Hidup hanya sekali dan itu untuk dinikmati sembari menjalankan tugas utama. Itu adalah prinsip seorang Ammar Kaysan Kafi, atau biasa dipanggil Kafi. Tak ada alasan untuk tidak bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa.
Hidup di jalan yang lurus dan benar saja tak lepas dari dosa, apalagi hidup melenceng. Tak ada manusia yang luput dari dosa. Jadi, Kafi sebisa mungkin melakukan hal-hal baik yang tak menimbulkan dosa besar secara sadar.
Kafi selalu mensyukuri apa yang dia punya. Pekerjaan layak ditambah penghasilan tambahan dari menjadi salah satu seleb di sebuah aplikasi yang memutar video. Hidup nyaman, tak membuat ia lupa daratan, ia selalu menyisihkan sebagian uangnya untuk berzakat dan membantu kegiatan sosial.
Nama Kafi terasa begitu pas dengan dirinya yang tampak sempurna. Lelaki itu paket lengkap. Jika ditanya, kapan dia merasa terpuruk? Maka, Kafi akan menjawab, dia selalu merasa bahagia dengan limpahan dari Tuhan padanya.
"Kafi, Bara beneran mau keluar dari tim?" tanya lelaki yang sedari tadi menghadap layar monitor sembari mengotak-atik sebuah video.
Kafi menghela napasnya. "Gue nggak bisa nahan dia."
"Kenapa sih? Gaji kurang? Padahal nggak juga. Lo loyal kok sama tim," sahut lelaki bernama Dimas yang memang hanya berdua dengan Kafi di sana.
Kafi menggeleng. "Dia nggak nyaman sama konten kita, Dim."
Dimas mengangguk. "Padahal lo nggak masalah dia mau ngapain di luar sana, 'kan?"
"Ya, mau gimana lagi, Dim. Sebenarnya gue juga pengin teman kita ke jalur yang benar, tapi memang gue nggak maksa juga, tapi kayaknya dia emang nggak nyaman deh," ucap Kafi sambil mengambil botol air mineral dan meneguknya. "Mungkin dia mau cari content creator lain yang sesuai sama kemampuan dia. Gue nggak bisa nahan dia."
"Bukan karena dia keciduk masuk kelab malam dan di bully sama netizen, 'kan?" tanya Dimas hati-hati.
Kafi terkekeh. Memang akhir-akhir akun TikTok dan Instagram miliknya diserah habis-habisan oleh warganet, karena timnya ketahuan masuk ke kelab malam, padahal kemarin, Kafi juga masuk ke sana untuk mencari Bara. Kafi tak masalah, itu sudah menjadi siklusnya. Dikatai kasar di media sosial sudah menjadi hal biasa.
Sebenarnya, Kafi bukan seorang seleb TikTok maupun Instagram. Dia adalah seorang programmer di sebuah perusahaan jasa pembuatan web dan programming. Menjadi content creator itu sebuah ketidaksengajaan. Dia hanya iseng membuat video di TikTok sebuah pengetahuan tentang keagamaan, serta pengetahuan-pengetahuan yang bisa ia bagikan.
"Harusnya nggak masalah. Gue juga kena bully juga, kok. Memang, Bara yang mau pindah, kok," ucap Kafi dengan tenang. Lelaki itu bangkit dari duduknya. "Gue pulang ya! Lo mau nginap sini apa balik? Kalau balik, jangan lupa dikunci ya, Dim!"
Dimas hanya mengangguk. Kafi segera meraih topi, masker dan tas laptop miliknya. Kafi berjalan keluar dari apartemen yang ia sewa untuk tim yang mengerjakan konten media sosial untuknya, kadang, Kafi juga bekerja di apartemen.
Bekerja sebagai programmer tak mengharuskan ia kerja di kantor. Lelaki itu lebih banyak bekerja dari rumah dengan jam kerja seperti masuk kantor. Jika dipikir pekerjaan programmer santai, jelas langsung dibantah. Dia bisa seharian penuh dengan otak berasap menghadap layar komputer dengan bahasa yang membuat pusing.
"Assalamualaikum," ucap Kafi sebelum benar-benar meninggalkan apartemen.
Setelah mendengar sahutan dari Dimas, Kafi berjalan cepat menuju lift. Setelah sampai di parkiran, Kafi mencari motor matic miliknya. Topi ia masukkan ke dalam tas, sebelum memakai helmnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melawan Alur [Completed]
Literatura FemininaCompleted Pernah menjadi selingkuhan dan disalahkan, tapi dia tidak mengetahui apapun. Rasa bersalah selalu menghantuinya, padahal dia tidak salah. Dia yang dikenal sebagai pengganggu. Ivanka Herasya. Mungkin kebahagiaan tidak pernah mau singgah ber...