[38] Smell Fishy

900 126 1
                                    

Angga merasa bosan.

Sore  ini harusnya ia bisa menontoni Tasha yang biasanya memasak dari jam 4 sore. Hanya menonton saja, ia tak pernah berniat untuk membantu wanita itu sekedar memotong sayuran atau mencucikan peralatan memasak yang kotor, apalagi membersihkan sampah. Jangan bayangkan selama seminggu terakhir ini ada adegan romantis seperti di drama-drama picisan yang dikonsumsi gadis-gadis. Itu semua jauh dari bayangan.

Yang terjadi adalah lelaki itu hanya akan mengomentari setiap kesalahan kecil yang dilakukan Tasha selama memasak. Membuat wanita itu sering mengomel atau melempar batang sayuran secara sembarang ke arahnya.

"Hei Tasha, aku bisa keracunan jika kamu memotong sayur itu dengan memakai pisau bekas memotong daging tanpa dicuci lebih dulu. Kamu tau kan apa itu kontaminasi silang?" Omel Angga kemarin lusa.

Tasha yang memang sedang kewalahan memasak menu yang tak tanggung-tanggung, mana sempat berpikir runut. Walaupun ia tahu prosedur itu, ia tak terlalu memperhitungkan.

"Hei, daripada kamu mengomel dan hanya menontonku saja, kenapa kamu gak membantuku memotong sayuran ini?"

Angga yang tanggapannya dibalas dengan omelan, kali ini tersenyum jahil.

"Ide bagus. Aku akan membantumu memotong itu dengan memelukmu dari belakang. Seperti drama-drama romantis yang sering kamu tonton dulu," balas Angga disambut kerlingan tajam oleh mata sayu itu.

"Sinting!!"

Teriak Tasha mulai meradang.

Namun sore ini, Angga memutuskan untuk makan malam di cafe bawah gedung apartemennya saja. Dengan malas ia melangkahkan kaki keluar unit kamarnya dan ketika ia membuka pintu, tak sengaja matanya menangkap sesuatu berbentuk kotak sebesar kotak sepatu ada di bawah pintu unit kamar yang ditinggali Tasha. Mungkin paket kiriman, pikirnya. Tanpa peduli, ia meluncur ke tujuannya.

Akan tetapi satu jam kemudian, ketika ia kembali lagi ke unit apartemenya selepas makan malam, kotak paket itu masih ada di tempatnya. Ia mulai bertanya-tanya, apa Tasha tak ada di kamarnya? Pikirnya. Namun ia ingat pesan terakhir wanita itu yang hanya ingin beristirahat. Ah mungkin sudah tidur, tebaknya lagi.

Dan keesokan paginya, ketika lelaki bermata almond itu akan berangkat ke kantor. Lagi-lagi kotak itu masih ada di posisi semula tanpa tersentuh. Kali ini ia benar-benar penasaran. Sambil melangkahkan kaki menuju lift di lantai 20 itu, ia membuka ponselnya dan mengetik pesan pada Tasha.

To: Gadis Berisik
Sha, kamu sudah bangun? Ada paket di depan pintumu.

Tanpa sengaja ia melihat di layar pesan itu, terakhir kali Tasha membuka aplikasi pesan adalah kemarin sore. Namun sampai ia tiba di kantornya, tak ada balasan pesan dari Tasha.

"Pak, rapat vendor akan segera dimulai. Semua perwakilan perusahaan sudah hadir," ujar Deva, mengingatkannya pada rapat pagi ini yang akan membahas kesiapan para penyedia barang untuk kawasan rendah karbon.

Angga hanya mengangguk, beranjak dari kursi kerjanya dan beriringan bersama Deva menuju ruang rapat. Namun lagi-lagi sesampainya di ruang rapat, ia merasa ada yang ganjil. Diperhatikannya setiap kepala di ruangan itu, dan ada satu kepala yang harusnya ada di antara mereka, tak terlihat keberadaannya.

"Perwakilan dari Nippon Raito?" bisik Angga pada Deva.

"Ah, tadi saya menghubungi sekretaris Bu Tasha, tapi belum ada tanggapan. Saya akan menghubunginya lagi," jawab Deva, balas berbisik.

Kali ini Angga terdiam sesaat, kembali memikirkan sesuatu yang terasa ganjil. Tak mungkin Tasha melewatkan rapat penting hari ini. Ia kemudian diam-diam membuka kembali pesan terakhirnya pada Tasha, dan dilihatnya pesan itu masih belum dibaca. Masih dengan keterangan waktu terakhir Tasha membuka aplikasi itu sore hari kemarin.

30 Days DinnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang