Bab 16

3 0 0
                                    

Beberapa orang memilih untuk membohongi dirinya sendiri dengan berfikir aku tidak memiliki trauma apapun dan tanpa disadari traumanya telah membelenggu jiwa mereka sendiri.

-Arcilla

Tepat 7 hari setelah kedatangan Raka kerumah orangtua Aifa, Raka menepati ucapannya untuk membuat acara pertunangan yang ia bicarakan dengan orangtua Aifa dan mamanya.
Sore ini acara pertunangannya dengan Aifa berlangsung, Raka sendiri yang menyiapkan segalanya dibantu para crew yang bertugas, ia tak ingin membebani keluarganya apalagi keluarga Aifa sendiri.

Sore ini acara pertunangannya dengan Aifa berlangsung, Raka sendiri yang menyiapkan segalanya dibantu para crew yang bertugas, ia tak ingin membebani keluarganya apalagi keluarga Aifa sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan mengusung tema monochrome, Raka juga membelanjakan gaun berwarna hitam untuk Aifa dipakai malam ini.

Dengan mengusung tema monochrome, Raka juga membelanjakan gaun berwarna hitam untuk Aifa dipakai malam ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cantik kan siapa juga yang bilang jelek". Ujar Raka begitu melihat Aifa berdiri di depannya.

"Aku mau bicara sama kamu". Ucap Aifa kemudian berlalu dari hadapan Raka, mau tak mau ia membuntuti Aifa dari belakang.
"Kan aku udah bilang nggak perlu acara kayak gini, pakek acara sewa gedung segala". Omel Aifa begitu mereka sampai dilorong hotel.
"Kenapa sih ? Kan niat aku nggak menghamburkan uang, aku niat shodaqoh untuk para tamu". Terang Raka.
"Tapi nggak perlu semewah ini juga, masih banyak keperluan lainnya kan ? Lebih baik di tabung dulu". Ucap Aifa lagi.
"Udahlah jangan ngomel Mulu nanti kamunya capek, ayo kesana lagi acaranya mau mulai". Ajak raka.
Mereka kembali keruangan acara.

Dari semua rangkaian acara berlangsung dengan khidmat, hingga sampai momen ketika Raka mengungkapkan sesuatu kepada calon mertua dan calon istrinya.
"Bismillahirrahmanirrahim, jika allah mengizinkan, saya ingin menjadikan putri bapak dan ibu sebagai istri saya, menemani setiap langkah perjuangan saya, menjadi penyejuk hati saya dikala gundah dan menjadi penasihat saat saya melakukan kesalahan, dari awal saya kenal putri bapak dan ibu, saya merasa seperti telah menemukan orang yang tepat, sekiranya bapak dan ibu menyetujui, saya ingin melamar putri bapak dan ibu serta ingin melanjutkan hubungan kami berdua kejenjang pernikahan." Ucap Raka dengan sorot penuh keyakinan membuat para tamu undangan ikut merasakan keseriusan nya malam ini.
"Dengan kesungguhan hati saya sebagai orangtua akan merasa senang jika putri yang kami asuh dan didik sedari kecil mendapatkan jodoh yang tepat, yang mampu menjaga dan mengajak ke jalan yang diridhai Allah". Ucap papa Aifa tak kalah yakin.
"Terimakasih sudah mempercayai saya untuk menjaganya, insyaallah dengan izin Allah saya akan melakukan apa yang menjadi kewajiban saya dalam kehidupan mendatang". Tutur Raka menanggapi perkataan orangtua Aifa. Ia berbalik menghadap Aifa yang sedari tadi menunduk dan sepertinya sangat enggan untuk menampakkan wajahnya.
"Aku hanya ingin menjagamu hingga halal bagiku menyentuhmu. Dan malam ini, aku ingin mengatakan dengan segenap keyakinan. Yang aku tahu, sebaik-baik perhiasan adalah wanita dan istri yang sholehah. Wanita itu sudah aku dapatkan yakni ibuku. Maka selanjutnya, dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, maukah kamu menjadi penyempurna keimanan yang selama ini masih belum terpenuhi dan maukah kamu menjadi pendamping hidupku di dunia sampai akhirat kelak".
Entah mengapa hati Aifa bergetar mendengar penuturan dari sosok lelaki yang ada didepannya itu. Tak terasa air mata lolos dari kelopak matanya yang indah itu.
"Insyaallah saya akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa menjadi penyempurna kehidupan kamu". Ucap Aifa penuh linangan air mata.

Kemudian suara tepuk tangan menggema di setiap sudut ruangan.
Dua insan yang saling bertolak belakang mampu meluluhkan ego masing-masing untuk memulai lembaran baru di kehidupan selanjutnya.

Pukul 9 malam, tamu undangan sudah pulang semua termasuk orangtua Aifa dan mama nya Raka. Mereka ada urusan lain yang mengharuskan pulang dengan meninggalkan acara makan malam yang sudah Raka siapkan.
"Maaf ya mama sama papa nggak bisa makan malam". Ucap Aifa merasa sangat bersalah kepada Raka.
"Yaudah nggak papa, lagian mama aku juga udah pulang duluan soalnya Alta ditinggal dirumah sama baby sister nya". Sahut Raka setelah meletakkan sendok nya diatas piring.
"Kamu langsung pulang atau gimana ?" Tanya Raka.
"Aku boleh ngomong sama kamu sebelum pulang ?". Tanya Aifa balik.
"Boleh, disini atau ditempat lain ?". Tanya Raka.
"Di luar aja gimana ? Di lantai paling atas, lihat bintang". Jawab Aifa.
"Yaudah ayo, sekalian mejanya agar segera dibersihkan".

Mereka menuju lift untuk naik ke lantai paling atas.
Disana hanya ada bangku panjang yang menghadap gedung-gedung tinggi pencakar langit.
Dibawah taburan bintang yang tenang Aifa tersenyum, ia merasa tenang dengan kesunyian di luar ruangan tanpa ada suara bising.
Aifa mengeluarkan kertas dari dalam sakunya. Kertas yang ia tulis sekitar 2 tahun yang lalu dan masih disimpan nya sampai sekarang karena dia sudah berjanji kepada dirinya sendiri, dia akan memberikan kertas itu kepada calon suaminya kelak, dan saat ini Raka yang sudah berani mengambil dirinya sebagai seorang wanita bukan sebagai seorang anak perempuan orangtuanya.

Mas, siapapun kamu...
Sebelum kamu melangkah menjadikan aku tujuanmu, sebelum kamu memutuskan untuk menjadikanku separuh mu, aku harap semua bekal dan persiapan sudah ditangan.
Karena denganmu, aku tidak ingin hanya sekedar bersama, kelak bimbinglah aku dengan iman mu,
sayangi aku dengan cintamu,
jaga aku dengan tanggung jawab mu,
dan bahagiakan aku dengan kesederhanaan mu

Aifa Arcilla Alquds

Raka menutup kertas itu, melipatnya rapi kemudian disimpannya di saku jasnya. Ia menghirup udara malam yang segar kemudian menghembuskan nya pelan.
"Kenapa kamu tulis ? Nggak ngomong langsung aja ke aku". Tanya Raka menoleh kesamping.
Aifa menatap lurus ke depan.
"Itu tulisan lama, sudah 2 tahun yang lalu tapi masih aku simpan sampai sekarang".
Hati Aifa seperti tersayat kembali, sangat sakit dan nyeri jika mengingat kehidupannya 2 tahun yang lalu.
"Aku janji sama diri aku sendiri untuk memberikan tulisan itu kepada seseorang yang benar-benar akan menjalin hubungan serius denganku". Lanjutnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Raka yang sedari tadi memperhatikan nya.
"Kenapa nangis ?". Ucap Raka begitu melihat satu tetes airmata lolos dari pelupuk mata Aifa.
"Maaf ya sampai saat ini aku belum bisa membuka hati buat kamu". Ucap Aifa menyeka air matanya.
"Pasti bisa, aku yakin kamu bisa merubah sudut pandang kamu tentang sebuah rasa yang ada di hati kamu itu sendiri, udah ya jangan nangis aku tau kok kamu mikir apa saat ini, kalau aku jujur sekarang aku takutnya kamu ninggalin aku, setelah kita menikah aku bakal kasih tau kamu sesuatu hal". Ucap Raka membuat Aifa mengernyitkan dahi.
"Apa?". Tanya Aifa menoleh ke arah Raka.
"Kalau udah halal aku baru kasih tau kamu". Jawab Raka sedikit terkekeh.
Aifa hanya meliriknya saja, toh ngapain juga dia kepo.
"Aku kalo dekat kamu, aku ngerasa dekat banget sama Razky". Ucap Aifa membuat Raka sedikit menengang.
"Nggak tau kenapa aku ngerasa seperti itu". Lanjutnya semakin membuat Raka terdiam.
"Kenapa kamu diam ?". Tanya Aifa yang melihat tidak ada respon sama sekali dari Raka.
"Nggak kok, heran aja gitu, kan kita 2 orang yang berbeda tapi kenapa kamu ngerasa seperti itu". Ucap Raka berusaha untuk tenang.

"Andaikan kamu benar-benar tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku takut mengatakan itu semua, aku takut kamu tidak bisa menerima kenyataan kematian Razky sebenarnya hanya untuk mempertahankan aku agar bisa tertolong waktu itu, aku takut ai kamu mengira aku egois atas kematian Razky, aku takut kalau kamu nggak bisa menerima aku dalam kehidupan kamu".  Raka meraup wajahnya kasar, ia takut dengan takdir tuhan selanjutnya.
"Kenapa ?". Tanya Aifa begitu melihat tingkah Raka yang berbeda.
"Nggak kok, oh iya udah jam 10 malam, kamu nginep di hotel aja ya, takutnya kamu kenapa napa nanti dijalan". Ucap Raka.
"Aku pulang aja, pesan taxi kan juga bisa".

" Nggak Ai, lebih aman kamu nginap di hotel ini, nanti aku pesan kamar". Tukas Raka.
"Aku nggak mau, sama aja dong aku disini kan juga sendiri". Sahut Aifa.
"Yaudah aku temenin".
"M- maksudnya?". Tanya Aifa ngelag seketika.
"Aku pesen dua kamar, satu kamu satu aku". Terang Raka.
"Ohhh".
"Kamu mau satu kamar sama aku ?". Tanya Raka spontan
"N-nggak, siapa yang bilang, udah ah ayo kembali disini dingin". Ucap Aifa langsung berjalan mendahului Raka yang masih setia berdiri memandang kepergian Aifa.
Raka menggelengkan kepala melihat sikap salah tingkah Aifa barusan.


































....

Sajak LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang