Teman Kecil | Fatwa Cinta

97 13 3
                                    

Teman Kecil | Fatwa Cinta

"Tasbih ku bergulir, cinta ku menyatu dalam bait-bait sajadah ku."
- Zulaikhah -

***

UDARA dingin dan syahdu dini hari tidak pernah sangat menenangkan seperti ini, Zulaikhah tidak pernah menyangka bahwa jatuh cinta pada Allah begitu nikmat, rindu nya begitu menggebu kepada-Nya.

Menatap wajah Abizar yang sedang mengajari nya mengaji dengan begitu damai, sejak menikah bangun dini hari adalah aktivitas rutin Zulaikhah, dimana gadis itu akan menunaikan shalat malam bersama suami nya, belajar mengaji atau membahas hal-hal lain yang Zulaikhah ingin ketahui, dan bertasbih bersama memuji Sang Rabb yang Maha Esa.

"Sudah puas memandangi wajah suami mu Ning?" tutur Abizar dengan senyum damai nya, Zulaikhah gelagapan dan merona mengalihkan wajah sejenak kemudian berdehem, "Afwan Gus,"

"Gak apa Ning, halal juga kan?"

Zulaikhah tertawa canggung, gadis itu membenarkan mukena nya, dan kembali fokus pada mushaf Al-Qur'an di depan nya.

"Jadi di ayat pertama surah Al-qadr ini bagaimana hukum bacaan awal nya Ning?"

"Hukum nya-mad layyin Gus?" tanya Zulaikhah tidak yakin, dia ingat suami nya tadi menyebutkan kata yang ada mad nya namun lupa itu untuk hukum bacaan apa, Abizar menggeleng kecil.

"Yakin itu?" tanya nya lembut, Zulaikhah meringis dan menggeleng kecil, "Lupa Gus,"

"Jadi ini berhukum Mad Jaiz, karena ada huruf mad thobi’i bertemu dengan huruf hamzah di lain kalimat titik cara membacanya panjang seperti mad thobi’i 2 harakat atau 4 harakat Ning."

Zulaikhah memperhatikan dengan baik penjelasan yang Abizar terangkan, pemuda itu menjelaskan dengan sangat baik dan sabar, nada suara yang tegas dan tenang ciri khas seorang Abizar yang mampu membuat hati Zulaikhah merasa begitu damai dan berdetak begitu menyenangkan.

"Berbeda dengan yang Ning sebutkan tadi, di bacaan lailati barulah Mad Layyin, kenapa demikian? Karena-"

"Karena ada tanda baca fathah bertemu dengan huruf ya mati. Cara membacanya sekedar lunak dan lemas." Potong Zulaikhah dengan cengiran nya, Abizar tertawa kecil dan mengangguk, pemuda itu mengusap lembut sebagian wajah Zulaikhah dengan penuh kasih.

"Benar, dhaki eazizi¹," ujar Abizar.

"Maksud nya Gus?" tanya Zulaikhah yang tidak mengerti dengan kalimat yang terakhir Abizar sebutkan, Abizar menggeleng kecil dan kembali menjelaskan hukum bacaan di surah Al-qadr selanjutnya, dan Zulaikhah memperhatikan tanpa menanyakan dua kali pertanyaan yang di paparkan nya tadi.

Doa yang selalu di munajatkan oleh Zulaikhah adalah bahwa kehidupan damai ini selalu abadi, hingga nanti mereka bisa bertemu dengan Sang Rabb bersama-sama.

***

"Jadi, minggu depan Eira kembali ke Kairo?" tanya Zulaikhah pada Eira yang sibuk menyulam sapu tangan, sedangkan Zulaikhah sendiri kembali membaca kitab matan taqrib, kitab fiqih karangan Al Qadhi Abu Syuja seorang yang alim, ahli fiqih dan ulama yang lahir di Basrah, walaupun mungkin sebagian umat cukup asing mendengar nama ulama dan pengajar ini, namun kitab fiqih ini merupakan kitab dasar mazhab syafi'i dengan banyak sekali kitab syarahnya seperti Kitab Fathul Qarib dan Fathul Muin serta sudah berusia ratusan tahun, tentu saja yang dibaca oleh Zulaikhah bukanlah naskah asli melainkan cetakan lainnya namun tentu original dan lengkap.

Kitab ini diberikan Abizar setelah mereka berjalan-jalan di Malioboro, pemuda itu berkata kitab matan taqrib ada banyak di perpustakaan pesantren karena menjadi kitab dasar fiqih yang dipelajari santri di pesantren ini, namun kitab yang diberikan oleh nya kepada Zulaikhah adalah kitab pertama yang Abizar beli sendiri dengan uang nya dan langsung membeli di percetakan yang ada di Basrah, Irak saat pemuda itu ikut kegiatan dari universitas nya.

Mengingat nama kota di Irak itu, Zulaikhah ingat bahwa Abizar pernah becerita bahwa Basrah adalah rekan sejati dari kota Baghdad, ibukota dinasti Abbasiyah. Karena, kedua kota itu tumbuh bersama dalam kejayaan Islam dalam dinasti Abbasiyah, indah dan memukau, kota dengan banyak nya terusan, kota yang dijuluki Venesia Timur Tengah.

"Na'am, kamu fokus sekali membaca kitab nya Zulaikhah." tutur Eira, Zulaikhah tertawa kecil, udara sore hari ini cukup mendung namun awan tetap menampilkan pesona nya, selama Eira di Indonesia dia menemani Zulaikhah di pesantren, mengaji bersama ataupun hanya bercerita ringan, menjadi temen nya selain Salma.

"Iya, aku membaca bab puasa Eira."

"Aku kira bab nikah hehehe,"

Hanya mampu tersipu yang Zulaikhah lakukan dan kembali tenggelam dalam lautan bacaan kitab karangan seorang alim itu, Eira mengangkat sulaman nya yang sudah jadi, tampak begitu cantik dengan setangkai mawar merah kecil di pojok sapu tangan itu, melirik Zulaikhah yang begitu fokus membaca Eira berdehem sejenak.

"Zulaikhah..."

Zulaikhah mengalihkan tatapan nya kepada Eira dan menunggu kalimat selanjutnya yang akan Eira berikan, gadis itu tampak ragu, "Seharusnya tidak pantas aku memberikan ini," ujar Eira dan menyodorkan sapu tangan dengan sulaman indah itu kepada Zulaikhah, dengan bingung Zulaikhah menerima nya dan mengusap lembut sulaman itu, begitu indah seharus nya di belajar menyulam juga kepada Eira yang sangat piawai.

"Aku minta maaf, namun tolong berikan sulaman itu kepada Gus Abi."

Zulaikhah berhenti mengusap sapu tangan itu, jadi Eira menyulam seharian ini demi memberikan sulaman sapu tangan ini kepada suami nya?

"Aku tidak ada maksud apapun, minggu depan aku sudah kembali ke Kairo, dan Gus Abi pun akan kembali ke Yaman segera. Sejak kecil Gus Abi selalu membawa sapu tangan entah untuk sekedar mengelap ataupun menggenggam nya, namun dia suka lupa membeli yang baru hingga sering usang, tolong berikan kepada nya."

"Berikan sulaman itu kepada nya sebagai hadiah dari teman kecil suami mu, yang mungkin saja setelah kembali lagi ke Indonesia aku sudah menjadi istri orang." Ujar Eira dan diakhiri tawa renyah dan merdu milik nya, namun kalimat panjang dan tawa itu sangat mengganggu Zulaikhah dengan segera.

Gadis itu mengangkat wajah nya dan tersenyum tipis, di dalam hati nya beristighfar kepada Allah meminta dijauhkan dari prasangka buruk yang muncul.

"Aku akan berikan ini kepada Gus Abi, aku pasti akan rindu kamu saat kamu di Kairo."

Eira tertawa lagi dan memeluk Zulaikhah dengan hangat dan erat, "Aku juga akan rindu kamu Zulaikhah, aku akan sering menelfon mu nanti."

"Mawar memang indah, namun jika digenggam akan terluka oleh duri nya, hingga melepaskan dan hanya memandang adalah pilihan yang tepat Zulaikhah. Begitulah perasaan ku kepada Gus Abi. Aku harap kebahagian kalian dalam lindungan Allah selalu."

Setetes air mata jatuh dalam dekapan Eira dan Zulaikhah, gadis itu bertambah memeluk Zulaikhah erat, sedangkan Zulaikhah mati-matian berusaha menahan perasaan nya dengan mengingat-Nya.

_____

¹ cerdas nya sayang ku

Assalammualaikum semua, kembali lagi update dengan bagian baru setelah lama banget aku gak update, karena kesibukan kuliah hehe.

Aku mohon bantuan kalian jika ada informasi dalam cerita ini yang keliru ataupun referensi yang digunakan ya, sehat selalu dan jangan lupa selalu dukung aku selamat membaca, terima kasih♡♡♡

Fatwa Cinta [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang