Cacian

2.1K 201 9
                                    

Ivanka tak tahu, apa yang terjadi atau apa yang salah pada dirinya. Sejak ia keluar dari rumah tadi pagi, jalan-jalan sejenak ke sebuah taman, pandangan orang-orang selalu menatap ke arahnya dengan tatapan yang seperti menilai, ada juga yang seperti meremehkan.

Ivanka merasa dirinya bukan selebriti, tapi orang-orang tampak menunjuk dirinya. Ivanka merasa risi, tapi ia mencoba mengabaikan. Dia sudah biasa ditatap dengan seperti itu selama di kantor, harusnya tak berpengaruh lebih, apalagi, Ivanka tidak mengenal mereka semua.

Ivanka memilih duduk di bangku penjang di bawah pohon. Di bangku itu, hanya dia seorang diri yang duduk, tapi tak jauh dari bangku, ada gerombolan remaja tanggung yang tampak sedang berkumpul. Ivanka bisa saja mengabaikan suara yang terdengar sampai telinganya, andai tak menyebut namanya.

Ivanka menajamkan telinganya. Dia berpikir keras, apakah Ivanka yang dimaksud adalah dirinya atau bukan? Kenapa juga dirinya disebut-sebut, padahal kenal saja tidak. Apa ini ada hubungannya dengan tatapan orang-orang tadi?

Ivanka mencoba menyusun benang merah dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Tapi, ia tak menemukan sama sekali. Ia tak mengetahui dan tak punya kenalan remaja tanggung seperti mereka. Sampai, nama Kafi disebut, di situlah ia tahu alasan ia dibicarakan. Tapi, Ivanka tak tahu, apa masalah Kafi sampai Ivanka terbawa dan dikenal oleh orang banyak? Bukannya hubungannya mau dirahasiakan dari publik terlebih dahulu? Lalu, kenapa mereka tahu Ivanka?

Ivanka mencoba tenang, meski gelisah mendengar cibiran yang ia dengar secara langsung tentang dirinya. Ivanka benci perasaan seperti ini. Kepalanya seolah berdenyut mendengar omongan yang terus berputar di kepalanya. Rasanya Ivanka ingin membungkam mulut-mulut para badebah yang tak jelas itu.

"Ivanka itu nggak ada apa-apanya dibanding Aisyah. Lihat tuh, umbar-umbar aurat, belum lagi, gosipnya dia itu pergaulan bebas, di akun gosip juga temennya bilang, Ivanka tuh jual diri. Cewek nggak bener," ucap salah satu remaja yang dapat Ivanka dengar.

Ivanka memejamkan matanya. Rasanya kepalanya panas. Ivanka tak tahu harus melakukan apa. Dan akun gosip dapat informasi mengenai dirinya dari mana? Ia tahu, berhubungan dengan Kafi pasti banyak risikonya, tapi bukan secepat ini dan seperti saat ini.

Emosinya memuncak. Ia ingin berteriak, tapi tak mampu. Ia menatap ke arah remaja tanggung dengan tajam. Sudah lama ia tak mengalami emosi sebesar ini. Kenapa manusia-manusia yang katanya punya perasaan, logika dan hati menjelma menjadi tak punya empati? Apa salah Ivanka pada mereka? Ia bahkan tak pernah merasa mengusik hidup orang-orang yang senantiasa mengusik hidupnya.

Ivanka beranjak. Cacian serta cibiran masih memenuhi pendengarannya. Ia mencoba mengabaikan, meski sakit dan perih mendera hati dan jiwanya. Ia tak kuat. Meski berkali-kali ia mendapatkan cacian, tapi ada tempat di mana ia terbebas dan sembunyi dari segala cacian. Kini, ia mendapatkannya sepanjang jalan, kepalanya terus mendengungkan semuanya. Membuat ia terguncang hebat.

Ivanka tak tahu, ke mana ia harus pulang. Ke mana ia harus meneduh, ke mana ia harus menyembuhkan lukanya. Ia tak punya benteng yang kuat. Ia hanya seonggok manusia lemah yang mudah tumbang jika diserang dan dijatuhkan.

Ivanka mengembuskan napasnya. Ia mencoba berpikir jernih. Lalu, nama Kafi melintas di kepalanya. Alasan ia mendapatkan cacian sekaligus, orang yang paling ia percaya yang mempu memberikan perlindungan untuknya.

Ivanka segera memesan ojek untuk menuju ke apartemennya. Ia yakin, lelaki itu pasti sedang berada di unit apartemen. Ivanka hanya butuh lelaki itu untuk sekadar menenangkan dan ia harap bisa membantu keluar dari masalah ini.

Tanpa sadar, Ivanka sudah mulai bergantung pada Kafi. Ia sudah mulai menyandarkan diri pada Kafi. Ia begitu mempercayai Kafi.

Sampai di apartemen, Ivanka segera menuju lobi untuk menuju lantai di mana unit miliknya dan Kafi berada. Wanita itu sadar dengan tatapan mencemooh orang-orang yang tak sengaja ia temui. Ia tak peduli. Sampai di lobi, langkahnya terhenti. Banyak sekali manusia berkerumun di sana. Pihak keamanan apartemen tampak kewalahan menghalaunya.

Ivanka terdiam. Ia tahu, profesi orang-orang itu adalah wartawan. Ivanka tak tahu, seberapa terkenal Kafi, tapi Kafi cukup terkenal. Gosip yang menerpa lelaki itu pasti akan segera menyebar. Ivanka sedikit mendapatkan informasi, Kafi memang sefang viral dan dibicarakan di beberapa sosial media. Yang tak Ivanka ketahui, Kafi memang menjadi magnet tersendiri di masyarakat dan media masa.

Ivanka berjalan mendekati petugas keamanan yang jauh dari kerumunan. "Pak, ini ada apa?"

Lelaki berkumis tebal itu menoleh ke arah Ivanka. "Wartawan, Neng. Mau cari Mas Kafi buat apa gitu."

Ivanka mengangguk. Ia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Kafi, tapi nomor lelaki itu tak aktif. Ivanka menghela napasnya lelah. Ia mengangkat kepalanya, mencoba berjalan ke arah lift tanpa diketahui oleh gerombolan manusia itu.

Namun, satu lawan belasan orang, Ivanka tetap kalah. Ada sepasang mata yang menangkap dirinya dan mengenalinya. Ivanka menegang saat pandangannya bertemu dengan seorang perempuan yang sedang memegang ponsel dengan tanda pengenal yang terkalung di lehernya. Ivanka meneguk ludahnya, lalu mencoba kembali menunduk dan berjalan cepat menuju kotak besi.

"Itu Ivanka!" seru wanita itu yang membuat semua orang menoleh ke arah yang ditunjuk jurnalis wanita tersebut.

Ivanka mengumpat. Ia benci ini. Baru sejenak ia merasakan setitik bahagia, tapi Tuhan seolah tak membiarkan tanpa melalui ujian terlebih dahulu.

Ivanka memejamkan matanya. Ia merapalkan dalam hati. Ia harus bisa menghadapi semua ini. Mereka semua hanya manusia. Ivanka hanya butuh ketenangan dan menjawab tak tahu.

"Mbak Ivanka, apa benar dekat dengan Mas Kafi?" tanya seorang jurnalis yang dijawab gelengan oleh Ivanka.

"Mbak Ivanka, benar nggak tentang gosip yang beredar?"

Ivanka hanya menggeleng saat ditanya. Sampai seorang mengajukan pertanyaan yang membuat Ivanka geram setengah mati. "Apa benar, Mbak Ivanka menggoda Mas Kafi, dan Mbak Ivanka jual diri seperti pada gosip?"

Ivanka sangat menghargai pekerjaan sebagai jurnalis. Banyak jurnalis yang beradab di negara ini, tapi kenapa harus ada satu manusia merusak citra pekerjaan itu? Ivanka benci setengah mati. Emosinya sudah ia tahan sejak tadi seketika pecah.

Ia menatap tajam ke arah perempuan yang tak pantas disebut sebagai jurnalis itu. "Kamu pikir saya kere sampai jual diri? Uang saya bahkan lebih dari cukup untuk membeli mulut dan harga diri kamu!" Ivanka berkata dengan emosi sembari menunjuk wanita menyebalkan tadi. "Kalian semua nggak tahu tentang saya, jangan percaya hal-hal yang tidak jelas! Kalau kalian semua percaya, berarti kalian sama sampahnya dengan penyebar gosip sampah itu."

Ivanka ingin segera enyah dari tempat itu. Ia mencoba kembali berjalan dan mengabaikan semua pertanyaan yang kembali terlontar. Telinganya sudah panas. Kepalanya sudah ingin pecah. Ini gila.

Roda memang berputar, bahkan cukup cepat bagi kehidupan Ivanka. Baru saja ia merasakan di atas, tapi seketika ia kembali di bawah, padahal, dulu ia sudah lama di bawah. Lelah tiada akhir. Masalah silih berganti, mungkin itu hidup yang ia rasakan. Ivanka tertawa keras, ia tak sadar, ia masih berada di lobi apartemen dan mengundang perhatian bagi orang di sana yang mayoritas adalah jurnalis.

Ivanka kembali tertawa sebelum meraung dan menangis keras. Tubuhnya merosot di lantai. Ia luruh. Ia tak kuat menghadapi hidup yang begini. Mentalnya belum pulih secara penuh, ia masih konsultasi pada psikiater, tapi ia kembali dihadapkan dengan situasi seperti ini. Ia sudah berusaha membuang semua hal-hal toksik dalam hidupnya seperti saran dari dokternya, tapi hal lain datang dengan lancang.

Ivanka tak peduli lagi, ia menjadi pusat perhatian. Biarkan saja semua orang tahu, ia tak baik-baik saja. Ia punya masalah mental yang harus dihargai, bukan dihakimi. Rasa lelah dan suara terus berputar di kepala membuat Ivanka semakin kacau. Ia meremas rambutnya.

Karena lelah tak berkesuadahan karena cacian, maka Ivanka tak kuat lagi. Kepalanya semakin berdenyut hebat. Sampai kesadaran menurun dan perlahan hilang bersama gemuruh hebat di dalam dada. Biarkan ia istirahat untuk sejenak. Biarkan ia memejam untuk meluruhkan lara yang memuncak.

***

Selamat malam minggu. Malam minggu pada ke mana?

Masih setia nunggu Ivanka sama Kafi, kan?

Kira-kira Ivanka gimana?

Shay,
Sabtu, 21/05/22

Melawan Alur [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang