2.5 ; The Wedding Debt

9.8K 1.3K 27
                                    

Bekerja dengan Hippomenes memang harus berkutat dengan kesibukan yang ketat. Hampir saja Tulip lupa jam istirahat untuk mengisi perut andai Hippo tidak lebih dulu meletakkan susu kaleng di atas meja Tulip dan mengetukkan botol tersebut agar fokus wanita itu beralih.

"Istirahat, Tulipa."

"Tapi saya belum selesai menyusun dokumen untuk Anda baca, Pak."

Hippo menarik map yang dokumennya belum diurutkan dengan baik. Semua yang belum disortir akan masuk ke dalam boks khusus di dekat meja sekretaris pribadi Hippo.

"Kamu punya banyak waktu untuk belajar menyesuaikan pekerjaan. Tapi kamu nggak bisa menyiakan waktu untuk merawat tubuh agar pekerjaan tidak terabaikan."

Pria ini, entah bagaimana bisa mempengaruhi Tulip untuk menurutinya. Tentu saja menuruti dalam artian yang positif. Lalu, Tulip teringat sesuatu.

"Astaga! Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar lupa untuk mengurus makan siang Anda. Harusnya saya tahu menu makan siang Anda juga menjadi tanggunh jawab saya." Tulip segera beringsut dari mejanya hingga tak peduli dengan lutut yang terbentur meja.

"Santai saja, Tulipa. Saya sudah pesan sendiri makanan yang saya mau."

Tulip memandang atasannya tak enak hati. "Maafkan saya, Pak. Pekerjaan saya hari ini kacau sekali."

Hippo memberikan senyuman ramahnya. Pria itu jelas memiliki hati yang baik.

"Nggak masalah. Kamu yang harus memikirkan jadwal makanmu. Jangan sampai pegawai saya bermasalah karena kelelahan dan terlalu ditekan dalam pekerjaannya." Dengan satu gerakan halus, Hippo menepuk bahu Tulip dan berkata, "Jaga kesehatan, Tulipa."

Bagaimana Tulip bisa baik-baik saja dengan kondisi semacam ini? Hippo terlalu baik dan perhatian. Jika menyakiti pria sebaik ini ... apakah Tulip akan bisa hidup tenang?

"Terima kasih, Pak."

Hippo mengangguk dan tidak memberikan tanggapan apa-apa lagi. Pria itu sibuk dengan gawainya dan melenggang masuk ke ruangan. Hippo memiliki kesempatan bicara dan bercengkerama dengan orang lain, tapi pria itu memilih menghabiskan waktu istirahatnya di ruangan kerja.

Tulip tidak berani untuk bertanya kenapa pria itu sibuk dengan dirinya sendiri ketimbang turun atau membuat janji makan siang dengan teman. Dengan tingkat keramahan seperti itu, apa tidak ada teman yang datang dan ingin mengobrol dengan Hippo?

Tulip membawa dompet dan meninggalkan ponselnya di meja karena malas untuk dihubungi sana sini ketika makan. Dia akan turun ke kantin dan mencari sesuatu yang paling murah agar tidak membebani pengeluarannya.

"Masih jauh dari tanggal gajian." Tulip menggumam. "Tapi aku nggak bisa makan dari gaji yang berhubungan dengan hutang."

Tulip bingung dengan semua yang akan dilakukannya. Makan saja dia harus berpikir lama, bagaimana dengan laju hidupnya ke depan jika begini?

"Tulipa," panggil Hippo menghancurkan pemikiran penuh keluh kesah perempuan itu.

"Iya, Pak?"

"Tolong ambilkan makanan pesanan saya di bawah, ya. Sama nanti kamu temani saya makan. Lentera nggak bisa temani saya makan siang."

Jadi teman pria itu hanyalah Lentera? Apa Hippo tidak pandai bergaul?

"Saya ..." Tulip meragu. "Saya ambilkan lebih dulu dan saya akan temani Anda, Pak."

Hippo tersenyum dan mengucapkan, "Terima kasih."

Tulip mengangguk dan membalas dengan kata sepantasnya. Dia harus mengakui, mudah saja bagi dirinya untuk menjatuhkan hati pada Hippo dan sepertinya tidak akan sulit untuk lebih dekat dengan atasannya itu ketika waktunya tiba.

"Gila aja, dari staf biasa terus tiba-tiba diangkat jadi sekretaris pribadi. Apa ada alasan lain yang masuk akal selain dia jadi peliharaan anak bos?"

"Tapi anak bos udah punya pacar, kan? Kok, dia bisa nyelip di hubungan orang kayak gitu? Kelihatannya diem, ya. Sampe orangtuanya juga bundir, kan? Stres kali punya anak yang hobinya melakor."

Tulip sukses berhenti karena mendengar pembicaraan itu di bagian meja resepsionis. Posisi lift yang berada di belakang membuat mereka yang membicarakan orang bisa didengar Tulip dengan jelas. Apalagi yang dibicarakan adalah sekretaris pribadi, sudah pasti adalah dirinya, kan?

"Belum aja dia dilabrak sama pacarnya anak bos. Sok cantik, sih!"

Tulip ingin marah dan mengatakan bahwa kondisi yang didapatkan bukanlah hasil dari menjadi pengganggu hubungan orang. Posisi ini juga bukan kebanggaan. Ini adalah hukuman yang tidak akan orang lain pahami.

Lama Tulip berdiri di dinding samping pintu lift bergerak. Lamunan akan kekecewaannya terbuyar karena suara seseorang.

"Apa kalian dibayar untuk membicarakan orang lain dengan kebohongan? Dari mana pemikiran picik kalian? Bukannya berbela sungkawa pada orangtua Tulipa, kalian malah mengatainya. Pantas jabatan kalian tidak naik dan bertahan di sini. Saya malu mempekerjakan pegawai seperti kalian."

Pak Hippomenes? Kenapa kamu bela saya, Pak?

Tulip tidak boleh jatuh cinta sekarang. Tidak boleh!

The Wedding Debt / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang