Distance 16

655 61 12
                                    

Happy Reading

.

.

.

.

.

Suara teriakan Taehyung menggema di lorong rumah sakit, kemudian disusul datangnya beberapa perawat serta beberapa dokter yang dengan sigap mengambil alih tubuh Jimin dari punggung Taehyung.

"Cepat hubungi dokter Min! Pasiennya, Park Jimin ada disini." ucap salah seorang dokter yang memang sudah mengenal Jimin. Sementara beberapa perawat yang lain berusaha menenangkan Taehyung yang terus saja memberontak, enggan menjauh dari sisi sang sahabat. Hingga tidak butuh waktu lama, Yoongi bersama Seokjin tiba disana dan Yoongi dengan segera membawa Jimin untuk segera mendapatkan penanganan.

Setelah tubuh Jimin tenggelam di dalam ruang instalasi gawat darurat bersama para perawat beserta Yoongi, Taehyung jatuh terduduk dengan raungan tangis di sana. Sekujur tubuhnya bergetar hebat. Bahkan dirinya hampir tidak dapat merasakan manakala tubuhnya direngkuh begitu erat oleh sang kakak.

"Tenanglah. Jimin pasti akan baik-baik saja." Seokjin mengusap lembut punggung Taehyung, mencoba menenangkan adiknya yang masih terisak keras.

"Jimin tidak bernafas hyung— bagaimana ini? Jimin tidak bernafas tadi. Aku bahkan hampir tidak bisa merasakan detak jantungnya. Bagaimana ini hyung—"

Raungan Taehyung semakin menjadi dalam dekapan Seokjin. Perasaan takutnya kali ini lebih mendominasi. Sekuat apapun Taehyung mencoba menyangkal dan meyakinkan dirinya bahwa Jimin akan baik-baik, nyatanya tidak bisa. Yang ada dipikirkan Taehyung hanya ada kemungkinan terburuk mengingat bahwa sahabatnya tersebut bahkan sudah tidak bernafas.

"Bagaimana jika Jimin pergi? Dia mengatakan akan mengembalikanmu dan tidak akan mengganggu kita lagi. Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan apapun."

"Sudah, sudah Tae. Tenanglah. Yoongi pasti bisa mengatasinya."

"Mengatasi? Bagaimana bila Jimin sendiri yang memutuskan untuk menyerah?"

Tangan Seokjin yang sedari tadi mengusap panggung Taehyung terhenti. Seokjin melepaskan pelukannya, menatap tepat pada manik hazel Taehyung yang masih belum berhenti menitikan air mata.

"Tae, Jimin itu kuat. Percaya padaku. Jimin pasti kembali kepada kita. Jimin tidak akan pergi meninggalkan kita begitu saja."

"Hyung, kau tidak melihat matanya? Kau tidak bisa merasakannya?"

Seokjin mendesah lirih, kemudian mengusap pelan surai Taehyung penuh kasih.

"Kau menganggap dirimu ini kakaknya tapi bahkan kau tidak memahami arti dari sorot mata Jimin?"

Tanpa menghentikan usapan pada kepala Taehyung, Seokjin kini hanya mampu tersenyum miris, miris membayangkan bagaimana keadaan Jimin ditambah dengan kondisi Taehyung yang saat ini terlihat begitu mengkhawatirkan.

Mendapati Seokjin yang hanya diam tanpa berkata apapun, dengan kasar Taehyung menepis tangan sang kakak yang tengah mengusap kepalanya.

Taehyung mendengus, "Jimin yang aku tatap matanya pagi tadi, sama seperti Jimin yang aku temui untuk pertama kali. Jimin yang kosong, Jimin yang tidak memiliki semangat apapun dalam hidupnya, Jimin yang seperti mayat hidup, Jimin yang—"

Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang