Terhitung sudah satu minggu sejak kejadian kambuhnya Jimin di sekolah dan berakhir membuat dirinya terkurung dirumah tanpa melakukan apapun. Bosan sih, tapi mau bagaimana lagi. Dari pada mendengar omelan Yoongi yang membuatnya sakit telinga lebih baik menurut toh Jungkook dan Taehyung tidak pernah absen mengunjunginya sepulang dari sekolah. Meskipun hanya menonton kedua sahabatnya itu bermain game dan juga memporak porandakan kamarnya, Jimin sama sekali tidak keberatan.
'Biarkan saja nanti Taehyung yang membereskan' kata Jimin tanpa dosa.
Dan hari ini akhirnya Jimin kembali masuk sekolah seperti biasanya. Saat ini sedang jam istirahat, dan remaja Park tersebut sedang berada di atap sekolah memandangi para murid yang sedang berlalu lalang dibawah sana.
Kedua sahabatnya kini sedang berada di kantin Dan Jimin berkata akan menyusul sebentar lagi. Namun entah mengapa langkah Jimin malah membawanya ke tempatnya kini berada.
Jimin tersenyum dengan melambaikan tangannya saat seseorang dibawah sana juga melambai ke arahnya. Senyum yang semakin lama semakin terlihat sendu seiring dengan tatapan matanya yang terus tertuju kepada seseorang yang tengah melatih muridnya lari marathon.
Sudah satu tahun berlalu, namun rasanya seperti baru kemarin. Jimin bahkan masih dapat merasakan semilir angin yang menerpa tubuhnya seakan-akan dirinya sedang terbang bersama burung-burung di atas awan. Seperti itulah perasaan Jimin ketika dia tengah membawa kakinya untuk bertanding lari marathon.
Dan rasanya juga seperti baru kemarin, Jimin memutuskan untuk melepaskan hal favoritnya tersebut.
Senyum sendu terbit begitu saja dari bibirnya. Seandainya dia tidak seperti ini, mungkin sekarang dia sudah meraih mimpinya. Mimpinya menjadi seorang pelari pupus begitu saja karena keadaannya. Mimpinya yang dia pupuk sejak kecil musnah begitu saja saat dirinya bahkan hampir mencapai puncaknya.
Jimin tertawa miris membayangkan hidupnya. Setelah dia hampir terbang ke atas awan, tiba-tiba sebuah kenyataan berhasil menghempaskan tubuhnya begitu saja ke dasar jurang.
Satu tahun berlalu, tapi rasanya baru kemarin dia mendapatkan medali emas pada beberapa kompetisi. Dalam setiap ajang kejuaraan lari marathon, pasti ada nama Park Jimin yang berhasil mengharumkan nama sekolahnya.
Namun kenyataannya itu semua hanya menjadi masa lalu untuk sekarang. Sebuah mimpi yang hanya akan menjadi mimpi tanpa bisa dia wujudkan kembali.
"Ingin turun? Satu putaran mungkin bisa mengobati rasa rindumu."
Jimin berhasil dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba sudah berada di sebelahnya. Jimin kembali menengok ke bawah, kemudian melihat kembali orang yang kini sedang tersenyum disebelahnya.
"Hyung, bukankah tadi kau ada disana? Kenapa bisa ada disini?" Jimin menunjuk lapangan dan orang tersebut secara bergantian.
"Kau terlalu asik melamun sampai tidak sadar aku datang kemari."
Jimin tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Ingin mencoba lagi? Aku tahu kau sangat menginginkannya." Tanya orang yang menjabat sebagai guru olah raga di sekolah tersebut dan juga orang yang menjadi pelatih lari marathon, Jung Hoseok.
Jimin diam sesaat sembari kembali melihat ke bawah, dimana beberapa murid Hoseok sedang berlatih.
"Aku baru saja pulih hyung, aku tidak mau mendengar Yoongi hyung mengomel lagi gara-gara tidak pernah mendengarkan ucapannya."
Mereka kembali dalam keterdiaman setelah Jimin berujar demikian. Terlebih lagi bagi Hoseok. Pikiran pemuda tersebut kembali mengingat kejadian satu tahun silam, dimana Jimin memenangkan pertandingan terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance
Fiksi PenggemarMenjadi yatim piatu serta ditinggalkan oleh sang kakak sejak dirinya masih kecil, membuat rasa benci tumbuh hingga dirinya menginjak remaja. Meski sang kakak selalu mengalah dan berusaha mendekati kembali dengan sabar, namun luka dimasa lalu tidak d...