Terungkap

2K 200 13
                                    

Mengantar Ivanka pulang adalah hal yang memang Kafi inginkan, tapi dia belum menyiapkan diri sama sekali jika harus bertemu dan berhadapan langsung dengan lelaki paruh baya yang wajahnya datar yang entah bagi Kafi, lelaki itu adalah Ivanka versi lelaki dan lebih tua. Dari ekspresi dan bentuk muka, jelas Ivanka banyak menuruni dari lelaki di hadapan Kafi saat ini.

Kafi hanya bisa diam sambil menatap cangkir teh yang mengepulkan asap. Lelaki di hadapannya memang yang meminta Kafi untuk ngobrol berdua, tapi sampai detik ini, yang dirasa Kafi sudah sangat lama, lelaki paruh baya itu tak membuka mulutnya sama sekali.

Sejujurnya, mulut Kafi sudah gatal sedari tadi, tapi dia juga tak tahu harus mulai dari mana mengajak ngobrol orang di hadapannya. Wajah lelaki itu sangat mengintimidasi lawan bicaranya.

"Kamu selebriti?" Kafi mengerjapkan matanya mendengar suara berat yang berasal dari papa Ivanka.

Kafi terdiam sejenak. Ia menatap tak percaya dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh papa Ivanka. Alih-alih bertanya tentang hubungannya dengan Ivanka, lelaki itu malah bertanya demikian.

"Bisa dibilang begitu, Pak, tapi tidak sepenuhnya selebriti, saya juga bekerja menjadi programmer," jawab Kafi dengan sopan.

Lelaki paruh baya itu mengangguk. "Kamu tahu, hubungan saya dengan Ivanka tidak baik?" Kafi menelan ludahnya. Ia menjawab dengan anggukan lamat. "Selama ini saya terlalu keras pada anak-anak saya, yang membuat mereka tertekan. Saya bahkan nggak peduli sama perasaan mereka. Saya baru sadar, selama ini saya sudah gagal jadi ayah dan lelaki yang melindungi bagi keluarga. Saya gagal. Saya harap, kamu bisa melindungi Ivanka, menggantikan saya yang gagal ini dan kamu menjaga dia dengan baik."

Kafi terdiam. Ia kira, akan sulit menghadapi lelaki ini. Ia kira, ia akan mendapatkan rintangan yang lebih dari ini. Kafi bahkan sudah siap akan penolakan dan berjuang habis-habisan untuk Ivanka.

"Bapak tidak menolak saya?" tanya Kafi dengan heran.

Lelaki dengan wajah kaku itu terkekeh. Merasa lucu dengan pertanyaan Kafi. "Bagaimana saya nolak kamu, saat Ivanka menatap kamu penuh percaya, yang bahkan, saya tidak pernah mendapatkan tatapan tersebut. Bagaimana saya bisa membiarkan anak saya kembali hancur di tangan saya? Bagaimana saya rela binar bahagia itu saya patahkan?" Helaan napas terdengar. "Saya belum pernah melihat binar itu di mata Ivanka sebelumnya. Saya minta tolong ke kamu, jangan hancurkan harapan Ivanka. Jangan sakiti dia. Saya percayakan pada kamu, Kafi."

Kafi terdiam. Dia bisa mendengar suara lelaki di hadapannya bergetar. Kafi jelas mendengar nada penuh penyesalan dan kesedihan mendalam. Kafi tak tahu harus menanggapi apa. Ia jelas sudah berjanji untuk membahagiakan Ivanka tanpa ada yang menyuruh.

"Saya akan memberikan semua yang saya bisa pada Ivanka. Bahkan, tanpa perlu orang lain meminta, saya sangat ingin membahagiakan, melindungi dan menjaga Ivanka seumur hidup saya," ucap Kafi dengan tegas.

Lelaki paruh baya itu tersenyum. Kafi melihat mata lelaki itu berair. "Saya senang, Ivanka mendapat lelaki yang tepat. Saya sebenarnya ingin menebus semua, tapi saya malu dan merasa tak pantas pada Ivanka. Mungkin ego dan gengsi saya terlalu besar."

Kafi menghela napasnya. "Pak, saya serius dengan anak, Bapak. Anda tak perlu khawatir. Untuk masalah Bapak, saya tak berhak untuk bicara seperti ini, tapi kalau Bapak mau, turunin gengsi Bapak, coba mulai bicara dengan Ivanka. Saya bisa lihat, Bapak dan Ivanka itu memiliki sifat yang sama, jadi coba mendekat, Pak."

Lelaki paruh baya itu berdiri dan menepuk bahu Kafi. "Saya akan coba, meski saya merasa tak pantas mendapatkan maaf dari anak saya sendiri dari apa yang saya lakukan."

Kafi mengangguk. Lelaki itu segera berpamitan pada papa Ivanka setelah mengutarakan niat akan datang kembali setelah ini, untuk membicarakan acara lamaran.

Melawan Alur [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang