Kesunyian kembali menyapa setiap insan yang masih terjaga dalam kegelapan malam. Aifa membuka jendela kamarnya, begitu sunyi seperti kondisi yang ia alami sekarang, sunyi dan kosong. Angin malam menerpa setiap helaian rambut Aifa yang tergerai indah.Yaps, saat ini Aifa tidak memakai hijab, namun saat keluar dia selalu berhijab, lebih tepatnya dia belum konsisten lah.
Ting!
Gue di depan rumah Lo, cepet keluar.Ngapain sih dia kesini. Batin Aifa mengambil hijabnya kemudian keluar menemui Nadya.
Begitu pintu terbuka, nampak Nadya yang membawa tas ransel besar.
Wah ada apa ni anak. Batin Aifa lagi. Ia meneliti dari atas sampai bawah.
" Heh ngapain sih liatin gue kayak gitu ?".
Aifa mengernyit heran.
" Lo mau nginep sini ?".
" Hehehe..pliss boleh ya listrik rumah gue mati, Lo Taukan gue phobia kegelapan, pliss gue nginep sini ya". Ucap Nadya penuh harap.
" Hilih bilang aja Lo belum bayar listrik, yaudah masuk".Pukul sebelas malam, Aifa masih setia di bawah lampu belajarnya. Ia menatap lurus ke lukisan kaligrafi Inna ma'al usriyusro, lafad Allah yang menurut Aifa sendiri penuh dengan makna serta keagungan dari pemilik makna tersebut. Pikirannya menyelami setiap peristiwa yang ada di hidupnya, ia menyadari bahwa kehidupan tidak hanya terbatas tentang bernafas saja, namun tentang bagaimana kita bisa menjadikan apa yang ada di kehidupan kita sebagai suatu hal yang bisa menjadikan kita bisa memiliki keberuntungan di dunia maupun di kehidupan selanjutnya.
Banyak hal yang membuat Aifa bisa mengikhlaskan semua yang sudah berlalu, mulai dari masa pertumbuhan nya dari kecil sampai dia benar- benar menemukan jati dirinya sendiri. Jika di putar kembali mungkin ia tak sanggup untuk merasakan nya. Sudah cukup luka yang masa lalu nya dan jangan sampai ada yang mengalami nya lagi dimasa mendatang. Aifa membuka laptop nya melihat tugas Tesis nya yang hampir selesai.
Oh iya, Aifa sekarang berada di semester akhir program S2 psikologi nya, sedangkan Nadya dia juga Mahasiswa semester akhir namun untuk progam S1.
Setelah lulus sekolah menengah atas Nadya tidak langsung melanjutkan studi nya ke dunia perkuliahan, dia sempat bekerja selama kurang lebih dua tahun dan setelah itu dia baru melanjutkan studinya. Takdir setiap orang memang berbeda, tapi dari perbedaan itulah kita bisa mendapatkan pelajaran yang berharga.Tak terasa sudah pukul 2 dini hari, alarm dari hp Aifa berbunyi. Segera ia matikan karena takut mengganggu tidur Nadya. Ia berjalan ke kamar mandi dan setelah itu Aifa mengambil air wudhu untuk melaksanakan tahajjud.
"Ya Allah hamba hanya manusia biasa yang sering mengeluh akan takdir yang engkau berikan, berilah hamba kesabaran dan tegur hamba jika sifat keegoisan memenuhi pemikiran hamba ya Allah, ya muqollibal quluub tsabbit qolbii 'ala diinik".
Aifa melepas mukenah nya, kemudian berjalan kearah tempat tidur untuk membangunkan Nadya.
" Nad bangun, solat tahajjud nggak ?".
" Jam berapa ?". Tanya Nadya yang masih berusaha membuka matanya.
" Udah jam 3 bangun gih nanti tidur lagi".
" Hmmmm... iya".
Nadya berjalan sempoyongan ke kamar mandi, sedangkan Aifa kembali melihat laptop nya.Setelah sholat tahajud Nadya duduk disamping Aifa. Melihat apa yang dikerjakan sahabatnya tersebut.
"Tunggu - tunggu... Lo belum tidur kan semalam?". Tanya Nadya dengan mengangkat dagu Aifa.
"Apaan sih".
Aifa menepis tangan Nadya dari dagunya.
"Ipiin sih... Heh Lo tuh gak boleh kayak gini, sesuatu yang berlebihan itu nggak baik, nanti Lo sekarat lagi, nggak inget dulu Lo hampir mati ???".Takdir memang jarang yang sejalan dengan keinginan, tapi sebuah takdir bisa dirubah dengan kesungguhan kita dalam berdoa dan berusaha, seperti halnya dengan jalan cerita kehidupan Aifa, memang benar dulu dia dikabarkan jika penyakit yang diidap nya bisa menyebabkan kematian. Berawal dari permasalahan kecil yang tidak dipedulikan kemudian menjadi suatu masalah besar yang berakibat fatal.
Kehidupan Aifa kecil seperti anak- anak pada umumnya. Bermain, belajar, menonton TV dan lain lain. Yang membedakan hanya satu disaat masa pertumbuhan nya dia jarang didampingi oleh kedua orang tuanya, tapi dia dituntut untuk bisa, seperti contoh kecil dia dituntut untuk menjadi pintar, harus memiliki ranking ketika pembagian raport. Jika anak kecil ingin sebuah mainan langsung di belikan, berbeda dengan Aifa yang harus mendapatkan ranking kelas terlebih dahulu, jika anak kecil melakukan kesalahan tanpa di sengaja akan di nasehati dengan halus, berbeda dengan Aifa yang langsung di bentak dan di pukul kemudian di banding bandingkan dengan saudaranya yang lain. Aifa hanya bisa menangis, dia masih kecil, dia takut, tapi setiap peristiwa yang Aifa alami dari kecil dia selalu ingat akan hal itu.
Jika biasanya seorang anak beranjak dewasa mereka sedikit ingat dan sedikit lupa tentang masa kanak-kanak nya, tidak dengan Aifa yang masih mengingat nya, bahkan saat dia masih balita dia bisa mengingat apa yang ia lihat didepan mata bahkan sampai sekarang yang umurnya sudah berkepala dua, ia sangat ingat betul. Tidak berhenti sampai disitu, namanya juga kehidupan, tidak akan berwarna jika tidak ada permasalahan. Bahkan sampai umur sudah tua.
Dan itu salah satu permasalahan yang menyebabkan Aifa stress, banyak pikiran kemudian dokter memvonis bahwa resiko tertinggi dari penyakit nya adalah kematian.Haiii??
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Lalu
FantasySetiap kisah memiliki asal Setiap kisah memiliki makna Dan setiap kisah memberikan pelajaran berharga. Jangan lupa vote ya Tengkyuu readers.