Bab 19. Calon Imam
Kutaruh mukenaku di kamar begitu sampai di rumah setelah menunaikan salat tarawih berjamaah di masjid. Kuganti bajuku dengan gamis biru muda juga kerudung warna senada yang sudah kusetrika rapi tadi sore. Berdandan rapi di depan cermin dengan senyum yang tak henti merekah, pun memastikan jilbabku tidak bengkok maupun miring. Aku ingin meninggalkan kesan baik dengan berdandan rapi untuk menghargai tamu. Menyambut calon imamku.
Aku bergegas ke dapur menyiapkan beberapa cangkir teh tawar panas, tak lupa kutata sepiring pie buah juga senampan kecil panada isi rogut yang kubuat tadi sore. Aku menggunakan bahan-bahan yang ada di rumah saja karena mendadak. Jujur aku berdebar-debar, semoga rasanya tidak mengecewakan, mengingat ini adalah kali pertama Althar akan mencicipi hidangan yang kubuat.
Sebenarnya saat di masjid dan pulang tadi, aku mencari-cari keberadaan Althar, hanya saja tak menemukannya, begitu pun Nada, hanya Bu Husna saja yang tampak. Atau mungkin mereka salat tarawih di masjid yang lain?
Samar-samar kudengar bunyi derit pintu depan dibuka disusul suara ibu yang menyambut tamu. Sudah pasti itu Bu Husna yang datang. Dadaku semakin bertalu kencang bak genderang yang ditabuh. Telapak tanganku juga tiba-tiba basah. Bermacam rasa yang bercokol di kalbu berpadu menjadi satu, menciptakan gelombang hebat yang membuat tubuhku berkeringat dingin saking gugupnya.
"Azalia, bawa minumnya ke sini, Nak."
Ibu memanggilku dari ruang tamu. Kubawa nampan besar berisi suguhan untuk menjamu, menguatkan genggamanku di kedua sisinya, khawatir nampannya terjatuh atau justru aku yang terjerembab disebabkan demam panggung yang melandaku.
Aku tak berani mengangkat wajah. Menunduk dalam menatap lantai sambil melangkah hati-hati. Kutaruh nampan di meja dan duduk bersisian dengan ibu di kursi panjang.
"Silakan dicicipi, pie buah dan panadanya ini buatan Azalia lho, Bu Hajjah," ujar ibuku membuatku tersipu sambil menatap ujung jilbabku sendiri yang menghampar di pangkuan.
Mereka mencicipi makanan buatanku dan berdecak kagum. Memuji dan mengatakan rasanya lezat. Aku tersenyum puas masih tak berani mengangkat kepalaku.
"Saya sangat senang, Azalia menerima pinangan putra saya. Cincin ini adalah sebagai syarat pengikat secara resmi, mengenai hal yang lainnya seperti penentuan tanggal akan kita rencanakan juga mulai besok. Jika Bu Rahma setuju, anak saya tidak ingin menunda terlalu lama dan inginnya pernikahan dilaksanakan tak lama setelah lebaran." Bu Husna mengusulkan pada ibuku sedangkan aku terus meremat jemariku di pangkuan.
"Saya pun setuju. Lebih cepat lebih bagus, niat baik jangan ditunda lama-lama. Bagaimana, Azalia. Apa kamu setuju?" Ibu meminta pendapatku kini.
"A-aku ikut bagaimana baiknya saja, Bu," cicitku malu lalu kuangkat wajahku perlahan. Namun, mataku menangkap pantulan lain, hatiku mencelos dibuatnya. Jadi, inikah calon imamku?
"Alhamdulilah."
Mereka mengucap hamdalah bersamaan sementara kuarasakan sekujur tubuhku membeku dan lidahku kelu kala pandanganku bertemu dengan sosok yang duduk di sebelah Bu Husna.
"Oh iya, Azalia. Kenalkan, ini putra bungsu Bu Husna, namanya Hamiz, Hamizan Rasyid. Dia baru pulang bertugas sebagai TNI Angkatan Darat."
Ibu memperkenalkan pria di depanku. Aku tetap tersenyum dan mencoba bersikap tenang di saat jantungku terasa direnggut paksa, rasanya duniaku tiba-tiba diterjang badai hebat, anginnya kencang dan menggelapkan pandangan. Kuucapkan salam perkenalan dan Hamiz mambalas ramah. Aku yang tak bisa fokus lagi kemudian meminta izin ke kamar mandi.
Aku masuk ke kamarku menyeret langkah yang terasa berat. Kututup pintu rapat-rapat lalu bersandar di sana dan tubuhku merosot ke bawah begitu saja. Tak terasa entah kapan dilmulainya mataku memanas mengeluarkan sumber airnya. Segera kutepis dan memarahi diriku sendiri. Merutuki diri dan mengatai hati ini tidak bersyukur karena mengharap orang lain yang datang meminangku.
Aku memilih tidak kembali lagi ke ruang tamu untuk menenangkan diri. Hal barusan cukup membuatku terpukul, yang datang dengan Bu Husna bukanlah calon imam yang kuimpikan dan kudamba.
*****
"Azalia, untuk siang nanti kamu tidak usah mengajar Nada dulu." Pagi ini selepas salat Dhuha ibuku masuk ke kamarku. Aku sedang mendaras seperti biasa, setiap bulannya selalu kuusahakan untuk bisa menghatamkan Al-Qur'an dengan menerapkan metode one day one juz. Menyempatkan diri membaca kitab yang mulia sesibuk apapun aktivitasku.
"Lho, memangnya kenapa, Bu?" Kujawab pertanyaan ibu setelah menyudahi membaca Al-Qur'an dan menutupnya. Ada rasa tak rela, kemungkinan bisa bertemu dengan Althar walau hanya sejenak saja masih menggoda pikiranku. Meski kutahu, dia bukan untukku.
"Nada sedang tidak di rumah. Kemarin selepas berbuka, Althar dan Nada langsung pergi ke Jakarta. Mendadak, katanya ibu kandung Nada sakit. Ibu mau belanja sayuran ke warung Bah Diman, kamu teruskan saja mengajinya."
Sepeninggal ibuku perasaanku semakin tak menentu. Aku berharap terlampau jauh pada Althar, nyatanya dia langsung pergi begitu mendengar mantan istrinya sakit. Bukankah itu artinya Althar masih peduli? Sedang aku bukan siapa-siapanya. Apakah mungkin mereka akan kembali rujuk?
Kuhela napasku yang terasa menyempit. Entahlah, ada rasa perih yang menghujam kalbu kala mendengar berita ini. Sikap baiknya selama ini yang sering membelaku jujur saja membuatku tersentuh hingga hatiku tergerak. Padahal sikap pedulinya sudah pasti karena memang pada dasarnya pribadinya yang baik, hanya saja anganku terlalu melambung meninggi dan mungkin hati ini salah menyimpulkan dalam menanggapi.
Kuputuskan melanjutkan kembali mendaras, membuka mushaf suci di pangkuan. Walaupun kini suaraku tersendat, ibarat tersumpal berton-ton air mata tercekat di tenggorokan.
Catatan Senja:
Hallo para pembaca tersayang. Just info, novel ini sudah pernah dipublikasikan sampai tamat di sini sebelumnya ya. Bagi yang belum sempat baca sampai tamat di sini, kelanjutannya bisa kalian baca di Karyakarsa sampai ending plus ada bonus chapter di sana, bonus chapter belum pernah tayang di wattpad. Bisa beli konten satuan maupun paket.
Love & Hug 💞
Senjahari_ID24

KAMU SEDANG MEMBACA
Batal Akad (Tamat di Karyakarsa & KBM)
RomanceRank# 1 kategori romantis-15 Maret 2022 Rank# 2 kategori pernikahan-15 Maret 2022 Rank# 4 kategori cinta-15 Maret 2022 Rank# 6 kategori ramadhan- 18 Maret 2022 Kisah ini kutulis sepenuh hati dengan membubuhkan banyak cinta juga pesan-pesan tersirat...