Membiru | Fatwa Cinta

78 6 2
                                    

Membiru | Fatwa Cinta

"Aku hanya debu, yang merindukan cahaya."
- Zulaikhah -

***

"CINTA itu apa Gus?"

"Apa harus sakit dan terluka?"

"Atau harus kecewa?"

"Atau selalu bahagia dan sempurna? Definisi yang seperti apa yang Gus anggap cinta? Beritahu aku, agar aku tidak kesesatan dalam menafsirkan sabda-sabda cinta kepada mu Gus."

Abizar diam. Tangan nya yang memegang mangkuk bubur itu mengerat, Zulaikhah sudah bisa diajak berbicara walaupun masih dalam kondisi yang tidak kondusif, terkadang juga berbicara melantur. Dan Abizar membiarkan itu, dia hanya perlu bersabar lebih.

Pandangan Zulaikhah naik menatap manik mata Abizar, dia baru menyadari bahwa suami nya memiliki iris mata yang legam dan dalam, indah.

"Kalau aku katakan, aku mencintai mu tapi membuat mu kecewa, apa kamu akan percaya Gus? Apa itu dapat dikatakan definisi cinta dalam kitab mu?"

"Dimana aku mencari pengampunan mu?"

Setetes air mata itu kembali jatuh, Zulaikhah kembali menghapus nya cepat. Dia memberanikan diri nya menatap Abizar yang kini tertunduk, entah apa yang dipikirkan suami nya itu. Kini, Zulaikhah hanya mampu ketakutan dan berharap ada setitik ampunan untuk nya.

"Aku tidak utuh Gus. Bahkan sangat hina dan ternoda, tapi aku mencintai mu. Apa aku boleh? Apa aku boleh serakah Gus?"

Pernyataan cinta paling menyedihkan yang kini Abizar rasakan, pria itu menaruh mangkuk bubur yang tadi nya ingin dia berikan kepada Zulaikhah, manik nya menusuk kedalam mata Zulaikhah. Sakit nya terasa hingga bibir Zulaikhah bergetar ketakutan.

"Pernyataan tidak bermanfaat apa lagi yang akan kamu lontar kan Ning?"

"Ternyata bukan tafsir yang ku rasa definisi cinta mu Gus..." lirih Zulaikhah dengan pandangan terluka.

"Utuh tidak nya diri mu tidak dinilai dari selaput darah! Jangan pandang hina diri kamu sendiri!" Nada suara Abizar meninggi, dia berdiri. Zulaikhah tertunduk.

"Jika begitu, apa aku masih bisa menerima ampunan mu? Dimana aku mencari ampunan mu Gus?"

Tidak ada suara. Sejujur nya Abizar tidak tahu juga harus bagaimana. Jika ditanya kecewa, dia kecewa. Jika ditanya dia terluka, dia terluka.

Tapi, dia tidak ingin terluka lebih dengan melihat Zulaikhah terluka. Karena kini, mereka bukan dua insan berbeda. Mereka satu, satu terluka satu akan terluka pula. Dan Abizar merasakan itu.

"Kenapa kamu tidak mencaci ku Gus? Kenapa kamu tidak menampar ku? Kenapa kamu hanya diam?! Sehina itukah aku sampai diam mu melebihi cacian mu?! Hiks!"

"Sehina itukah perempuan yang kehilangan kehormatan nya sedangkan dia tidak tahu bagaimana rasa nya kehilangan kehormatan dan sadar dalam keadaan membiru?! Hiks!hiks!"

Kilasan memori jahanam itu merusak Zulaikhah, dia menggigil ketakutan. Dia mengingat nya dengan jelas, setiap rekaman saat diri nya di paksa meminum sesuatu kemudian diri nya tidak sadarkan diri, bangun dalam keadaan tidak menggunakan sehelai benang pun, penuh lebam di sekujur tubuh, bahkan saat tertatih nya mencoba kembali ke rumah perempuan paruh baya yang dia sebut tante dari papi nya hanya duka yang diterima, video tak senonoh nya bersama seorang pria yang bahkan tidak diketahui menjadi cemoohan najis diri nya.

Tawa hina mereka masih terekam jelas, bahkan bagaimana diri nya dilempar keluar dari rumah orang tua nya sendiri, diri nya pilu. Tidak ada yang mendekap, hingga Salma datang bagaimana memberi sinar dalam redup, mengenalkan islam pada nya, mengenalkan hijrah dalam bentuk cinta pada Sang Rabb, padahal diri nya memang begitu hina tapi Sang Cinta memberikan nya anugerah istimewa.

"Argh!" Teriak Zulaikhah keras tubuh nya di pukuli dengan pilu, Abizar meraih Zulaikhah dalam dekap erat nya.

"Istighfar Zulaikhah! Allah Maha Pengampun, apalah daya ku manusia biasa jika tidak bisa mengampun, namun masa lalu mu adalah urusan mu, aku mencintai mu. Dan itu cukup."

Zulaikhah bertambah sesegukan, pernyatan cinta Abizar hanya terdengar seperti rasa iba pada perempuan penuh noda seperti diri nya, Allah di mana Zulaikhah harus bertumpu kecuali diri Mu, jangan tinggalkan diri nya yang rapuh Allah.

Allah, boleh dekap diri perempuan malang ini?

Tangis nya begitu pilu, Abizar enggan melepaskan Zulaikhah yang meronta kuat, kembali merancau gelisah dan menyayat.

"Aku kotor...hiks...wajar jika kamu iba...pernyataan cinta yang menyedihkan Gus..."

"Sama saja diri ku seperti pelacur Gus...hiks.."

"Kamu bukan pelacur Zulaikhah! Aku bahkan rela mencintai pelacur jika itu kamu!" Ujar Abizar frustasi, pria itu masih mendekap Zulaikhah yang masih menangis.

"Pelacur pun bisa menjadi lebih suci, Allah yang menilai, bukan manusia rendah seperti kita Zulaikhah..."

Zulaikhah ketakutan, bukan hanya karena takut dibenci oleh Abizar tapi detik ini dia menyadari bahwa diri nya sangat tidak pantas bersama Abizar, dan Abizar akan merasa menderita bersama nya, dan dia akan menderita karena Abizar bersama nya hanya derita yang diterima pria itu.

"Aku mencintai mu Zulaikhah, bukan karena diri mu, bukan karena latar mu, tapi karena bersama mu nikmat Rahman Allah lebih terasa syahdu, karena bersama mu diri ini berdetak mengingat-Nya, karena bersama mu nadi ini bertasbih kepada-Nya."

Zulaikhah melemah, rontakan nya perlahan mengendur, diri nya memang masih sesegukan.

"Aku tidak akan menderita hanya karena menikahi mu, tidak peduli definisi utuh yang kamu utarakan, cinta ku melampaui itu, bagai Qais yang mencintai Laila hingga menjadikan nya Majnun, begitupun aku yang mencintai mu Humairah ku,"

Abizar menarik nafas nya, menghapus air mata yang begitu saja turun mengalir di wajah nya. Dia mengecup lembut puncak kepala Zulaikhah, menghirup aroma harum dan lembut khas perempuan yang dicintai nya, cinta yang dirasakan nya karena getaran tangis penuh penyesalan Zulaikhah kepada Allah dan rasa ringkih ketakutan Zulaikhah akan bakti nya pada suami, cinta dengan frasa paling indah yang disusun diksi paling menawan.

Fatwa Cinta [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang