Pukul sebelas tiga puluh memang dapat dikatakan terlalu siang untuk disebut sebagai sarapan, namun dua orang kakak beradik tersebut melakukan sarapan pada pukul demikian.
Sudah setengah jam berlalu namun tidak ada percakapan diantara keduanya. Jungkook yang sedang mencuci piring setelah selesai dengan kegiatan sarapan mereka, sesekali melirik sang kakak yang sejak tadi hanya diam terlihat tengah memikirkan sesuatu.
Jungkook pikir, Yoongi pasti merasa kecewa padanya karena dia baru saja mendapat hukuman skors satu minggu dikarenakan memukul kakak kelasnya.
Jungkook sudah menjelaskan kepada Yoongi alasanya kenapa dia sampai bertindak demikian. Namun sejak di sekolah, yoongi mendiamkannya hingga detik ini.Jungkook tidak tahan lagi.
Setelah menyelesaikan tugasnya mencuci piring, Jungkook memberanikan dirinya duduk dihadapan sang kakak. Entah ini hanya firasatnya sebagai seorang adik atau apa, yang Jungkook lihat saat ini Yoongi seperti telah kehilangan nyawanya. Mata kakaknya itu terlihat kosong.
"Hyung-" panggil Jungkook pelan. Namun tidak mendapat respon apapun dari Yoongi.
"Hyung-" panggil Jungkook lagi, kali ini dengan menggenggam pelan jemari Yoongi berusaha menarik perhatian sang kakak. Dan berhasil.
Yoongi terperanjat kecil saat kembali dari alam lamunannya, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Jungkook yang kini juga tengah menatapnya dengan perasaan bersalah.
"Maaf." Lirih Jungkook yang hanya dibalas helaan nafas berat oleh Yoongi.
"Hyung, jangan marah. Maafkan aku. Aku terbawa emosi tadi. Aku hanya tidak terima--"
"Jimin."
"Apa?"
Potong Yoongi tiba-tiba, membuat Jungkook mengernyit bingung.
"Jimin, bisa membantuku membujuknya?"
Jungkook tersenyum kemudian mengusap bahu sang kakak dengan lembut. Oh, jadi ini perihal Jimin.
"Akan ku bantu. Hyung tenang saja, Jimin hyung pasti akan menuruti semua permintaanku."
______🥀______
Sudah dua hari berlalu sejak percakapannya dengan Yoongi yang berakhir tidak baik, dan sampai hari ini dokter tersebut tidak menemuinya. Bahkan untuk mengecek rutin keadaannya pun tugas tersebut digantikan oleh dokter lain. Jimin pernah sekali bertanya pada seorang perawat saat mengganti infusnya malam tadi. Perawat itu mengatakan, bahwa Yoongi tengah mengambil cuti.
Tapi tetap saja pikiran Jimin menjadi uring-uringan mengingat percakapan mereka kemarin. Jimin paham, disini bukan hanya dia yang mengalami tekanan karena penyakit sialan yang berada didalam tubuhnya. Sebagai dokter yang selalu siap ada untuk menanganinya, Yoongi pasti merasa sama tertekanya seperti dirinya.
Seharusnya Jimin tidak menanyakan hal itu kepada Yoongi. Karena pertanyaan itu mungkin akan membuat Yoongi merasa usahanya sejauh ini tidak ada gunanya. Meskipun seandainya dirinya akan mati karena penyakit tersebut, setidaknya Yoongi sudah berusaha sebaik mungkin untuk memberikan pengobatan terbaik untuknya.
Bodoh! Jimin tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga mulutnya. Sekarang Jimin tidak tahu harus berbuat apa. Ingin menelpon Yoongi, tapi tidak punya nyali sama sekali. Ingin menanyakan kepada Jungkook, tapi nanti bocah sok dewasa itu pasti akan menceramahinya.
"Haaahhhhh" untuk kesekian kalinya Jimin kembali menghela nafas. Tubuhnya kembali dia rebahkan pada kasur rumah sakit yang sudah terhitung tiga hari ini dia tempati.
Jimin sangat bosan. Tapi dokter mengharuskannya menjalani perawatan hingga keadaannya benar-benar membaik. Kemungkinan lima hari.
Baru saja Jimin ingin kembali memejamkan matanya, sampai sebuah suara dari ambang pintu berhasil menghentikan niatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance
FanfictionMenjadi yatim piatu serta ditinggalkan oleh sang kakak sejak dirinya masih kecil, membuat rasa benci tumbuh hingga dirinya menginjak remaja. Meski sang kakak selalu mengalah dan berusaha mendekati kembali dengan sabar, namun luka dimasa lalu tidak d...