Di hari kedua, mata yang ditunggu banyak orang itu akhirnya terbuka. Meski ringisan kecil sesekali masih keluar dari bibir pucatnya, namun tidak melunturkan sedikitpun senyum manisnya tatkala presensi sang kakak yang dilihatnya sejak kali pertama mata itu terbuka. Hari ini Seokjin sengaja mengambil cuti untuk menemani Jimin.
Yoongi sudah pamit untuk keluar beberapa saat yang lalu, sengaja memberikan waktu untuk dua orang tersebut. Dan sejak saat itu pula tidak ada percakapan sama sekali diantara keduanya. Seokjin sejak tadi hanya mengusap-usap kepala Jimin, sementara Jimin terlihat memejamkan matanya menikmati usapan lembut dari sang kakak.
Jimin perlahan membuka matanya. Memandang Seokjin yang masih senantiasa mengusap lembut surainya. Namun ada yang aneh, Seokjin memang tidak berhenti mengelus kepalanya dan Jimin menyukai hal itu. Namun pikiran Seokjin sepertinya tidak disini. Seokjin menatap kosong kearah lain terlihat sekali bahwa kakaknya tersebut memikirkan banyak hal.
Hingga akhirnya rintihan kecil yang keluar dari bibir pucat Jimin berhasil menyadarkan Seokjin dan membuat kakaknya tersebut berseru panik.
"Ada apa? Bagian mana yang sakit? Perlu ku panggilkan Yoongi?"
Jimin mendengus. "Kau juga dokter. Apa kau lupa?"
"Mana yang sakit? Katakan pada hyung." Seokjin mengulang lagi pertanyaannya dan hanya mendapat gelengan dari Jimin.
"Sekali lagi kau berhasil membuatku ketakutan. Kenapa tidak langsung menghubungiku atau Yoongi kalau merasa sakit?" Seokjin bertanya dengan nada yang terdengar begitu khawatir.
"Ponselku kehabisan daya."
"Dan kemudian kau malah mengurung diri dikamar mandi? Apa yang sedang kau pikirkan sebenarnya Jim? Bagaimana kalau-"
"Cukup! hentikan, kepalaku pusing. Ya Tuhan, ternyata orang ini lebih cerewet dari Min Yoongi."
"Apa katamu-"
Seokjin terdiam seketika saat Jimin mengambil tanganya, kemudian diletakkan diatas kepalanya sendiri.
"Usap lagi hyung. Aku suka."
Seokjin tersenyum lembut, kemudian menuruti keinginan Jimin.
"Jangan sembunyi lagi."
"Hum?" Jimin mengernyit, merasa tidak paham dengan apa yang diucapkan kakaknya tersebut.
"Jangan pernah bersembunyi lagi. Katakan sakit kalau memang kau merasa sakit. Beristirahatlah jika kau lelah. Ingat, kau masih memilikiku. Bersandarlah padaku kapanpun kau membutuhkanku."
Jimin hanya tersenyum kemudian memejamkan matanya.
"Tidurlah."
"Aku baru saja bangun hyung. Aku tidak mengantuk."
Nyatanya ucapan Jimin berkebalikan dengan apa yang kini dilihat Seokjin. Sesaat setelah Jimin berucap demikian, adiknya tersebut terlihat begitu tenang dengan dengkuran halus yang membuat Seokjin mengembangkan senyumnya.
"Tidurlah yang nyenyak Jim. Cepat sembuh."
Ditatapnya lekat wajah pucat Jimin yang terlihat begitu nyaman dalam tidurnya. Adik manisnya kini telah benar-benar kembali. Hal-hal kecil yang selalu Seokjin bayangkan kini benar-benar terjadi. Bukanya Seokjin senang melihat Jimin kembali terbaring di ranjang rumah sakit, hanya saja Seokjin merasa sedikit lega. Beban berat yang sejak dulu menghimpit dadanya hingga membuatnya sulit untuk bernafas, seakan melebur begitu saja melihat Jimin yang tersenyum begitu tulus padanya.
Seokjin akan mengganti semuanya mulai saat ini. Mengganti tahun-tahun yang terbuang tanpa kehadiran dirinya disisi sang adik. Tahun-tahun terberat bagi Jimin saat harus melewati kesakitannya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance
FanfictionMenjadi yatim piatu serta ditinggalkan oleh sang kakak sejak dirinya masih kecil, membuat rasa benci tumbuh hingga dirinya menginjak remaja. Meski sang kakak selalu mengalah dan berusaha mendekati kembali dengan sabar, namun luka dimasa lalu tidak d...