Setelah itu Abraham melepaskan pelukannya, menatap anaknya dengan raut bahagia dan juga sedih yang bercampur menjadi satu, bahkan sampai meneteskan air matanya padahal dalam seumur hidupnya dia sangat jarang dan susah untuk menangis, "Papa sangat merindukanmu Alex,"
"Maafkan aku Papa." ucapnya pelan dan merasa bersalah, lalu Abraham menepuk pundaknya pelan agar dia tetap merasa kuat dan tidak lemah.
"Tidak apa Al, papa kali ini mencoba mengerti dirimu." ucap Abraham dengan tegas dan Alex mengangguk mengerti.
Elina terlihat senang begitupun dengan Jerry dan sepanjang hari Abraham, tidak lepas menemani anaknya walaupun Alex masih tetap diam tidak banyak bicara.
Baru di malam harinya Elina kembali bertugas mengantar dan melayani tuannya seperti biasanya, Elina masih dapat melihat jika tuannya sekarang tidak tenggelam dalam keheningan yang menakutkan yang dia ciptakan sendiri dalam pikirannya, itu cukup membuatnya senang.
"Elina, pernahkah kau merasa kehilangan?" tanya Alex membuka suara setelah sedari tadi mereka berdua terselimuti oleh rasa hening yang Alex ciptakan.
"Maaf maksud Tuan apa? Aku tidak terlalu mengerti dengan ucapan tuan." Elina balik bertanya dan menatap Alex dengan tatapan bingungnya.
"Pernahkah kau merasa pernah kehilangan seseorang ataupun benda kesayanganmu yang begitu kau cintai?" tanya Alex lagi dan menjelaskan maksud ucapannya dengan menatap manik hitam Elina.
"Pernah...."
"Bagaimana perasaanmu?" potong Alex cepat dengan wajah penasaran akan jawaban yang diberikan Elina.
"Tentu saja perasaanku merasa sangat sedih, kehilangan dan hancur tapi aku selalu menanamkan pada diriku sendiri, bahwa aku harus bangkit serta semangat menata kembali kehidupanku, karena bagiku hidup akan terus berjalan dan detak jantung akan terus berdetak hingga pada akhirnya terhenti sendiri oleh takdir Tuhan dan kehidupan setiap orang akan berakhir." jawab Elina panjang dengan lembut serta senyuman tipisnya.
Tapi bagi Alex saat mendengar suara serta sedikit menatap senyuman Elina, hatinya merasa sangat menghangat dan dia benar-benar seperti merasakan mentari pagi yang menyentuh kulit dan pikirannya, membawa suatu aura positif untuk dirinya.
Sedangkan Elina secara tidak langsung dia menyemangati tuannya untuk bangkit dan menata hidup kembali, dia akui menata hidup itu sangat susah dan melupakan masa lalu yang sangat sulit dilupakan itu menambah level kesulitannya, tapi semuanya akan mudah jika dijalani dengan hati yang tulus dan tidak pantang menyerah itulah kuncinya.
"Semudah itukah?" tanya Alex lagi masih dengan wajah datar, nada dingin dan menunduk.
"Mungkin tidak sesederhana seperti apa yang aku katakan, karena semua tergantung masing-masing orang memandang kehidupan dari sudut yang mana. Dari sudut masa lalu atau masa depan tapi mari, Tuan jalani semuanya seperti air yang terus mengalir dan jangan pernah membiarkan masa depan Tuan, harus terengut dengan begitu mudah akan masa lalu kelam yang menghancurkan." jawab Elina masih dengan kata-katanya yang panjang serta menyuapi Alex.
"Aku sudah kenyang." ucapnya dan menghentikan Elina menyuapi makanan yang tinggal sedikit ke dalam mulut Alex, lalu dia memberikan minum serta vitamin dan obat Alex seperti biasanya.
"Baiklah Tuan tugasku sudah selesai, selamat beristirahat." setelah mengatakan itu, Elina segera keluar dari kamar Alex.
"Bisakah aku berubah, menjalani hidup seperti dirimu, jika sebenarnya diriku masih terbelenggu dalam rasa kelam masa lalu ku yang menakutkan?" batinnya dan kembali menatap kosong jendela rumahnya.
Di pagi harinya Alex kembali melamun menatap jendela kamarnya dengan tatapan kosongnya dan saat begitu tenggelam dalam pikirannya, dia mendengar pintu kamarnya yang dibuka perlahan dan menyadarkan Alex agar tidak terjatuh lagi dengan begitu dalam akan pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Depresi Tuanku
Любовные романыElina Melvina hanyalah seorang gadis biasa yang bekerja sebagai pelayan di sebuah mansion yang megah dan mewah tapi tak seindah seperti tampak di luar saat masuk ke dalam,keadaan rumah atau mansion tempat dia bekerja yang tampak hanyalah kehampaan d...