Sabtu pagi di depan kos Ivanka sudah sangat berbeda suasananya. Tiga mobil sudah terparkir di halaman kosnya. Ivanka yang baru bangun hanya bisa menghela napasnya. Meski tidak terlihat manusia-manusia keluar dari mobil, tapi tetap saja, kehadiran mereka mengganggu pandangan Ivanka.
Sepertinya sang mama tidak main-main. Entah anak konglomerat mana yang akan dia temui kali ini, sehingga orang tuanya begitu semangat, sampai-sampai dia harus dijaga agar tidak kabur sampai sore nanti.
Suara ketukan pintu kamar kos Ivanka terdengar. Ia mengembuskan napasnya. Sudah yakin, pasti salah satu suruhan orang tuanya. Ia merasa tak enak pada penghuni kos lain.
Dengan malas, Ivanka membuka pintunya dan mendapati seorang pria yang ia kenal. Penjaganya dari jauh, Gema. Lelaki itu tersenyum. Penampilannya tampak kasual, tak seperti penjaga pada umumnya, badannya standard, tidak kekar. Lelaki itu lebih pantas kerja kantoran atau bekerja di start up daripada menjadi penjaga.
"Kenapa?" tanya Ivanka malas.
"Saya disuruh Ibu untuk kasih ini ke Mbak Ivanka," jawab lelaki itu disertai dengan senyum ramah.
Ivanka mengembuskan napasnya, matanya kini ia edarkan ke sekitar. "Tetangga kos gimana? Risi lihat kalian pasti."
"Tenang, Mbak. Tadi kami sudah kasih beberapa camilan dan nasi kotak untuk makan mereka dan minta pengertian mereka agar tidak merasa terganggu dengan kehadiran kami. Mereka masih bisa beraktivitas seperti biasa dan mereka tidak keberatan," jawab Gema dengan lancar.
Ivanka memutar bola matanya. Ia rampas makanan yang diberikan oleh Gema dan langsung menutup pintu kamarnya. Sangat berlebihan. Dia tidak akan bisa kabur juga. Setiap hari dia diawasi.
Ivanka melahap makanannya dengan malas. Benar-benar, dia tak bisa ke mana-mana. Kalaupun dia pergi, pasti suruhan orang tuanya akan mengikutinya. Gila memang.
Ivanka yakin, kali ini, orang yang akan dikenalkan dengannya orang penting yang bisa mengangkat usaha orang tuanya. Jarang-jarang orang tuanya seniat ini. Meski ia seolah diberi tawaran tak harus menerima, tapi pasti ada maksud lain dan nanti akan dipaksa untuk menerima.
Selama seharian penuh, Ivanka hanya mendekam di kamar sembari bermain ponsel atau menyalakan laptop sekadar untuk menghidupkan suasana. Kadang ia tertidur saat menonton acara komedi. Lagi pula, dia sudah biasa menyendiri. Tapi rasa diawasi itu tidak enak.
Sampai pukul lima sore sang mama datang dengan heboh. Wanita paruh baya itu sibuk menata barang bawaan yang cukup banyak. Ivanka hanya mengembuskan napasnya lelah. Baju satu koper dan set perlengkapan alat rias yang mamanya bawa benar-benar sangat berlebihan.
"Ma, aku cuma mau makan malam, bukan mau acara lamaran," ujar Ivanka kesal.
Sang mama menatap ke arah Ivanka. "Biar kelihatan kamu itu niat dan nggak malas-malasan."
Ivanka berdecak kesal. "Aku cuma perlu satu set baju, kenapa Mama bawa satu lemari?"
"Biar pakaian kamu di sini bervariasi dan nggak kumal seperti baju-baju kamu sekarang ini." Sang mama memperhatikan penampilan sang anak yang hanya menggunakan celana pendek dan kaus lengan pendek. "Kamu mandi sana! Mama siapkan semuanya dulu!"
Dengan langkah gontai, Ivanka menuruti kemauan sang mama untuk mandi. Saat Ivanka mandi, sang mama sibuk memilihkan baju yang tepat untuk Ivanka. Setelah dirasa cukup, sang mama merapikan kamar kos Ivanka dan memasukkan baju-baju yang ia bawa ke dalam lemari di kamar Ivanka.
"Baju jelek-jelek gini masih aja dipakai. Ini harusnya udah ganti. Warna udah pada luntur dan buluk," komentar sang mama saat melihat koleksi pakaian Ivanka yang tidak banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melawan Alur [Completed]
ChickLitCompleted Pernah menjadi selingkuhan dan disalahkan, tapi dia tidak mengetahui apapun. Rasa bersalah selalu menghantuinya, padahal dia tidak salah. Dia yang dikenal sebagai pengganggu. Ivanka Herasya. Mungkin kebahagiaan tidak pernah mau singgah ber...