Mendongak. Bulan purnama bersinar penuh terang, seolah lentera pembimbing jalannya yang penuh kegelapan.
Sosok itu sungguh lusuh. Dengan rambut acak-acakan, juga baju seragam kerja kotor terkena debu. Jika ada yang melihat, pasti mereka mengira ia orang gila yang tengah kabur dari kejaran satpol PP.
Anastasia meringis disela-sela langkah. Pergelangan tangan serta kakinya membiru dan mengeluarkan darah segar akibat dipaksa bergesekan dengan tali sewaktu hendak kabur. Ya, dia tak punya cara lagi. Biar bagaimanapun Ana tidak boleh menyerah seperti pengecut selayaknya dirinya dulu.
Tubuhnya gatal terkena debu bercampur keringat, sedangkan nafas ngos-ngosan.
Ana celingukan menatap sekeliling, tidak dipungkiri ia takut juga. Tapi tak boleh di tampakkan. "Gue harus semangat. Gue ga boleh nyerah sama Renzaki, gue harus laporin dia." Berkata memang mudah untuk dilakukan.
Namun permasalahannya, tak ada orang disini. Di sekitar jalanan sepi dengan pemandangan kanan-kiri berupa gedung-gedung kosong menyeramkan.
Jangankan orang, hewan saja enggan kesini agaknya.
***
"Lo kenapa lagi, Ana?! Bilang sama gue, sayang." Arka menautkan keningnya, butiran-butiran kesedihan hampir lolos pada setiap kelopak matanya. Pria eksotis itu sangat terpukul dan tentu marah.
Ia memeriksa seluruh tampilan Ana yang sangat kacau. Dari ujung kepala sampai kaki.
Tak pernah dibayangkan, gadisnya yang begitu dicintai kini malah tidak berdaya gara-gara dunia dan takdir. Didepan muka nya, meringis kesakitan. Meminta pertolongan tapi tak ada siapapun yang mengulurkan tangan.
Mencoreng harga diri Arka sebagai kekasih. Seolah dia adalah lelaki paling tak berguna untuk sang permata.
"Gue gapapa, Ar. Cuman luka lecet doang, ga usah khawatir." Anastasia tersenyum. Raut wajah yang malah membuat Arka merasa tombak besi menembus dadanya. Karena tahu itu ekspresi paling sakit gadisnya.
Tadi, beberapa menit lalu. Si cowok rambut keriting cokelat menemukan Anastasia berjalan sendirian dengan penampilan semrawut di jalan sepi ini. Setelah ia mencari-cari sosok gadis itu hingga hampir jam dua belas malam.
Tentunya sesudah informasi dari Romeo menyatakan berhasil melacak keberadaan Ana lewat membajak CCTV sekitar serta eksistensi Bobby yang sudah menipis alias sekarat ditangan Arka. Ya, tubuh musuh bebuyutan Black gangster telah babak belur.
"Gapapa apanya, Ana? Tangan, kaki lo memar-memar. Berdarah. Tubuh lo lemah! Tadi aja mau pingsan." Arka bergerak cepat hendak mengangkat tubuh Anastasia menuju mobil mewahnya yang terparkir di sebrang jalan. "Kita ke rumah sakit, ya."
Terkekeh geli menutup mulutnya, Anastasia menatap Arka guyon. "Gak usah segala di angkat juga, Ar. Gue masih bisa jalan, tenang aja."
Meskipun berkali-kali Ana mengatakan baik-baik saja, tapi Arka tetap membopongnya pelan-pelan. Setidaknya walau tak di angkat, pria itu masih bisa memeluk tubuh sang pujaan hati.
Mereka menuju mobil. Hanya tinggal sepuluh langkah hingga cahaya menyilaukan mata tertangkap beberapa meter darinya. Sebuah mobil sport berwarna silver melaju kencang tak peduli ada dua pejalan kaki.
Benda itu semakin dekat.
Anastasia yang pertama menyadari, mata gadis khas Asia itu terbelalak. Refleks dia mendorong Arka yang berada disamping agar terhindar dari tabrakan.
Karena Anastasia tahu persis, siapa sosok samar dari bayangan yang ada di mobil para sultan itu.
"Lo pasti becanda, Ana. Lo ... benar-benar minta gue kirim ke neraka!" Ren mengacak rambut frustasi, di tinggal beberapa jam untuk membeli makan saja gadisnya sudah kabur melarikan diri. Padahal telah di ikat kencang menggunakan tali tambang.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANASTASIA LYNA (END)
Romance"Hindari masalah dan cobalah pasrah. Tutup mata, tutup telinga." Dua kalimat yang selalu tertanam dalam pikiran. Dia, Anastasia Lyna. Korban bullying yang tak mampu melawan. Baginya semesta itu rumit, apalagi setelah muncul sosok tiga orang lelaki...