna. Korban bullying yang tak mampu melawan. Baginya semesta itu rumit, apalagi setelah muncul sosok tiga orang lelaki...