Bab 15

2 1 0
                                    

Pukul 18.30 waktu setempat

Aifa dan Nadya sudah sampai satu jam yang lalu, seperti biasa rumah dengan keadaan sepi, mereka ada didalam kamar, jujur Aifa panas dingin dan mondar mandir di depan cermin sedari tadi.
"Lo ngapain sih kayak gitu ?". Tanya Nadya risih dengan tingkah manusia di depannya itu.
Aifa tidak menggubris ucapan Nadya, ia meremas jarinya.
"Lo laper nggak ?". Tanya Aifa random.
"Kan kita habis makan, Lo masih lapar ?". Tanya Nadya balik.
"Nggak, gue cuma nanya doang". Jawab Aifa apa adanya.
"Prikk banget sih Lo malem ini". Heran Nadya.

Tak lama setelah itu bel rumah berbunyi membuat Aifa semakin deg deg an.
"Siapa sih tamu yang Lo bilang itu ? Sumpah disini gue bingung banget sama Lo fa". Ucap Nadya beranjak dari duduknya, berniat keluar kamar untuk membuka pintu ruang tamu.
"Gue aja yang buka, Lo disini aja". Ucap Nadya, namun Aifa tidak mendengarkan nya ia mengikuti Nadya dari belakang.

Sampai diruang tamu Nadya langsung membuka pintu, dan didapatinya seorang Raka yang berpakaian rapi.
"Assalamualaikum". Ucap Raka begitu pintu terbuka.
"Waalaikumussalam, Lo ngapain kesini ?". Tanya Nadya penuh selidik.
"Eh, silakan masuk". Sahut Aifa dari belakang.
Nadya menoleh kebelakang dan memandang intens merek berdua secara bergantian.
"Nad, minggir lah, dia mau masuk". Nadya melangkah kebelakang tanpa melepas pandangan nya.
"Silakan duduk dulu". Ucap Aifa sedikit gugup tidak seperti biasanya.
Aifa berlalu dari ruang tamu meninggalkan Nadya dan Raka disana.
"Lo ngapain kesini ?". Tanya Nadya lagi.
"Bertemu sama orangtuanya Aifa". Jawab Raka santai.
"Ngapain ?". Tanya Nadya lagi, sungguh ia sangat penasaran.
"Melamar Aifa". Jawab Raka lagi.
"WHAT !!!!!!, Lo serius ?". Nadya seketika jantungan, mata nya membulat besar, tidak percaya Raka mengucapkan itu semua.
" Gue nggak salah denger kan ?". Ucap Nadya mencubit tangannya sendiri, barangkali ia bermimpi saat ini.
"Nggak lah, ngapain gue bohong". Tukas Raka.
" Bener- bener ya Aifa, gue kasih pelajaran sekarang juga". Ucap Nadya berlalu dari ruang tamu, ia berjalan ke dapur mencari Aifa.
Disana ada mama dan papanya Aifa, entah membicarakan apa dan membuat Nadya mengurungkan niatnya untuk memberi pelajaran kepada Aifa.
"Yaudah, gapapa". Ucap papa Aifa mengakhiri pembicaraan sebelum mereka keluar dari dapur dan menuju ruang tamu, Nadya mensejajarkan langkahnya dengan Aifa.
"Lo kenapa nggak bilang sih dari awal kalo Raka mau ngelamar Lo". Bisik Nadya pada telinga Aifa.
"Emang iya ?". Tanya Aifa polos membuat Nadya naik darah.
"Tol*l". Nadya mengumpat dan mendapat pukulan dari Aifa.
"Dijaga mulutnya". Tukas Aifa sebelum ia duduk di sofa sebelahnya Raka.

Seketika suasana menjadi senyap. Membuat Raka sedikit canggung untuk memulai pembicaraan, ia juga bingung harus memulainya dari mana.
"Selamat datang dirumah kami ya nak Raka". Ucap mama Aifa ramah.
"Iya Tante, Raka juga terimakasih kepada Tante dan om sudah menyempatkan waktu untuk bertemu dengan Raka". Jelas Raka.
"Iya nak sama-sama". Sahut mama Aifa lagi.
"Sebelumya saya minta maaf karena kedatangan sayatidak bersama orangtua, mama saya sedang berada diluar kota, dan papa saya sudah bercerai dengan mama 5 tahun yang lalu". Raka menghela nafasnya. " Langsung saja maksud kedatangan saya kemari ingin melamar anak gadis om dan tante". Jelas Raka dengan satu tarikan nafas, hatinya berdegup dengan kencang saat ini.
"Kamu mampu membiayai kehidupan anak saya kedepannya ?". Tanya papa Aifa dengan nada menohok.
" Pa...." Ucap Aifa memandang papanya.
"Kemauan kamu kan banyak, kamu selalu ingin mencoba hal baru setiap ada waktu". Ucap papanya.
"Insyaallah om, saya sanggup membiayai kehidupan di masa depannya". Terang Raka.
Nadya mencubit lengan Aifa, ia tidak menyangka Raka mengucapkan hal itu dengan tegas.
"Keputusan ada di tangan Arcilla, jadi jika Arcilla menerima lamaran kamu, otomatis saya sebagai orangtuanya sangat menghargai keputusan anak saya karena yang menjalani kehidupan kelak juga kalian berdua, tanggung jawab saya sebagai orang tua otomatis berpindah ke kamu". Terang papa Aifa membuat Raka tersenyum.
"Pesan saya jika kalian berjodoh tolong bimbing Arcilla ya, tegur dia jika salah, sayangi dia sebagaimana nak Raka menyayangi orangtua nak Raka sendiri, jangan bandingkan dia dengan orang lain, karena semua makhluk hidup memiliki kelebihan dan kekurangan dari sang pencipta". Pesan mama Aifa dan diangguki oleh Raka.
"Bagaimana sayang ? Kamu udah yakin sama keputusan kamu ?". Tanya mama dengan lembut.
"Insyaallah ma, semoga menjadi jodoh dunia akhirat". Ucap Aifa dan di amiin i oleh Raka dalam hatinya.
"Jika om dan tante tidak keberatan saya akan mengadakan acara tunangan beberapa hari yang akan datang kemudian saya ingin melakukan akad nikah pada bulan depan, untuk semua biaya insyaallah saya yang bertanggung jawab". Ucap Raka dengan jelas.

"Silahkan saja, itu semua kalian rembukan sendiri, kita sebagai orang tua ikut apa yang menjadi keputusan kalian, kami sebisa mungkin memberikan support terbaik". Ucap mama Aifa mengakhiri pembicaraan malam ini. Mereka pamit dari ruang tamu terlebih dahulu karena segera keluar dari rumah karena ada kepentingan yang tidak bisa di tunda, sedangkan Nadya dia pamit ke kamarnya.

"Gimana ?". Tanya Raka setelah melihat sekitar, hanya mereka berdua.
"Gimana apanya?". Tanya Aifa balik.
"Kamu setuju kan sama keputusan aku tadi ?".

"Apa tidak terlalu mepet waktu nya?". Tanya Aifa.

"Nggak, itu sudah sangat pas". Jawab Raka yakin.

"Tapikan bulan depan itu kita masih ada project peluncuran karya anak muda". Ujar Aifa.
"Kan sebelum itu juga bisa, toh ngapain mikirin itu, kamu lupa dua Minggu lagi kita juga ada kerja bareng bedah buku di salah satu kampus ?". Tanya Raka.

"Nah, maka dari itu, pasti kamu juga capek kan".

" Nggak, kata siapa? Itu udah aku  strategikan semua, kamu tinggal terima jadi saja". Ucap Raka.

" Tapi kan nggak secepat itu juga". Elak Aifa.
"Harus secepat itu Ai". Bantah Raka, namun bukan Aifa jika langsung menerimanya.
"Coba deh kamu pikirkan lagi secara matang agar nggak terjadi kesalahan".

"Nggak ada tapi- tapian, itu udah fiks, nggak bisa dirubah, aku mau kamu diambil orang lain, aku harus secepatnya mengikat kamu dalam ikatan halal". Terang Raka tak terbantahkan.

"Egois banget sih". Gerutu Aifa yang otomatis didengar oleh Raka dan membuat nya menghela nafas.
"Iya aku egois, ini juga demi kebaikan kamu".
Aifa tak menggubris perkataan Raka. Ia alihkan pandangannya.

"Aku pamit dulu ya, jaga kesehatan". Ucap Raka beranjak dari duduknya dan diikuti Aifa.
Ia mengantar Raka Sampai halaman rumah.
"Hati-hati di jalan".
Raka mengangguk kemudian masuk kedalam mobil.


























.....

Sajak LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang