Distance 2

1.8K 149 9
                                    

Pagi yang terlihat begitu cerah. Jimin berdiri di depan jendela kamarnya yang terbuka lebar, menikmati hangatnya sinar matahari. Sesekali bibirnya menyunggingkan senyum kecil kala dilihatnya anak-anak kecil yang mengenakan seragam sekolah dasar, sedang berjalan sambil bersenda gurau melewati depan rumahnya.

Senyum di bibirnya semakin memudar kala tatapan matanya beralih pada tanaman bunga warna warni yang berada di sekitar halaman rumahnya. Tatapan matanya kian sendu kala melihat bunga-bunga cantik itu mulai bermekaran.

Ingatannya mulai membawanya pada kenangan lima belas tahun silam. Dimana Jimin kecil yang sedang menemani sang ibu yang tengah menanam berbagai jenis bunga di halaman. Masih terpatri jelas dalam ingatan Jimin kala sang ibu tersenyum bahagia saat melihat bunga-bunga itu mulai bermekaran.

Seperti saat ini, ibunya pasti akan sangat bahagia bila melihat bunga-bunga yang ditanamnya dulu masih tumbuh dengan sangat cantik dan terawat. Jika saja beliau masih hidup.

Lamunan Jimin buyar saat dia mendengar seseorang memanggil namanya dari luar, kemudian orang tersebut mengetuk pintu kamarnya. Jimin mendengus kesal, tidak ada niatan sama sekali untuk Jimin menjawab panggilan tersebut. Hingga kemudian orang itu, yaitu Seokjin akhirnya bersuara.

"Jimin-ah, sudah bangun? Hyung berangkat dulu. Jangan terlalu lelah, jangan lupa makan dan minum obat. Jungkook sudah menunggumu dibawah. Ajak dia sarapan bersama. Dan satu lagi, maafkan aku. Kemarin malam saat pulang, aku tidak sengaja menyenggol motormu. Tidak apa-apa, hanya sedikit lecet. Sore ini akan diantar. Sekali lagi maafkan aku. Semoga harimu menyenangkan."

Jimin dapat mendengar suara langkah kaki mulai menjauh. Dan beberapa saat kemudian dapat Jimin lihat sebuah lamborgini putih keluar dari halaman rumahnya.

Seokjin sudah pergi. Dengan cepat Jimin menyambar jaket serta ranselnya, kemudian keluar dari dalam kamar.

_____🥀_____

Kim Seokjin. Pria dengan wajah rupawan berusia dua puluh lima tahun tersebut berprofesi sebagai dokter penyakit dalam di sebuah rumah sakit ternama di Seoul. Rumah sakit tersebut adalah milik keluarga dari sang ayah. Ayahnya dulu adalah seorang direktur di rumah sakit tersebut. Sebelum beliau wafat sepuluh tahun yang lalu karena serangan jantung, beliau sangat ingin putra sulungnya yaitu Seokjin, menggantikan posisinya. Namun Seokjin memilih jalan lain. Seokjin lebih memilih untuk mewujudkan mimpinya menjadi dokter dan dia sangat berharap bisa membantu meringankan beban penyakit banyak orang.

Seokjin yang memiliki pribadi ramah dan juga sangat tampan, menjadikannya sangat populer di rumah sakit tersebut. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga sangat menyukai Seokjin.

Namun Seokjin terkadang merasa profesinya sebagai dokter tidak berguna sama sekali kala dia dihadapkan dengan Jimin.

Adiknya yang terkadang kambuh atau tiba-tiba terserang demam tinggi saat tengah malam, selalu menolak untuk mendapat perawatan darinya.

Terkadang Seokjin dapat mendengar suara rintihan samar, bahkan suara isakan dari dalam kamar sang adik. Namun, Seokjin tidak mampu berbuat apapun. Jimin selalu mengunci pintu kamarnya.

Sebuah map coklat tiba-tiba dilemparkan dengan cukup kasar tepat dihadapanya, membuat Seokjin sedikit terjingkat karena terkejut. Sementara sang pelaku hanya bersikap acuh kemudian mendudukkan dirinya dihadapan Seokjin.

"Berhenti melamunkan hal yang tidak berguna." Orang tersebut berucap dengan datar.

"Aku tidak melamun, aku sedang memikirkan Jimin."

Distance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang