Ivanka sempat kehilangan harapan akan cinta pada hidupnya, setelah apa yang ia alami beberapa kali. Dalam diri Ivanka tertanam kegagalan dan kehancuran. Dia tak pernah berharap menemukan sosok lelaki dengan track record yang baik, tapi Kafi memberikan harapan baru. Perlahan namun pasti, Kafi membuatnya jatuh hati. Bersama Kafi membuatnya semakin berani untuk melawan alur menyedihkan.
Ivanka berhenti di belakang Kafi duduk. Dia mengamati punggung lebar lelaki itu. Dia sadar, dia bukan orang yang baik untuk lelaki itu, kadang ia merasa tak pantas, tapi Kafi selalu meyakinkannya.
Ivanka tahu dirinya bodoh, tapi dia tak ingin lagi mengelak bahwa ia jatuh cinta pada Kafi. Kafi membuatnya percaya akan cinta kembali. Kafi meyakinkannya akan kebahagiaan. Dia tak tahu, jika kali ini jatuh cintanya akan membuatnya patah hati, maka Ivanka akan benar-benar hancur tak terbentuk lagi. Semoga, untuk ini akan berakhir baik.
Ivanka mendekati Kafi dan duduk di hadapan lelaki itu. "Udah lama nunggu?"
Kafi tersenyum, lalu menggeleng. "Nggak lama kalau buat nungguin kamu, Van."
Ivanka terkekeh. Kalimat sederhana Kafi bisa membuatnya menghangat. Dia merasa tersentuh meski hanya kalimat biasa dilemparkan untuk gombalan belaka.
"Tadi udah aku pesenin bakso," ucap Kafi memberi tahu. "Mau nambah lagi nggak?"
Ivanka menggeleng. "Udah cukup." Ivanka menatap Kafi lama dan dalam, Kafi membuang pandangannya karena salah tingkah dan tak ingin zina mata. "Makasih ya, Kaf."
Kafi segera menoleh ke arah Ivanka cepat. "Buat pesan makanan? Bukan hal besar, Van."
Ivanka menggeleng. "Buat semuanya. Buat tawa dan rasa percaya gue. Buat cinta yang hadir karena lo."
Kafi terdiam. Ia kehilangan kata. Dia masih mencoba mencerna maksud dari kalimat Ivanka. Dia masih tidak paham, lebih tepatnya tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.
"Maksudnya?"
"Makasih. Lo berhasil membuat gue percaya dan menjatuhkan hati ke lo. Makasih udah ngizinin gue jatuh cinta dan merasa dihargai oleh seseorang," jelas Ivanka dengan senyum manisnya yang membuat dunia Kafi seolah berhenti sejenak.
Kafi masih terbengong. Rasanya ini seperti mimpi di siang bolong. Ia takut ini hanya ilusinya. Semua terasa cepat dan perjuangannya juga belum seberapa. Bayarnya terlalu lebih dan besar untuknya.
Ivanka mengambil ponselnya, lalu mengetikkan sesuatu di sana. Kafi merasakan ponselnya bergetar dan segera mengambilnya dari saku dan membukanya. Ia mengerutkan keningnya saat melihat notifikasi pesan dari Ivanka. Kafi menatap ke arah Ivanka untuk bertanya, tapi Ivanka hanya tersenyum sambil mengedikkan dagunya.
Kafi membuka pesan dari Ivanka yang berisi dokumen berupa pdf. Jantungnya berdegup kencang saat membuka dokumennya. Tak butuh waktu lama, dokumen terbuka. Kafi menghela napasnya sebelum membaca. Matanya terbelalak saat membaca judul yang tertera.
"Kamu serius? Ini maksudnya apa?" tanya Kafi setengah sadar.
"Baca aja!"
Kafi membaca dengan seksama. Matanya mengerjap tak percaya. Napasnya memburu seolah dia memenangkan hadiah yang besar. Rasnya benar-benar berbeda.
"Gimana? Telat nggak, Kaf? Masih diterima nggak? Soalnya tiap malam gue baca proposal dari lo, pertimbangin beberapa kali, dan sekarang gue ngirim proposal ke lo," ucap Ivanka dengan santai. Tak ada wajah tegang seperti yang Kafi tampilkan.
Kafi masih syok dengan dokumen proposal taaruf yang Ivanka kirim. Rasanya ini melebih ekspektasinya selama ini. Ini gila. Kafi menyukai letupan di dadanya. Ia seperti tak berdaya, tapi bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melawan Alur [Completed]
ChickLitCompleted Pernah menjadi selingkuhan dan disalahkan, tapi dia tidak mengetahui apapun. Rasa bersalah selalu menghantuinya, padahal dia tidak salah. Dia yang dikenal sebagai pengganggu. Ivanka Herasya. Mungkin kebahagiaan tidak pernah mau singgah ber...