9. BOYS WITH A GLOOMY FACE

23 8 6
                                    

Suara ketikan keyboard  yang seakan bernada irama terhenti, gadis berpakaian piayama tidur warna baby blue sejenak termenung. Draft ceritanya memang sudah selesai barusan, mendadak memori siang ketika disekolah tadi melintas bagai angin. Tidak terlihat, namun meninggalkan bekas.

Intensitas desiran jantung semakin menjadi-jadi. Entah apa maksudnya? Antara kasihan atau merasa nyaman. Ana berpikir lagi, suara lembut penuh nuansa menyayat jiwa sangat jelas tadi. Mata yang seakan hendak tertidur, menghindari kekejaman dunia nan semakin hitam digambarkan pada wajah penuh penderitaan orang itu.

Dia bertemu dengan seorang Bobby Cavero Gabriell disaat semilir angin berada ditengah-tengah suasana sepi pohon taman sekolah yang sejuk.

***

Flashback On

Setengah roti isi selai coklat telah habis dimakan, cowok yang memiliki luka di sudut bibir meringis. Tubuhnya penuh lebam-lebam merah kebiru-biruaan, terutama pada bagian lengan dan kaki. Ia menatap pohon mangga besar disamping kiri. Mata sayu semakin lembut. Beruntunglah daun-daun itu bisa menaungi dari sinar matahari membakar kulit.

Bergulir menatap sekitaran, ia terhenyak. Disini sepi, sehingga tak ada yang menyakiti lagi.

Setetes air mata mengalir membasahi pipi. Dunia terlalu kejam untuk menerima manusia serba kekurangan sepertinya. "Sakit, aku sedih ya?" Bobby memilih bergumam sendiri, memasang wajah murung. Disekolah tak punya teman, lingkungan rumah juga sering menolak.

"Cuman Mama kayaknya yang selalu terima aku selama ini ..."  Benar, perasaan ingin dikasihi juga manusiawi. Semua punya hati, tapi banyak dari mereka tak menggunakan dengan semestinya.

Suara lenguhan panjang mengagetkan lelaki dengan tubuh tinggi itu, ia menyorot sekitar horor. 'Apa ada hantu disini?'

"Siapa sih ganggu orang tidur aja!" Seorang gadis cantik dengan rambut hitam pekat muncul dari balik sisi pohon yang tertutup. Menguap lalu melayangkan tatapan malas. Tidur siangnya terganggu karena suara lain.

Anastasia berdiri lalu berjalan sempoyongan. Mengerjap mata, menunjuk ke depan. "Bobby? Lo ... Kenapa ada disini?"

Sulung Gabriell berdiri tergesa. Membuka suara takut-takut, "Eng, a-aku pergi aja." Cowok korban bullying seangkatan itu terlampau cemas, jikalau Anastasia akan mencelakai nya seperti orang-orang. Jadi dia memilih menghindar saja.

"Eh, jangan! Kalau lo masih mau duduk-duduk gapapa. Ini kan milik sekolah. Semua bebas gunain.Gue ga nyakitin lo kok," cicit Ana lalu mengulum bibir. Sudah beberapa kali hanya melihat pembullyan, ia merasa seperti pecundang bodoh. "Kenalin, gue Anastasia. Maaf Bob, ha-harus nya gue inisiatif jadi temen lo dari dulu. Bukan cuman diem liat orang tertindas."

Bobby memiringkan kepala, berkedip polos. "Maksud kamu apa, Ana? Aku sama sekali ga ngerti?"

"Intinya, gue ngerti perasaan lo disini, karena sekarang lagi di bully juga. Gue bersedia untuk jadi temen buat dengerin cerita lo. Hadapin Wina, Petra, dan temen-temen nya emang ga mudah, sih." Ana tertawa miris, nasib Bobby agaknya lebih parah. Badan cowok ini bahkan luka-luka, seragamnya sedikit kotor.  Walau Marthina sering menghina, setidak-tidaknya dia jarang memukul.

Cowok berponi tipis itu duduk kembali, ia mengulum senyuman. "Terimakasih mau jadi teman ku, An. Tapi, aku rasa Wina sama Petra juga yang lainnya mungkin cuman main-main. Aku yakin, suatu hari mereka bakal berubah."

Ana terhenyak, mulut kecilnya kembali menganga. Spontan menutupi dengan tangan, setetes cairan bening turun membasahi pipi segera dihapus kasar. Ikut duduk disamping cowok polos. "Gila sih lo, bisa sebaik itu. Kalau gue ya, boro-boro positif thinking. Liat mereka aja diem-diem mau muntah!"

Suara meringis kesakitan muncul ketika Bobby mencoba menggigit lalu mengunyah roti. Si wajah murung bergumam, "Muntah? E-emang Wina kotoran? Di lihat dari mana pun dia manusia kok."

Gadis berbulu mata lentik mengangguk singkat. "Ya! Tapi dia termasuk contoh gak memanusiakan sesamanya! Herman gue, masih ada yang gitu ..."

Bobby malah terkekeh, membuat mata sayu menyipit lucu. "Kamu asik, bisa buat kata-kata ajaib yang ga pernah aku denger."

Terpana. Wajah lembut milik Bobby kalau dilihat-lihat lumayan imut juga. Anastasia tidak dapat menahan senyum. Namun tetap bertanya, "Ajaib gimana? Kan gue bukan penyihir."

"Walaupun bukan, tapi entah kenapa hatinya aku langsung baikan tahu! Udah ga terlalu sesak lagi."  Sangat lama sejak menginjakan kaki di sekolah, Bobby tidak pernah memiliki kata 'bahagia' ataupun 'teman'. Jadi dia sadar, Ana itu ajaib. Membuatnya melupakan rasa sesak akibat kepedihan hati.

Ketulusan Bobby merenggut perhatian Ana. Ada perasaan sakit ketika suara mirip nada biola sedih ini tertangkap indera pendengaran. Tokoh utama kita meremas rok seragam, menguatkan diri untuk tidak menggetarkan suara tanda ingin menangis. "Bagus deh, kapan aja lo mau cerita temuin aja pas luang di sini. Jangan sungkan, gue selalu di pihak lo."

Meskipun beberapa kalimat tak bisa dipahami, Bobby mengangguk saja dan meniru semangat teman barunya. "Iya Ana! Aku juga ada di pihak kamu ya!"

Flashback Off

***

Tertanda,

Author Evanaa88.

ANASTASIA LYNA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang