Bab 13

2 1 0
                                    




Setelah makan malam tadi Aifa meminta diantarkan pulang karena memang sudah larut malam.
"Terimakasih ya makan malamnya". Ucap Aifa setelah turun dari mobil Raka.
"Iya aku juga makasih sama kamu udah nemenin aku belanja keperluan nya Alta tadi sore". Ujar Raka
"Iya sama-sama".

"Ai, aku boleh ngomong sebentar sama kamu?". Tanya Raka.
"Boleh, ayo masuk". Ajak Aifa.
"Nggak perlu, disini aja nggak lama kok". Tolak Raka secara halus.
" Yaudah ke teras aja, nggak baik berdiri di samping jalan kayak gini".

Mereka berjalan ke teras rumah Aifa.
"Silahkan duduk". Ucap Aifa kepada Raka.
" Terimakasih".
Aifa mengangguk, mendengar kata selanjutnya yang ingin dibicarakan oleh Raka. Tidak biasanya Raka mengajaknya berbicara dengan raut wajah tegang seperti ini.
"Sebenarnya aku mau menanyakan pertanyaan yang tidak begitu penting sih, cuma mau tahu aja gitu". Ucap Raka mengawali pembicaraan nya.
" Iya mau tanya apa ?". Tanya Aifa juga ikut penasaran.
" Kalau seumpama ada seseorang yang ingin mengajak kamu serius, kamu mau atau tidak ?". Tanya Raka sedikit gugup.
"Maksudnya ?". Tanya Aifa karena apa yang diucapkan oleh Raka membuat berpikir.
"Sebenarnya aku suka sama kamu Ai, aku mau ngajak kamu ke jenjang yang lebih serius, tidak hanya sebatas teman, bahkan partner kerja". Terang Raka yang di angguki oleh Aifa karena faham dengan alur pembicaraan Raka.
"Aku mengungkapkan apa yang ada di hati aku sekarang ai, sejak pertama kali ketemu sama kamu di suatu projek yang dulu, aku nggak tau kenapa kamu begitu memikat hati aku saat itu". Terang Raka lagi.
"Boleh kamu suka sama aku, boleh kamu cinta sama aku, tapi maaf untuk saat ini aku belum bisa menerima seseorang dalam hidup aku, itu hak kamu untuk mencintai seseorang dan aku juga punya hak untuk tidak mencintai orang itu, jadi aku minta maaf sekali lagi kalau aku tidak bisa atau belum bisa menerima kamu untuk saat ini". Ucap Aifa.
Raka sudah menduga ia akan ditolak seketika. Namun hatinya belum goyah untuk berpaling dari Aifa.
"Iya Ai aku tau itu, tapi disini aku mau kita sama-sama menumbuhkan rasa cinta dalam sebuah ikatan yang halal, disini aku mengatakan apa yang harus aku katakan, dan aku benar-benar serius mengatakan ini". Bantah Raka terhadap pernyataan Aifa tadi.
Aifa menghela nafasnya. Ia memandang Raka yang ada didepannya.
" Nggak Raka, aku nggak pantas sama kamu, seharusnya kamu mencari perempuan lain yang lebih dari aku, dari segi apapun".

"Buat apa ? Kamu lebih dari cukup Ai". Ucap Raka membuat Aifa sedikit menegang.
"Raka, jangan main-main deh, sebuah hubungan itu nggak bisa di buat bercandaan". Tukas Aifa.
"Siapa yang bercanda ? Aku serius Ai, bahkan aku sudah menyiapkan ini semua dengan matang". Terang Raka mengambil sesuatu yang ada di dalam saku celananya. Ia mengeluarkan kotak silver dengan sebuah cincin di dalamnya.
"Untuk apa ?". Tanya Aifa begitu melihat cincin berlian didepan matanya.
"Untuk kamu, untuk melamar kamu.....kurang serius apa aku Ai ?".

"Kamu simpan aja dulu, kalau kamu benar-benar serius minta aku di depan orangtua ku langsung ". Ucap Aifa mantap.

"Baiklah, kamu pegang omongan aku, aku beneran serius sama kamu". Sahut Raka tak kalah serius.

"Aku boleh tanya sesuatu ?". Tanya Aifa setelah terjadi keheningan beberapa saat.
"Boleh, silahkan". Sahut Raka menatap Aifa.
"Luka lebam di tangan Alta itu....maaf ya aku bukan bermaksud apa-apa...."
Belum selesai Aifa berbicara langsung di potong oleh Raka.
"Iya aku tahu maksud kamu apa, Alta itu mungkin kedepannya akan menjadi anak angkat ku, dia tidak diterima dalam keluarganya, dan luka yang ada ditangan Alta murni dari kedua orangtuanya". Jelas Raka membuat Aifa shock.
"Astaghfirullah, kok bisa gitu ?". Tanya Aifa tidak percaya.
"Entahlah". Jawab Raka dengan lirih.

Udara malam menerpa wajah kedua insan yang terdiam setelah pembicaraan yang panjang, suara hewan mendominasi suasana sunyi malam ini.

"Raka, udah jam 10 malam, kamu nggak pulang ?". Tanya Aifa membuat Raka tersadar dari lamunannya. Ia melihat jam tangan nya, pukul 10 lewat 5 menit.
"Aku pulang dulu ya, terimakasih Ai untuk hari ini". Ucap Raka beranjak dari duduknya.
"Iya sama-sama, hati-hati di jalan". Pesan Aifa.
Raka mengangguk, ia berjalan ke mobilnya.

"Ya Allah hanya engkau yang berhak menulis dan menghapus takdir seorang hamba, berilah hamba petunjuk untuk menuju jalan terbaik yang engkau berikan". Ucap Aifa dalam hati, ia memandang mobil Raka yang mulai menjauh dari halaman rumah nya.























Hai ????




......

Sajak LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang