Tangan Hangat | Fatwa Cinta

72 8 5
                                    

Tangan Hangat | Fatwa Cinta

"Ku mulai hidup bersama mu, membiarkan rasa berdetak seiring jalan, hingga ku temukan akhir dari pencarian ku."
- Abizar -

***

SETELAH menyetor hafalan subuh kepada suami nya, Zulaikhah bergegas keluar kamar untuk mempersiapkan sarapan dan membereskan rumah yang menjadi aktivitas nya sejak menjadi bagian dari keluarga Kyai Jalaludin.

Walaupun mempunyai pembantu rumah tangga, namun setiap perempuan di rumah ini tetap menjalankan peran nya dalan mengorganisir rumah mereka, mereka diajarkan mandiri dan tidak boleh semena-semena, bahkan Amna pernah bercerita bahwa dia pernah diberikan hukuman oleh Ning Farhana karena menyuruh Budhe Ainun membuatkan minuman nya sedangkan Amna tidak sedang dalam keadaan yang susah.

"Zulaikhah." Zulaikhah membalikkan tubuh nya, gadis itu membulatkan mata nya dan tersenyum lebar berlari kecil, dia menghampiri sosok perempuan yang sudah tidak muda lagi itu, dan segera mengambil dan mencium tangan nya hormat.

"Nyai Siti, Nyai kapan kembali ke pondok? Kok Zulaikhah gak tahu?" Tanya Zulaikhah pada Nyai Siti yang tersenyum lembut, perempuan tua itu mengelus sayang kepala Zulaikhah yang tertutupi hijab berwarna cokelat tua. "Tengah malam tadi, karena kamu hari ini mau ke Kudus, dan sejak menikah Nyai tidak melihat mu karena ada acara di Bandung. Jadi Nyai segera kembali." Tutur Nyai Siti penuh kasih sayang, membuat Zulaikhah meneteskan air mata nya.

Memang sehari setelah pernikahan Zulaikhah dan Abizar, Nyai Siti - nenek dari Abizar itu mengunjungi Bandung karena mengisi acara dan juga mengajar disana. Zulaikhah sangat dekat dengan Nyai Siti, berkat beliau jugalah dia bisa menikahi suami nya, dukungan Nyai Siti atas diri nya hingga memeluk islam tidak pernah bisa Zulaikhah lupakan.

"Nyai mau minum sesuatu? Zulaikhah hendak ke dapur." Tutur gadis itu dengan senyum yang masih mengembang, mereka berjalan beriringan menuju dapur, Nyai menggeleng pelan. "Ndak ada, syukran Zulaikhah."

Di dapur sudah ada Ning Farhana yang memotong-motong wortel dan kol, sedangkan Amna terlihat mencuci piring. "Assalammualaikum," ujar Nyai Siti diikuti Zulaikhah.

"Waalaikumsalam Wr Wb." Ning Farhana segera mencuci tangan nya di keran air yang menyala dan mengambil tangan Nyai Siti begitupun Amna, Ning Farhana menarik kursi dan mempersilahkan Nyai Siti duduk.

Perempuan itu juga tidak lupa mengambil air putih hangat dan kurma di piring kecil, diletakkan di hadapan Nyai Siti, hal itu tidak luput dari penglihatan Zulaikhah, betapa rukun dan bersahaja kehidupan rumah ini. Menantu dirumah ini diperlakukan selayaknya anak dan mertua di rumah ini diperlakukan selayaknya orang tua, saling menyayangi dibawah naungan rahman Allah yang tidak terbatas.

Zulaikhah berjalan menuju Amna, gadis itu meraih teko dan mengisi air untuk dimasak nya, dia akan membuatkan Abizar teh lemon nya, dan juga akan membuatkan susu kurma untuk orang rumah. Ditatap nya wajah Amna yang sembab, gadis itu juga tidak begitu ceria dan semangat seperti biasa nya. "Amna, ada yang bisa Mbak bantu?" Tanya Zulaikhah lembut, Amna menoleh ke arah Zulaikhah dan tersenyum pelan, "Gak Mbak, ini hampir selesai." Jawab gadis itu yang mengelap piring cuciaanya.

"Maksud Mbak bukan itu," ujar Zulaikhah dan tersenyum, saat hendak mengambil gula batu di laci atas tangan nya tidak sampai, "Amna baik-baik aja kok Mbak."

"Mbak doakan semua yang baik buat Amna." Tutur Zulaikhah masih mencoba meraih toples berisi gula batu namun tidak mencapai nya juga. Satu tangan terulur dibelakang Zulaikhah mengambil nya, Zulaikhah berbalik dan berhadapan dengan dada bidang seseorang beraroma mint, suaminya.

"Ini Ning." Ujar Abizar santai dan berlalu menghampiri Nyai Siti yang menyiapkan sarapan di meja, tanpa peduli wajah merah merona Zulaikhah dan degupan jantung nya yang bertalu kuat. Amna yang melihat itu hanya tersenyum tipis, dia merasa sedih jika nanti pernikahan nya tidak seperti kakak nya itu.

"Naik mobil ke Kudus nya Bi?" suara Kyai memecahkan keheningan dapur, dan salam dari Gus Rahman yang memasuki dapur pun membuat atensi mereka untuk menjawab salam.

"Ndak Kyai, naik kereta ke Semarang nanti dijemput di stasiun dengan Bang Hamdan." Jawab Abizar menyebutkan nama sepupu nya dari pihak Abi itu.

"Jangan lupa ziarah ke makam wali juga Bi," pesan Gus Rahman, di jawab anggukan Abizar. "Na'am Bi."

"Sebelum kamu kembali ke Indonesia kemarin, Ummah sudah mengunjungi Umi untuk memberitahukan bahwa putra mereka akan menikah, InsyaAllah bulan depan Abi kunjungi Umi juga setelah pulang dari Ternate." Tutur Gus Rahman, beliau akan mengunjungi Ternate lusa karena hendak bekerja sama dalam siar agama bersama tokoh Ternate ke pedalaman Ternate.

Zulaikhah menaruh teko susu kurma ke atas meja, lalu menaruh cangkir teh lemon ke hadapan Abizar, Abizar tersenyum tipis.

Gadis itu duduk disamping Abizar, mengambil gelas untuk mengisi air putih suami nya.

"Zulaikhah Abizar." Panggil Nyai Siti, kedua nya langsung menatap Nyai Siti.

"Kalian sudah menikah dan akan memulai kehidupan kalian sendiri setelah ini, entah apa yang akan kalian hadapi nanti nya Nyai hanya berharap kalian selalu melibatkan Allah di setiap jejak-jejak kehidupan kalian. Menjadilah sepasang yang selalu mengingatkan akan Jannah Allah, menjadilah pelindung untuk masing-masing diri kalian, apapun yang terjadi. Saling lindungi harga diri satu sama lain, kehormatan satu sama lain. Dan saling mencintai satu sama lain." Pesan Nyai Siti dengan lembut bersamaan dengan mata nya yang berkaca-kaca penuh haru.

"Kini kalian bukan lagi gadis dan pemuda atau gadis dan perjaka. Kalian adalah perempuan dewasa dan pria dewasa yang berjuang dalam ikatan suci pernikahan menuju rahman dan ridho Gusti Allah. Saling mengenallah karena Gusti Allah, dan saling mencintailah karena Gusti Allah." Lanjut Kyai, yang diangguki oleh Nyai Siti, Abizar menatap Zulaikhah yang menahan tangis nya dan mengangguk kecil.

"Na'am Kyai Nyai, syukran sudah selalu mendoakan dan memberi ilmu kepada Abi dan Zulaikhah. Doakan kami diliputi rahman dan berkah Gusti Allah." Jawab Abizar, dia melihat kearah Zulaikhah yang masih menunduk dengan tangis kecil nya, Abizar menggenggam tangan Zulaikhah di bawah, memberikan rasa nyaman kepada istri nya itu.

Zulaikhah bahagia mendapatkan cinta Allah untuk nya, walaupun merasa sangat tidak pantas akan hadiah luar biasa yang Allah berikan untuk diri pendosa seperti nya. Hangat nya genggaman Abizar membuat Zulaikhah semakin ingin menjadi pribadi yang lebih baik, menjadi istri yang lebih baik yang mengabdikan diri hanya untuk Allah dan suami nya. Dan berdoa agar rasa cinta nya kepada Abizar adalah rasa cinta yang ada karena dia mencintai Allah, dan berdoa agar cinta yang dirasakan Zulaikhah juga dirasakan Abizar kepada nya.

____

Assalammualaikum, selamat pagi readers!

Wah udah senin aja nih, jangan benci senin ya hehe walaupun senin biasa nya sibuk dan "repot" kita jangan pernah benci senin yang mana hari barokah!

Yuk semangat aktivitas nya dan semangat membaca cerita aku juga ya hehe🥰 jangan lupa mohon dukungan kalian dengan like dan komen cerita ini, dengan itu aku semakin semangat buat update nya hehehe, suntikan semangat nya jangan lupa ya readers! Have fun♡

Fatwa Cinta [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang